Anggota Komisi IV DPR RI Irmawan menyatakan pesantren merupakan salah satu solusi untuk ketahanan pangan nasional sehingga pemerintah diharapkan dapat mendorong program yang bisa mewujudkan pesantren agrikultur.
"Alokasikan program yang ada di Kementerian Pertanian dapat disalurkan ke pondok-pondok Pesantren. Sebagai contoh, Program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) di Badan Ketahanan Pangan, alokasikan ternak ayam, bebek, kambing. Itu semua dapat dikelola dengan baik di pesantren-pesantren agrikultur baik yang ada di Jawa maupun di luar Jawa," kata Irmawan dalam siaran pers di Jakarta, Senin.
Menurut dia, program bantuan untuk pesantren secara berkala diyakini sangat membantu meningkatkan cadangan pangan yang sering mengalami kelangkaan dan fluktuasi harga di pesantren-pesantren dan masyarakat sekitarnya.
Irmawan yang juga menjabat sebagai Jubir Fraksi PKB Komisi IV DPR itu meyakini program itu berkontribusi terhadap ketahanan pangan nasional, dan menyerap angkatan kerja baru dan mendorong petani-petani muda masa depan.
Ia mencontohkan Pondok Pesantren Al-Kirom, sebuah pesantren kecil yang ada di pelosok Pandeglang, Banten, tepatnya di Desa Perigi, Kecamatan Saketi.
"Berkat bercocok tanam berbagai jenis hortikultura, pesantren Al-Kirom tak perlu menarik biaya bagi para santri yang ingin menimba ilmu agama di sana. Dengan jumlah anak didik yang hanya 50 orang santri, pengasuh Pondok Pesantren Al-Kirom, KH Salman Aljabali menitikberatkan pada kualitas, bukan kuantitasnya," paparnya.
Disebutkan, pesantren itu berhasil mengelola lahan seluas 1.300 meter, dan terus berkembang mencapai 4,5 hektare. Produk-produk pertanian yang dihasilkan tidak hanya dijual di warung atau pasar-pasar tradisional kecil untuk memenuhi kebutuhan masyarat sekitar, namun produk pertanian mereka sudah bisa menembus pasar induk, bukan hanya di Pandeglang, ada juga di Serang, Tangerang, bahkan Jakarta.
Sebelumnya, akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Asna Mustofa mengingatkan regenerasi petani sangat penting dilakukan guna mendukung program pertanian berkelanjutan.
"Regenerasi petani memang diperlukan guna mendukung program pertanian berkelanjutan dan mendukung program ketahanan pangan," katanya.
Asna yang merupakan dosen Fakultas Pertanian Unsoed tersebut mengatakan perlu dibuat berbagai program yang inovatif guna menarik minat petani muda atau milenial.
Selain itu, kata dia, teknologi pertanian juga dapat mendukung peningkatan produksi dan efisiensi.
"Teknologi tidak harus canggih, tetapi yang sepadan. Dalam arti teknologi yang sesuai kebutuhan. Teknologi yang terlalu tinggi akan butuh biaya yang tinggi, sehingga harus disesuaikan juga dengan lahan yang akan digarap," katanya.
Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian mencatat petani muda di Indonesia yang berusia 20-39 tahun hanya berjumlah 2,7 juta orang atau sekitar 8 persen dari total jumlah petani di Indonesia.
Melalui data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2019, jumlah petani muda tercatat terjadi penurunan 415.789 orang dari periode 2017 ke 2018.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021
"Alokasikan program yang ada di Kementerian Pertanian dapat disalurkan ke pondok-pondok Pesantren. Sebagai contoh, Program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) di Badan Ketahanan Pangan, alokasikan ternak ayam, bebek, kambing. Itu semua dapat dikelola dengan baik di pesantren-pesantren agrikultur baik yang ada di Jawa maupun di luar Jawa," kata Irmawan dalam siaran pers di Jakarta, Senin.
Menurut dia, program bantuan untuk pesantren secara berkala diyakini sangat membantu meningkatkan cadangan pangan yang sering mengalami kelangkaan dan fluktuasi harga di pesantren-pesantren dan masyarakat sekitarnya.
Irmawan yang juga menjabat sebagai Jubir Fraksi PKB Komisi IV DPR itu meyakini program itu berkontribusi terhadap ketahanan pangan nasional, dan menyerap angkatan kerja baru dan mendorong petani-petani muda masa depan.
Ia mencontohkan Pondok Pesantren Al-Kirom, sebuah pesantren kecil yang ada di pelosok Pandeglang, Banten, tepatnya di Desa Perigi, Kecamatan Saketi.
"Berkat bercocok tanam berbagai jenis hortikultura, pesantren Al-Kirom tak perlu menarik biaya bagi para santri yang ingin menimba ilmu agama di sana. Dengan jumlah anak didik yang hanya 50 orang santri, pengasuh Pondok Pesantren Al-Kirom, KH Salman Aljabali menitikberatkan pada kualitas, bukan kuantitasnya," paparnya.
Disebutkan, pesantren itu berhasil mengelola lahan seluas 1.300 meter, dan terus berkembang mencapai 4,5 hektare. Produk-produk pertanian yang dihasilkan tidak hanya dijual di warung atau pasar-pasar tradisional kecil untuk memenuhi kebutuhan masyarat sekitar, namun produk pertanian mereka sudah bisa menembus pasar induk, bukan hanya di Pandeglang, ada juga di Serang, Tangerang, bahkan Jakarta.
Sebelumnya, akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Asna Mustofa mengingatkan regenerasi petani sangat penting dilakukan guna mendukung program pertanian berkelanjutan.
"Regenerasi petani memang diperlukan guna mendukung program pertanian berkelanjutan dan mendukung program ketahanan pangan," katanya.
Asna yang merupakan dosen Fakultas Pertanian Unsoed tersebut mengatakan perlu dibuat berbagai program yang inovatif guna menarik minat petani muda atau milenial.
Selain itu, kata dia, teknologi pertanian juga dapat mendukung peningkatan produksi dan efisiensi.
"Teknologi tidak harus canggih, tetapi yang sepadan. Dalam arti teknologi yang sesuai kebutuhan. Teknologi yang terlalu tinggi akan butuh biaya yang tinggi, sehingga harus disesuaikan juga dengan lahan yang akan digarap," katanya.
Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian mencatat petani muda di Indonesia yang berusia 20-39 tahun hanya berjumlah 2,7 juta orang atau sekitar 8 persen dari total jumlah petani di Indonesia.
Melalui data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2019, jumlah petani muda tercatat terjadi penurunan 415.789 orang dari periode 2017 ke 2018.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021