Jambi (ANTARA Aceh) - Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan tidak hanya menjadi masalah bagi warga di daerah asal bencana itu, tapi kini asapnya sudah menyebar ke mana-mana yang jaraknya mencapai ratusan kilometer.
Di Pulau Sumatera, misalnya, tercatat Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, dan Riau sebagai daerah penyumbang terbesar kebakaran hutan dan lahan, dan asapnya menyebar sampai ke Aceh, bahkan juga menjangkau negara tetangga, Singapura dan Malaysia.
Kebakaran hutan dan lahan di negeri ini seakan-akan telah menjadi "agenda tahunan" ketika musim kemarau tiba. Namun, pada 2015, dinyatakan kabut asap merupakan yang terburuk dan terlama dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Kabut asap tahun ini tidak hanya menyebabkan warga terpapar sakit infeksi saluran pernafasan atas (Ispa) dan diare, tapi juga aktivitas belajar mengajar di sekolah-sekolah hampir dua bulan terganggu, penerbangan lumpuh dan pendapatan nelayan menurun.
Mengingat banyak pihak telah dirugikan akibat kabut asap itu maka masyarakat berharap agar pemerintah dan aparat penegak hukum bersikap tegas terhadap pembakar hutan dan lahan.
"Harapan kami pihak-pihak yang telah membakar hutan dan lahan yang menimbulkan kabut asap berkepanjangan ini agar dihukum sesuai ketentuan yang berlaku," kata Tiono, warga Desa Lampisi, Kecamatan Merlung, Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Sementara itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah akan menindak tegas terhadap siapa pun, baik perusahaan perkebunan termasuk perusahaan pemodal asing yang terbukti bersalah melakukan pembakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia.
"Saya pastikan pemerintah akan mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan perkebunan milik atau pemodal asing yang bersalah melakukan pembakaran hutan dan lahan," kata Luhut Binsar Pandjaitan.
Pemerintah akan minta pihak terkait termasuk Polri untuk tidak tebang pilih kasus termasuk terhadap perusahaan asing yang jika bersalah dalam kasus Karhutla ini dapat ditindak tegas sesuai aturan yang berlaku.
Sementara itu Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti mengatakan, pihaknya masih terus melakukan penyelidikan kasus karhutla di berbagai daerah. Proses hukum kasus kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan terus berjalan dan berlanjut.
Saat ini proses hukum terus berjalan. Ada yang tahap I dan Tahap II yang sudah berproses di kepolisian dan kejaksaan setempat, katanya.
Sejauh ini sudah ditetapkan puluhan tersangka, baik yang dari perorangan maupun tersangka korporasi atau perusahaan perkebunan.
Sementara itu Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menyatakan terdapat 80 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus karhutla di Sumatera dan Kalimantan.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Anang Iskandar, menyebutkan berkas yang sudah lengkap menjadi kewenangan kejaksaan, nanti segera dilanjutkan menuju proses persidangan.
Terkait kasus ini, para tersangka dapat dijerat dengan Pasal 108 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta terancam mendapat hukuman penjara minimal tiga tahun dan maksimal 10 tahun serta denda minimal Rp3 miliar dan maksimal Rp10 miliar.
Sebelumnya sudah ada sebanyak 263 kasus dugaan karhutla telah ditangani kepolisian hingga Jumat lalu (23/10), yang mana laporan tersebut melibatkan sebanyak 206 kasus dari pihak perseorangan dan sebanyak 57 kasus melibatkan korporasi.
Khusus untuk wilayah hukum Jambi, Kapolda Brigjen Pol Lutfi Lubihanto menegaskan, bahwa sampai saat ini penyidik Kepolisian daerah sedang memeriksa dua perusahaan perkebunan dengan pemodal asing dari Malaysia terkait kasus karhutla.
Kedua perusahaan tersebut adalah PT Permata Alam Hijau (PAH) dan PT Asiatic Persada (AP). Kedua perusahaan tersebut investornya berasal dari Malaysia.
