Hasil survei Center for Political Communication Studies (CPCS) menyebutkan tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin masih tinggi di tengah polemik kenaikan harga yang memicu aksi demonstrasi.

"Meskipun ramai polemik kenaikan harga, mayoritas publik masih merasa puas terhadap kepemimpinan Presiden Jokowi,” kata Direktur Eksekutif CPCS Tri Okta dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.

Dalam survei tersebut, katanya, sebanyak 79,3 persen responden merasa puas, yang  8,5 persen di antaranya menyatakan sangat puas. Sebaliknya, 18,9 persen responden merasa tidak puas, dengan 1 persen di antaranya merespons tidak puas sama sekali; sedangkan sisanya sebanyak 1,8 persen tidak tahu atau tidak menjawab.

Isu kenaikan harga sejumlah kebutuhan pokok, khususnya minyak goreng, telah berlangsung setidaknya sejak September 2021 dan diikuti dengan kelangkaan stok ketika Pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi (HET).

Pemerintah kemudian memutuskan mencabut HET yang berdampak pada kembali naiknya harga minyak goreng tetapi kelangkaan berhasil diatasi, kata Okta.

Pada 11 April, mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa untuk menolak kenaikan harga minyak goreng, kenaikan harga bahan bakar minyak non-subsidi, serta penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.

Dengan melihat tren selama setahun terakhir, menurut dia, maka kepuasan responden terhadap Jokowi justru sedang dalam masa tinggi ketika persoalan minyak goreng mengemuka. Turunnya tingkat kepuasan terhadap kinerja Jokowi justru terjadi saat gelombang kedua pandemi COVID-19 varian Omicron.

"Kenaikan harga memang menjadi masalah besar, tetapi dampak pandemi jauh lebih dirasakan publik mengingat ketatnya pembatasan sosial mempengaruhi hampir semua sektor perekonomian," tambahnya.

Meskipun demikian, lanjutnya, Pemerintah tetap harus mencari solusi atas persoalan yang menjadi perhatian publik tersebut dengan menetapkan kebijakan larangan ekspor crude palm oil (CPO) sebagai bahan baku produksi minyak goreng.

"Larangan ekspor CPO bisa menjadi instrumen yang efektif untuk mengendalikan harga minyak goreng di dalam negeri, serta menjadikan negara kita yang merupakan produsen sawit terbesar di dunia sebagai kekuatan penentu harga minyak nabati secara global," katanya.

Berkaca dari kasus larangan ekspor barang tambang mentah seperti nikel, Indonesia berhasil menekan negara-negara maju yang sebelumnya menikmati komoditas penting tersebut dengan harga murah.

"Dengan posisi Indonesia memimpin Presidensi G20, diharapkan Jokowi bisa mengambil langkah strategis untuk pemulihan ekonomi dunia pascapandemi serta menghentikan perang di Ukraina," ujarnya.

Survei CPCS, yang dilakukan pada 11-20 April 2022, melibatkan 1.200 responden mewakili 34 provinsi dengan diwawancarai secara tatap muka. Metode survei adalah multistage random sampling, dengan margin of error sekitar 2,9 persen, dan tingkat kepercayaan 95 persen.
 

Pewarta: Boyke Ledy Watra

Editor : M.Haris Setiady Agus


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022