Selain ancaman teroris dan kerusakan alam, penduduk dunia dihantui prevalensi infeksi virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia atau HIV (Human Immunodeficiency Virus), penyebab sindrom kerusakan sistem kekebalan tubuh alias AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome).

HIV ditularkan melalui kontak langsung lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, sperma, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.

Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

Mereka yang paling berisiko terkena penyakit ini adalah yang melakukan seks bebas atau gonta ganti pasangan, pemakai narkoba menggunakan jarum suntik bergantian, bahkan ibu rumah tangga yang pasangannya terinfeksi HIV, atau bayi yang ibunya terinfeksi HIV.

Penyakit mematikan yang mengglobal ini belum bisa disembuhkan secara total kecuali hanya  memperlambat penyebaran virusnya melalui terapi antiretroviral (ARV) agar penderita bisa hidup lebih lama.

Sejak diakui oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 5 Juni 1981, penyakit yang menjadi wabah dunia ini telah menyebabkan jutaan manusia meninggal dunia dan puluhan juta manusia menyandang Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). ODHA adalah istilah yang disandang penderita HIV/AIDS.

Data WHO hingga Juni tahun ini menyebutkan sekitar 37 juta ODHA di dunia. Sementara menurut eatimasi Badan PBB yang khusus mengurusi AIDS (UNAIDS) menyebutkan di Indonesia terdapat sekitar 660 ribu ODHA.

Tidak mengherankan para kepala negara dan pemerintahan berkomitmen memerangi HIV/AIDS.

Dalam Sidang Umum PBB pada September lalu, misalnya, para pemimpin negara membuat seruan bersama mengakhiri AIDS pada 2030 dengan mengurangi hingga 75 persen jumlah orang yang terinfeksi dan melipatgandakan pemberian terapi ARV hingga 2020.

Oleh karena itu, Dirjen WHO Margareth Chan mendeklarasikan Peringatan Hari AIDS Sedunia pada 1 Desember 2015 ini dengan seruan untuk mencapai nol (Getting to Zero) untuk HIV/AIDS.

Sementara di Indonesia, Kementerian Kesehatan bersama Kementerian Perhubungan mengampanyekan pencegahan HIV/AIDS dengan tema "Perilaku Sehat".

Kampanye itu menyasar masyarakat yang rentan terinfeksi HIV/AIDS karena mobilisasi antarkota, antarprovinsi, atau antarpulau, bahkan antarnegara yang memungkinkan terjadinya penularan HIV/AIDS.

"Istilahnya 3M, men, mobile with money, salah satu kelompok masyarakat yang riskan terjangkit HIV/AIDS karena mobilitas yang tinggi," kata Direktur Eksekutif Indonesian Business Coalition on AIDS (IBCA) Ramdani Sirait yang baru saja meluncurkan buku Jangan Bawa Pulang HIV pada 30 November lalu dalam berperan serta memperingati Hari AIDS Sedunia.

Daerah peduli

Dari Aceh hingga Papua memiliki kasus HIV/AIDS. Tentu saja ini menjadi keprihatinan bangsa betapa epidemi penyakit HIV/AIDS semakin menyebar ke seluruh daerah.

Di Aceh Barat, misalnya, sejak 2006-2015 setidaknya terdapat 11 kasus HIV/AIDS. Dari data itu, kata Kepala Seksi Pengobatan dan Pencegahan pada Dinkes Aceh Barat Rasmudin, tiga penderitanya masih dalam pantauan dan selebihnya telah meninggal dunia.

Tidak hanya masyarakat umum yang terjangkit HIV/AIDS, pejabat pun ada, sebagaimana disebutkan oleh Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) NTB Soeharmanto.  Secara kumulatif jumlah penderita HIV/AIDS di NTB pada 2002 hingga 2015 sebanyak 1.083 orang. "Ada dari PNS, pejabat, dokter, perawat, dan ibu rumah tangga. Jadi semua kalangan terkena penyakit ini," katanya.

Sementara Dinkes Papua mencatat hingga akhir Juni lalu terdapat 17.639 penderita HIV/AIDS di provinsi itu. Penderita di Kabupaten Nabire mencapai 4.162 kasus, dan menurut Sekretaris KPA Papua Constant Karma, jumlah itu terbanyak dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Papua.

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa meminta pemerintah daerah lebih peduli menangani ODHA.

Ia meminta setiap pemerintah daerah menyiapkan tanah bagi pembangunan unit pelaksana teknis untuk rehabilitasi sosial ODHA. Saat ini, Kementerian Sosial hanya memiliki satu UPT di Sukabumi untuk penanganan ODHA dan baru menjangkau 1.000 orang. Kemensos menangani rehabilitasi sosial ODHA.

Khofifah juga mengingatkan masyarakat berperilaku sehat.

Apapun yang terkait dengan pola hidup yang sehat itu bisa menjaga dan menjadi langkah preventif, apalagi BPJS Kesehatan tidak menanggung sesuatu yang terjadi karena gaya hidup, seperti merokok, memakai narkoba, dan HIV-AIDS.

HIV dapat dicegah dengan sejumlah perilaku sehat seperti pencegahan penularan melalui hubungan seksual yakni abstinensia (tidak melakukan hubungan seksual), setia kepada pasangan, menggunakan kondom saat melakukan hubungan seks dengan ODHA,     mengobati pasangan seksual, dan menemukan dan mengobati secara cepat kasus infeksi menular seksual (IMS)
    
Selain itu pencegahan penularan melalui darah dan cairan tubuh yakni menggunakan jarum suntik yang steril, petugas kesehatan menerapkan kewaspadaan standar untuk menghindari kontak dengan darah dan cairan tubuh  pasien HIV pada bagian tubuh yang ada luka.

Lalu pencegahan penularan dari ibu kepada janin yakni dengan menawarkan tes IMS dan HIV kepada Ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya serta pemberian obat ARV kepada ibu hamil dengan HIV.

Pewarta: Pewarta : Budi Setiawanto

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2015