Untuk saat ini selain perusahaan asing, juga ada sejumlah perusahaan lokal yang tengah diselidiki oleh Polda Jambi dan jajaran terkait kasus kebakaran hutan dan lahan. Dan empat perusahaan diantaranya telah ditetapkan sebagai tersangka.
Keempat perusahaan tersebut yakni PT Dyera Hutan Lestari (DHL) dan PT ATGA di Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim), PT Ricky Kurniawan Kartapersada (RKK) di Kabupaten Muaro Jambi dan PT Tebo Alam Lestari (TAL) di Kabupaten Tebo.
Saat ini masih ada sejumlah perusahaan lainnya yang sedang diselidiki, baik ditingkat penyelidikan maupun penyidikan. Termasuk juga perusahaan dengan pemodal asing.
Perusahaan lokal
Sementara untuk empat perusahaan lokal yang sudah dijadikan tersangka, tidak seluruhnya ditangani oleh Polda Jambi adalah PT RKK, PT ATGA, PT DHL dan PT TAL yang ditangani Polda Jambi dan beberapa Polres.
Polda Jambi dan jajaran sendiri telah menetapkan sebanyak 31 tersangka terkait kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Jambi, dari 25 perkara yang diproses dengan rincian 27 tersangka perorangan dan empat dari korporasi atau perusuahaan.
Polda Jambi menangani 19 tersangka yang terdiri dari 16 perorangan dan tiga korporasi. Kemudian Polres Tebo lima tersangka, terdiri dari empat perorangan dan satu korporasi.
Selanjutnya Polres Tanjabtim menetapkan dua tersangka karhutla untuk perorangan dan Polres Muaro Jambi menetapkan satu tersangka. Adapun Polres Tanjabbar menetapkan tiga tersangka perorangan dan satu tersangka lainnya ditetapkan oleh Polres Batanghari.
Sedangkan untuk luas lahan di Provinsi Jambi yang habis terbakar secara keseluruhan lebih kurang sudah mencapai 7.470,9 hektar.
Persatuan Advokat Indonesia dan Wahana Lingkungan Hidup Jambi akan melayangkan gugatan "class action" terhadap 20 perusahaan di Jambi karena setiap tahun menyumbang asap.
"Kami mengidentifikasi ada 20 perusahaan di lima kabupaten yaitu Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur, Muarojambi, Tebo, dan Sarolangun yang akan kami gugat," kata Direktur Eksekutif Walhi Jambi Musri Nauli.
Dia mengatakan ke-20 perusahaan tersebut adalah perusahaan HTI dan perusahaan perkebunan sawit yang telah dikelompokan dan tergabung dalam lima grup besar di antaranya seperti SinarMas Foresty, Wilmar dan APP serta GAR.
"Materi gugatan sudah kami siapkan, selain itu data kami sudah cukup lengkap dan paling lama akhir Oktober ini sudah kami layangkan gugatannya," kata Musri.
Menurutnya, perusahaan harus bertanggung jawab terhadap areal konsesinya yang terbakar, azas tersebut sengaja disampaikan karena menjadi dalil perusahaan tidak bisa melepaskan tanggung jawab begitu saja.
"Masalah kebakaran dan kabut asap ini tidak bisa melepaskan tanggung jawab dengan berbagai alasan, perusahaan pemegang izin harus bertanggung jawab atas kebakaran di aeralnya," kata Musri.
Dalam gugatan tersebut, lanjut Musri, materinya bisa merujuk pada Peraturan Menteri (Permen) LH No. 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan. Dalam permen tersebut ada biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan pelaku pembakaran hutan di antaranya biaya kerugian yang ditimbulkan dan biaya pemulihan.
"Kami bisa merujuk pada Permen LH tersebut, jadi perusahaan pelaku hutan harus membayar kerugian yang ditimbulkan dari kerusakan lingkungan," katanya.
Ditanya perusahaan apa saja yang masuk dalam gugatan, Musri masih merahasiakan nama-nama perusahaan penyebab kabut asap di Jambi itu, karena merupakan kepentingan proses persidangan nanti.
