Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengimbau apotek tidak menjual obat untuk penanganan pasien COVID-19 tanpa resep dokter karena bisa dikategorikan sebagai pelanggaran.
Tulus di Jakarta, Jumat, mengatakan, apabila proses bisnis berjalan dengan benar sesuai prosedur yang ada, maka seharusnya pihak apotek tidak akan menjual obat-obat keras kepada konsumen tanpa adanya resep dokter.
Dia juga berharap pemerintah bisa memberikan sanksi kepada apotek yang melakukan tindakan-tindakan seperti itu.
Tulus mengatakan bahwa hal itu merupakan tindakan yang berbahaya karena ada fenomena di masyarakat atau konsumen yang menyalin resep obat dari pasien COVID-19.
Resep itu, lanjutnya, disebarkan sehingga kemudian direspons oleh masyarakat lain dengan membeli obat-obat itu, terlepas terjangkit COVID-19 atau tidak.
“Itu juga merupakan tindakan yang berbahaya karena konsumen yang saya amati itu ‘mengkopi’ resep dari pasien COVID-19 dan disebarkan,” ujar Tulus.
Hal itu disampaikan Tulus menanggapi kelangkaan dan kasus penimbunan sejumlah obat untuk penanganan pasien COVID-19 belakangan ini.
Menurut dia, meskipun perilaku konsumen secara psikologis bisa dipahami mengingat risiko tinggi terpapar COVID-19, namun ia menilai penjualannya juga tidak bisa sembarangan.
Serupa dengan apotek, Tulus juga menyoroti penjualan obat keras untuk penanganan pasien COVID-19 secara ‘online’ yang disebutnya juga sebagai tindakan pelanggaran.
“Yang dijual secara ‘online’ dan diperjualbelikan secara bebas itu juga tindakan pelanggaran, kecuali ada mekanisme tertentu di mana pembelian bisa menampilkan resep dokter,” katanya.
Untuk mengatasi itu, dia mengharapkan pemerintah bisa melakukan kerja sama dengan pihak kepolisian maupun pengelola “platform” digital untuk melakukan pemblokiran terhadap iklan penjualan obat tersebut.
Sementara mengenai penangkapan sebagian oknum yang menimbun obat-obat tersebut, baik yang dilakukan apotek maupun secara ‘online’ oleh Bareskrim Polri, Tulus menyampaikan apresiasinya karena langkah tersebut merupakan upaya melindungi masyarakat dari dampak penimbunan yang akan mendistorsi pasokan dan merugikan konsumen.
Selain itu, dia juga berharap agar Polri, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM), dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) agar lebih gesit lagi dalam upaya penegakan hukum terkait kelangkaan dan penimbunan obat untuk penanganan pasien COVID-19.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021
Tulus di Jakarta, Jumat, mengatakan, apabila proses bisnis berjalan dengan benar sesuai prosedur yang ada, maka seharusnya pihak apotek tidak akan menjual obat-obat keras kepada konsumen tanpa adanya resep dokter.
Dia juga berharap pemerintah bisa memberikan sanksi kepada apotek yang melakukan tindakan-tindakan seperti itu.
Tulus mengatakan bahwa hal itu merupakan tindakan yang berbahaya karena ada fenomena di masyarakat atau konsumen yang menyalin resep obat dari pasien COVID-19.
Resep itu, lanjutnya, disebarkan sehingga kemudian direspons oleh masyarakat lain dengan membeli obat-obat itu, terlepas terjangkit COVID-19 atau tidak.
“Itu juga merupakan tindakan yang berbahaya karena konsumen yang saya amati itu ‘mengkopi’ resep dari pasien COVID-19 dan disebarkan,” ujar Tulus.
Hal itu disampaikan Tulus menanggapi kelangkaan dan kasus penimbunan sejumlah obat untuk penanganan pasien COVID-19 belakangan ini.
Menurut dia, meskipun perilaku konsumen secara psikologis bisa dipahami mengingat risiko tinggi terpapar COVID-19, namun ia menilai penjualannya juga tidak bisa sembarangan.
Serupa dengan apotek, Tulus juga menyoroti penjualan obat keras untuk penanganan pasien COVID-19 secara ‘online’ yang disebutnya juga sebagai tindakan pelanggaran.
“Yang dijual secara ‘online’ dan diperjualbelikan secara bebas itu juga tindakan pelanggaran, kecuali ada mekanisme tertentu di mana pembelian bisa menampilkan resep dokter,” katanya.
Untuk mengatasi itu, dia mengharapkan pemerintah bisa melakukan kerja sama dengan pihak kepolisian maupun pengelola “platform” digital untuk melakukan pemblokiran terhadap iklan penjualan obat tersebut.
Sementara mengenai penangkapan sebagian oknum yang menimbun obat-obat tersebut, baik yang dilakukan apotek maupun secara ‘online’ oleh Bareskrim Polri, Tulus menyampaikan apresiasinya karena langkah tersebut merupakan upaya melindungi masyarakat dari dampak penimbunan yang akan mendistorsi pasokan dan merugikan konsumen.
Selain itu, dia juga berharap agar Polri, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM), dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) agar lebih gesit lagi dalam upaya penegakan hukum terkait kelangkaan dan penimbunan obat untuk penanganan pasien COVID-19.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021