Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh Farid Nyak Umar berharap Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mencabut surat edaran Nomor 5 Tahun 2022 tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan mushala. 

"Kami menerima banyak masukan dari para ulama, tokoh masyarakat, dan kalangan ormas yang mendesak agar SE Menag Nomor 5 tahun 2022 ini dicabut, sebab bisa menimbulkan kegaduhan di kalangan umat," kata Farid Nyak Umar di Banda Aceh, Kamis.

Menurut Farid, surat edaran tersebut tidak sesuai dengan local wisdom atau kearifan lokal di beberapa daerah di Indonesia, khususnya untuk wilayah Aceh dan Kota Banda Aceh yang menerapkan syariat Islam.

Baca juga: Kemenag terbitkan pedoman penggunaan pengeras suara di masjid, ini tujuannya

"Apalagi, Banda Aceh toleransi antar umat beragama berjalan dengan sangat baik dan tidak pernah ada konflik agama," ujarnya.

Farid mengatakan, Aceh melalui UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) memiliki kekhususan dalam pelaksanaan syariat Islam, termasuk soal pengeras suara untuk kumandangkan azan dan lainnya yang merupakan bagian dari syiar islam. 

Sebagai salah seorang unsur Forkopimda, kata Farid, dirinya telah berkomunikasi dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan semuanya sangat toleran. Kemudian, selama ini belum pernah ada warga non muslim yang komplain dengan kumandang suara azan. 

Baca juga: MUI sebutkan aturan pengeras suara di masjid sejalan dengan hasil ijtima ulama

"Jadi di Aceh tidak ada yang merasa terganggu atau terusik kenyamanannya karena pengeras suara di masjid tersebut," kata Farid.

Selain itu, Farid juga menyesalkan pernyataan Menteri Agama yang menamsilkan kumandang azan bersahut-sahutan itu dengan anjing menggonggong.

"Ini pernyataan yang sangat menyakitkan perasaan umat Islam, apalagi itu disampaikan oleh seorang menteri yang seharusnya pengayom bagi semua agama, ini sangat tidak pantas," kata Farid.

Baca juga: Menag tidak bandingkan suara adzan dengan suara anjing

Lebih lanjut, Farid menjelaskan adzan adalah panggilan Allah yang paling mulia dan sempurna, sangat tidak pantas dan tidak layak dianalogikan dengan anjing menggonggong.

Seharusnya, Menag sebagai seorang pejabat negara tidak menggunakan analogi suara adzan dengan gonggongan anjing. Perumpamaan tersebut tidak etis digunakan.

"Karena itu kami minta pola komunikasi Menag sebagai pejabat negara harus dievaluasi, dan persoalan suara azan atau toa biar diurus oleh BKM saja, tidak harus seorang menteri," demikian Farid.

Pewarta: Rahmat Fajri

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022