Selain itu, Walhi juga mengatakan pihaknya mendukung langkah Kepolisian Daerah Jambi dalam mengungkap aktor pembakaran hutan dan lahan (Karhutla) di daerah itu.
"Setiap perusahaan yang terbukti melakukan pembakaran harus ditindak dan kita mendukung langkah Polda Jambi," kata Direktur Eksekutif Walhi Jambi Musri Nauli.
Dia mengatakan, sepanjang Oktober 2015 Walhi Jambi telah melakukan proses laporan terkait terjadinya kebakaran lahan di empat konsesi perusahaan kepada pihak Polda Jambi.
"Respon dari Polda cukup baik dan telah melakukan olah tempat kejadian perkara dan kita agar kasusnya diusut secara tuntas," katanya.
Musri menjelaskan baru-baru ini Walhi Jambi mendapatkan laporan langsung dari masyarakat Desa Rukam, Kecamatan Taman Rajo, Muaro Jambi.
Laporan itu menyebutkan bahwa lahan konsesi perusahaan PT Era Wira Forestama terjadi kebakaran dan bahkan pihak perusahaan menutup sungai alam.
"Selain kabut asap akibat kebakaran, penutupan sungai alam itu telah merugikan masyarakat, karena di Desa Rukan itu setiap harinya ada 150 pencari ikan dan sungai itu menjadi akses untuk lahan pertanian penduduk," kata Musri menjelaskan.
Selain itu, kata Musri, setelah melakukan koordinasi dengan kepolisian dan masyarakat setempat, pihak Polda langsung melakukan investigasi.
"Secara visual tergambarkan sekitar 200 hektare lahan perkebunan terbakar, artinya perusahaan lalai karena telah merugikan masyarakat dengan menutup sungai dan terkesan membiarkan hingga kebakaran meluas," katanya.
Musri menambahkan, perusahaan tersebut berada di konsesi lahan gambut dengan areal seluas 6.000 hektare dan dari lahan yang terbakar itu sudah berdekatan dengan lahan dan perkampungan masyarakat.
"Kita minta Kepolisian untuk memanggil pihak perusahaan dan memproses sesuai dengan tindakan yang dilakukan," katanya menambahkan.
Di Pulau Sumatera, misalnya, tercatat Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, dan Riau sebagai daerah penyumbang terbesar kebakaran hutan dan lahan, dan asapnya menyebar sampai ke Aceh, bahkan juga menjangkau negara tetangga, Singapura dan Malaysia.
Kebakaran hutan dan lahan di negeri ini seakan-akan telah menjadi "agenda tahunan" ketika musim kemarau tiba. Namun, pada 2015, dinyatakan kabut asap merupakan yang terburuk dan terlama dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Kabut asap tahun ini tidak hanya menyebabkan warga terpapar sakit infeksi saluran pernafasan atas (Ispa) dan diare, tapi juga aktivitas belajar mengajar di sekolah-sekolah hampir dua bulan terganggu, penerbangan lumpuh dan pendapatan nelayan menurun.
Mengingat banyak pihak telah dirugikan akibat kabut asap itu maka masyarakat berharap agar pemerintah dan aparat penegak hukum bersikap tegas terhadap pembakar hutan dan lahan.
"Harapan kami pihak-pihak yang telah membakar hutan dan lahan yang menimbulkan kabut asap berkepanjangan ini agar dihukum sesuai ketentuan yang berlaku," kata Tiono, warga Desa Lampisi, Kecamatan Merlung, Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Sementara itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah akan menindak tegas terhadap siapa pun, baik perusahaan perkebunan termasuk perusahaan pemodal asing yang terbukti bersalah melakukan pembakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia.
"Saya pastikan pemerintah akan mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan perkebunan milik atau pemodal asing yang bersalah melakukan pembakaran hutan dan lahan," kata Luhut Binsar Pandjaitan.
Pemerintah akan minta pihak terkait termasuk Polri untuk tidak tebang pilih kasus termasuk terhadap perusahaan asing yang jika bersalah dalam kasus Karhutla ini dapat ditindak tegas sesuai aturan yang berlaku.
