Pemerintah Indonesia diminta untuk mengantisipasi kedatangan gelombang pengungsi asal Myanmar, yang diperkirakan berbondong mencari perlindungan ke negara tetangga dalam beberapa waktu ke depan akibat konfilik di negaranya kata Reza Maulana.

Liaison Officer Yayasan Geutanyoe Reza Maulana di Banda Aceh, Sabtu mengatakan potensi eksodus itu terjadi pasca pidato Presiden Sementara National Unity Government of Myanmar (NUG) Duwal Sheila yang mengajak seluruh rakyat Myanmar untuk melakukan perlawanan semesta terhadap junta militer berkuasa yang dipimpin oleh Min Aung Hlain.

"Kita mengecam segala kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Junta militer Myanmar yang dipimpin oleh Min Aung Hlain," kata Reza Maulana.

Menurut Reza, pidato yang disampaikan Duwal Sheila pada ( 7/9) lalu itu merupakan sebuah momentum yang merubah segala lanskap sosial politik, tidak hanya bagi Myanmar tetapi juga bagi regional (ASEAN).

Hal tersebut membuktikan bahwa Junta militer gagal membuktikan janjinya untuk mewujudkan demokrasi dan inklusi sosial sejak awal kudeta pada Februari 2021 lalu. 

"Kegagalan itu juga termasuk ketidakmampuan Junta membangun rekonsiliasi dengan kelompok sipil dan menjalin dialog dengan kelompok etnis bersenjata untuk menciptakan perdamaian yang berkelanjutan," katanya.

Oleh karenanya, kondisi ini tidak hanya dipandang sebagai krisis keamanan domestik, melainkan sebuah ancaman yang nyata di tingkat regional. 

"Segera kita akan menyaksikan eksodus dalam skala besar terjadi, masyarakat mulai meninggalkan Myanmar dan mencari perlindungan ke negara tetangga, termasuk Indonesia dan Malaysia," katanya. 

Kata dia, kedatangan pengungsi multi-etnis asal Myanmar ke negara-negara di Selat Melaka, di sisi lain akan berpotensi membawa bibit perseteruan yang tidak terselesaikan di negara asalnya. 

"Ini menjadi tantangan baru bagi penanganan pengungsi asal Myanmar yang secara tradisional didominasi pengungsi Rohingya. Apabila ini terus terjadi maka ASEAN sebagai organisasi regional gagal memenuhi janjinya untuk mewujudkan keamanan dan perdamaian di tingkat regional," katanya.

Sebab itu, Yayasan Geutanyoe mendesak ASEAN untuk melakukan intervensi cepat yang dapat menghentikan terjadinya kejahatan kemanusiaan di Myanmar. Sekaligus mendesak negara-negara anggota ASEAN, untuk memberikan sangsi kepada Pemerintahan Junta Militer Myanmar.

Kemudian juga, mendesak Pemerintah Indonesia untuk menyiapkan regulasi tentang penanganan pengungsi luar negeri dengan cara merevisi Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi Luar Negeri agar mengatur secara komprehensif upaya penanganan pengungsi. 

Bila perlu, kata dia, pemerintah Indonesia menerbitkan peraturan pengganti undang-undang.

"Kita mendorong Pemerintah Indonesia untuk bekerjasama dengan pemerintah daerah di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, untuk mempersiapkan jaringan kerja, komunikasi dan koordinasi penyelamatan pengungsi yang diperkirakan akan terjadi beberapa minggu mendatang, termasuk kerjasama internasional dengan negara-negara di sekitar laut Andaman," katanya.

Selanjutnya, pemerintah juga harus mempersiapkan skema penanganan kesehatan yang andal untuk menghadapi potensi transmisi pandemi COVID-19, maupun potensi masalah kesehatan umum lainnya.

Kemudian mendorong pemerintah untuk membangun kerjasama dengan berbagai organisasi internasional untuk memfasilitasi bantuan dan perlindungan kemanusiaan yang akan diberikan kepada pengungsi luar negeri.

Sekaligus, kata dia, mendorong Pemerintah Indonesia untuk memfasilitasi top table exercise dengan perwakilan internasional maupun organisasi kemanusiaan di tingkat nasional dan lokal.

"Yang fokus pada penyelamatan pengungsi luar negeri untuk menyiapkan kondisi terburuk jika jumlah penyintas yang berusaha masuk Indonesia terjadi dalam jumlah yang besar, khususnya melalui Provinsi Aceh," katanya.

Pewarta: Khalis Surry

Editor : M Ifdhal


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021