Blangpidie (ANTARA Aceh) - Tokoh muda di Kabupaten Aceh Barat Daya, Reza Muliady menyatakan mayoritas masyarakat di wilayah Barat Selatan Aceh tidak mendukung pemekaran Aceh yang kini sedang diwacanakan oleh sebagian kecil warga yang selama ini haus kekuasaan.
"Kita dari kaum muda menolak jika Provinsi Aceh dimekarkan, apalagi mayoritas penduduk di wilayah pantai barat selatan Aceh tidak mendukung jika Aceh dipetak-petakkan," katanya di Blangpidie, Kamis.
Reza Muliyadi yang juga mantan anggota DPRK Abdya itu mengatakan tidak semua masyarakat di wilayah Aceh Barat Selatan mendukung pemekaran Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) dan Aceh Barat Selatan (Abas), karena secara kasat mata bisa dilihat usulan pemekaran Aceh itu hanya kepentingan sebagian kecil masyarakat.
"Itu hanya sebagian kecil saja, sedangkan mayoritas masyarakat yang ada di wilayah pantai barat selatan Aceh ini tidak menginginkan dan tidak perduli terhadap rencana pemekaran itu, buktinya tidak ada reaksi apa-apa pun di masyarakat, ini bertanda masyarakat tidak setuju," katanya.
Menurutnya, sebagian kecil masyarakat yang kini sedang mendengung-dengungkan pemekaran Provinsi ALA-Abas memang tidak menyalahi secara aturan, karena negara Indonesia memiliki sistem demokrasi yang bebas untuk bersuara.
"Kendatipun demikian, mereka jangan mengklaim bahwa seolah-olah pemekaran Provinsi ALA-Abas ini keinginan mayoritas masyarakat yang ada di wilayah barat selatan Aceh," katanya.
Sementara itu, Bupati Abdya, Jupri Hassannuddin saat diminta tanggapannya, terkait hal tersebut dengan spontan menolak dengan alasan menjaga perdamaian Aceh jauh lebih penting dari pada memenuhi syahwat politik sekelompok orang yang haus kekuasaan.
Menurutnya, pihak-pihak yang mengusulkan pemekaran Provinsi Abas-ALA di wilayah barat selatan Aceh hanya sekelompok kecil mantan pejabat yang haus dengan kekuasaan untuk mencari popularitas kembali pada masyarakat dengan mengusulkan pemekaran.
"Kalau menurut saya, bukan pemekaran itu yang diutamakan sekarang, akan tetapi pembangunan yang harus kita pacu, apalagi Aceh selama ini sudah sangat lelah dengan perang dan konflik. Lagipula, pihak Jakarta tidak mau mengambil resiko terkait persoalan tersebut," katanya.
Seharusnya, kata dia, orang-orang yang kalah dalam pertarungan politik harus ikhlas dan rela tanpa membuat gerakan-gerakan yang dapat terpecahnya masyarakat Aceh, apalagi kondisi di bumi Aceh saat ini sudah sangat kondusif pascaperdamaian MoU Helsinki.
"Saya secara pribadi, maupun bupati menolak pemekaran Aceh, itu harga mati. Apalagi, Aceh saat ini sudah mulai berkembang, ekonomi sedang bergeliat, pembangunan terus dilaksanakan, dan begitu juga dengan kesejahteraan masyarakat sudah jauh lebih meningkat di banding masa lalu," katanya melanjutkan.
Selain kesejahteraan masyarakat, bantuan pusat dan daerah pun tiap tahun direalisasikan kepada masyarakat dengan tujuan menyejahterakan rakyat, sehingga Aceh saat ini sudah jauh lebih maju bila dibandingkan dengan 15 tahun lalu.
Sedangkan orang-orang yang mendengung-dengungkan isu pemekaran Aceh adalah mantan-mantan pemimpin di Aceh yang dulu gagal melakukan perubahan kemajuan di bumi Aceh yang kini telah haus kekuasaan kembali dengan menuding pemerintah Aceh tidak adil.
"Orang-orang yang berontak itu memimpin Aceh dulu yang gagal melakukan pembangunan. Kalau memang Aceh tidak adil, kenapa waktu mereka memimpin dulu tidak dilakukan pemekaran, sementara, sekarang pada saat Aceh sedang mencapai kemajuan mereka sudah mengusulkan macam-macam," katanya.
Seharusnya, kata dia lagi, bagi mereka yang masih memiliki niat dan keinginan untuk memimpin Aceh di provinsi maupun di kabupaten, ke depan diharapkan dapat mencalonkan diri kembali dengan meyakinkan masyarakat di atas panggung demokrasi, bukan mencari popularitas di manuver-manuver Abas-ALA.
"Oleh karena itu, saya mengimbau kepada semua pihak marilah kita sama-sama konsentrasi dalam menjaga perdamaian Aceh yang selama ini sudah sangat kondusif dirusakkan lagi. Kalau soal perkara kekuasaan itu ada pangungnya nanti pada saat pesta demokrasi. Jadi, jangan petak-petakkan Aceh, karena Aceh satu itu harga mati," demikian Jupri Hassannuddin.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2015