Sementara itu Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti mengatakan, pihaknya masih terus melakukan penyelidikan kasus karhutla di berbagai daerah. Proses hukum kasus kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan terus berjalan dan berlanjut.
Saat ini proses hukum terus berjalan. Ada yang tahap I dan Tahap II yang sudah berproses di kepolisian dan kejaksaan setempat, katanya.
Sejauh ini sudah ditetapkan puluhan tersangka, baik yang dari perorangan maupun tersangka korporasi atau perusahaan perkebunan.
Sementara itu Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menyatakan terdapat 80 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus karhutla di Sumatera dan Kalimantan.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Anang Iskandar, menyebutkan berkas yang sudah lengkap menjadi kewenangan kejaksaan, nanti segera dilanjutkan menuju proses persidangan.
Terkait kasus ini, para tersangka dapat dijerat dengan Pasal 108 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta terancam mendapat hukuman penjara minimal tiga tahun dan maksimal 10 tahun serta denda minimal Rp3 miliar dan maksimal Rp10 miliar.
Sebelumnya sudah ada sebanyak 263 kasus dugaan karhutla telah ditangani kepolisian hingga Jumat lalu (23/10), yang mana laporan tersebut melibatkan sebanyak 206 kasus dari pihak perseorangan dan sebanyak 57 kasus melibatkan korporasi.
Khusus untuk wilayah hukum Jambi, Kapolda Brigjen Pol Lutfi Lubihanto menegaskan, bahwa sampai saat ini penyidik Kepolisian daerah sedang memeriksa dua perusahaan perkebunan dengan pemodal asing dari Malaysia terkait kasus karhutla.
Kedua perusahaan tersebut adalah PT Permata Alam Hijau (PAH) dan PT Asiatic Persada (AP). Kedua perusahaan tersebut investornya berasal dari Malaysia.
Untuk saat ini selain perusahaan asing, juga ada sejumlah perusahaan lokal yang tengah diselidiki oleh Polda Jambi dan jajaran terkait kasus kebakaran hutan dan lahan. Dan empat perusahaan diantaranya telah ditetapkan sebagai tersangka.
Keempat perusahaan tersebut yakni PT Dyera Hutan Lestari (DHL) dan PT ATGA di Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim), PT Ricky Kurniawan Kartapersada (RKK) di Kabupaten Muaro Jambi dan PT Tebo Alam Lestari (TAL) di Kabupaten Tebo.
Saat ini masih ada sejumlah perusahaan lainnya yang sedang diselidiki, baik ditingkat penyelidikan maupun penyidikan. Termasuk juga perusahaan dengan pemodal asing.
Perusahaan lokal
Sementara untuk empat perusahaan lokal yang sudah dijadikan tersangka, tidak seluruhnya ditangani oleh Polda Jambi adalah PT RKK, PT ATGA, PT DHL dan PT TAL yang ditangani Polda Jambi dan beberapa Polres.
Polda Jambi dan jajaran sendiri telah menetapkan sebanyak 31 tersangka terkait kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Jambi, dari 25 perkara yang diproses dengan rincian 27 tersangka perorangan dan empat dari korporasi atau perusuahaan.
Polda Jambi menangani 19 tersangka yang terdiri dari 16 perorangan dan tiga korporasi. Kemudian Polres Tebo lima tersangka, terdiri dari empat perorangan dan satu korporasi.
Selanjutnya Polres Tanjabtim menetapkan dua tersangka karhutla untuk perorangan dan Polres Muaro Jambi menetapkan satu tersangka. Adapun Polres Tanjabbar menetapkan tiga tersangka perorangan dan satu tersangka lainnya ditetapkan oleh Polres Batanghari.
Sedangkan untuk luas lahan di Provinsi Jambi yang habis terbakar secara keseluruhan lebih kurang sudah mencapai 7.470,9 hektar.
Persatuan Advokat Indonesia dan Wahana Lingkungan Hidup Jambi akan melayangkan gugatan "class action" terhadap 20 perusahaan di Jambi karena setiap tahun menyumbang asap.
