Puluhan  karyawan atau buruh perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Desa Jaya Alur Jambu menggelar aksi demo di Kantor Bupati Aceh Tamiang minta agar perusahaan kembali beroperasi sebagaimana mestinya, setelah  sebelumnya dihentikan paksa oleh oknum yang mengatasnamakan masyarakat tujuh desa di daerah itu.

"Kami sebagai  karyawan dan buruh harian lepas PT Desa Jaya Alur Jambu minta perusahaan agar bisa beraktivitas kembali dikarenakan kami sudah terlalu 'lapar' akibat tidak bekerja selama tiga minggu kami tidak ada penghasilan," kata koordinator aksi Ardi Lukito di Aceh Tamiang, Selasa.

Dari pantauan para pengunjuk rasa datang menggunakan sepeda motor tiba di Kantor Bupati Aceh Tamiang sekitar pukul 08.30 WIB. Mereka berkumpul di Tribun Alun-alun kemudian bergerak ke Kantor Bupati yang berjarak 100 meter dari titik kumpul untuk melakukan orasi.

Aksi ini merupakan tandingan dari demo sebelumnya yang dilancarkan oleh masyarakat tujuh desa yang justru menuntut perusahaan PT Desa Jaya Alur Jambu angkat kaki dari desa mereka karena izin HGU sudah mati sejak tahun 1980-an.

Bahkan masyarakat sempat menghentikan aktivitas perusahaan tidak boleh mengambil produksi TBS (hasil panen) hingga berujung seluruh pekerja/karyawan diliburkan.

Adapun tuntutan karyawan PT Desa Jaya Alur Jambu ada enam poin ditambah pernyataan sikap di antaranya, meminta kepada Bupati Aceh Tamiang mengeluarkan surat keputusan terkait diperbolehkan PT Desa Jaya beroperasi kembali. Apabila tidak dipenuhi massa buruh dengan membawa anak istri mangancam akan menduduki kantor bupati sampai surat tersebut diterbitkan.

"Kami selaku warga yang berdomisili di sekitar lingkungan perusahaan sekaligus karyawan PT Desa Jaya Alur Jambu juga memiliki hak yang sama di mata hukum. Kalau tidak kerja kami tidak bisa membayar cicilan kendaraan, anak kami butuh susu, bayar uang sekolah dan untuk kebutuhan makan keluarga kami," ujarnya.

Selanjutnya karyawan akan meminta perlindungan hukum saat melaksanakan aktivitas perkebunan dikarenakan kami terus menerus mendapat tekanan dari oknum yang mengatasnamakan masyarakat pada tanggal 25 Februari 2022.

"Dimana rekan kami dipaksa menandatangani surat pemberhentian di saat kami melaksanakan tugas panen TBS sawit. Kami terpaksa mencari utangan untuk memenuhi kebutuhan hidup agar dapur kami tetap berasap, karena kami tidak ada penghasilan lain selain bekerja sebagai karyawan," tegas Ardi Lukito.
 

Pewarta: Dede Harizon

Editor : Azhari


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022