"Kami mengidentifikasi ada 20 perusahaan di lima kabupaten yaitu Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur, Muarojambi, Tebo, dan Sarolangun yang akan kami gugat," kata Direktur Eksekutif Walhi Jambi Musri Nauli.
Dia mengatakan ke-20 perusahaan tersebut adalah perusahaan HTI dan perusahaan perkebunan sawit yang telah dikelompokan dan tergabung dalam lima grup besar di antaranya seperti SinarMas Foresty, Wilmar dan APP serta GAR.
"Materi gugatan sudah kami siapkan, selain itu data kami sudah cukup lengkap dan paling lama akhir Oktober ini sudah kami layangkan gugatannya," kata Musri.
Menurutnya, perusahaan harus bertanggung jawab terhadap areal konsesinya yang terbakar, azas tersebut sengaja disampaikan karena menjadi dalil perusahaan tidak bisa melepaskan tanggung jawab begitu saja.
"Masalah kebakaran dan kabut asap ini tidak bisa melepaskan tanggung jawab dengan berbagai alasan, perusahaan pemegang izin harus bertanggung jawab atas kebakaran di aeralnya," kata Musri.
Dalam gugatan tersebut, lanjut Musri, materinya bisa merujuk pada Peraturan Menteri (Permen) LH No. 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan. Dalam permen tersebut ada biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan pelaku pembakaran hutan di antaranya biaya kerugian yang ditimbulkan dan biaya pemulihan.
"Kami bisa merujuk pada Permen LH tersebut, jadi perusahaan pelaku hutan harus membayar kerugian yang ditimbulkan dari kerusakan lingkungan," katanya.
Ditanya perusahaan apa saja yang masuk dalam gugatan, Musri masih merahasiakan nama-nama perusahaan penyebab kabut asap di Jambi itu, karena merupakan kepentingan proses persidangan nanti.
Selain itu, Walhi juga mengatakan pihaknya mendukung langkah Kepolisian Daerah Jambi dalam mengungkap aktor pembakaran hutan dan lahan (Karhutla) di daerah itu.
"Setiap perusahaan yang terbukti melakukan pembakaran harus ditindak dan kita mendukung langkah Polda Jambi," kata Direktur Eksekutif Walhi Jambi Musri Nauli.
Dia mengatakan, sepanjang Oktober 2015 Walhi Jambi telah melakukan proses laporan terkait terjadinya kebakaran lahan di empat konsesi perusahaan kepada pihak Polda Jambi.
"Respon dari Polda cukup baik dan telah melakukan olah tempat kejadian perkara dan kita agar kasusnya diusut secara tuntas," katanya.
Musri menjelaskan baru-baru ini Walhi Jambi mendapatkan laporan langsung dari masyarakat Desa Rukam, Kecamatan Taman Rajo, Muaro Jambi.
Laporan itu menyebutkan bahwa lahan konsesi perusahaan PT Era Wira Forestama terjadi kebakaran dan bahkan pihak perusahaan menutup sungai alam.
"Selain kabut asap akibat kebakaran, penutupan sungai alam itu telah merugikan masyarakat, karena di Desa Rukan itu setiap harinya ada 150 pencari ikan dan sungai itu menjadi akses untuk lahan pertanian penduduk," kata Musri menjelaskan.
Selain itu, kata Musri, setelah melakukan koordinasi dengan kepolisian dan masyarakat setempat, pihak Polda langsung melakukan investigasi.
"Secara visual tergambarkan sekitar 200 hektare lahan perkebunan terbakar, artinya perusahaan lalai karena telah merugikan masyarakat dengan menutup sungai dan terkesan membiarkan hingga kebakaran meluas," katanya.
Musri menambahkan, perusahaan tersebut berada di konsesi lahan gambut dengan areal seluas 6.000 hektare dan dari lahan yang terbakar itu sudah berdekatan dengan lahan dan perkampungan masyarakat.
"Kita minta Kepolisian untuk memanggil pihak perusahaan dan memproses sesuai dengan tindakan yang dilakukan," katanya menambahkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2015