Banda Aceh (ANTARA Aceh) - Dua warga Gampong Ie Lhop, Kecamatan Tangan-tangan, Kabupaten Aceh Barat Daya, menggugat Bupati Aceh Barat Daya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh terkait larangan aktivitas beragama.  
    
"Klien kami menggugat Bupati Aceh Barat Daya karena surat edaran yang dikeluarkannya menghambat kebebasan menjalankan ajaran Islam," ujar Andi Asrun SH, kuasa hukum dua warga Aceh Barat Daya yang menggugat Bupati, di Banda Aceh, Selasa.

Andi Asrun mengatakan, dua kliennya yang menggugat Bupati Aceh Barat Daya tersebut, yakni Usman dan Safrizal. Gugatan sudah didaftarkan ke PTUN Banda Aceh, Senin (22/2).

Sebelumnya, kata dia, Bupati Aceh Barat Daya mengeluarkan surat edaran tentang penghentian segala bentuk kegiatan aliran Tgk Maimun, aliran salafi wahabi, aliran thariqot syattariyah dan organisasi masyarakat Hizbut Tahrir Indonesia dalam wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya.

Dalam surat edaran tersebut, Bupati Aceh Barat Daya menegaskan kepada pemimpin dan pengikut serta simpatisan masing-masing aliran dan organisasi masyarakat tersebut di atas agar menghentikan segala bentuk kegiatannya di Aceh Barat Daya.

Menurut Andi Asrun, kliennya menganggap surat edaran Bupati Aceh Barat Daya tertanggal 21 Desember 2015 telah melampaui kewenangan selaku kepala daerah.

Kedua penggugat, kata dia, menyatakan hanya Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) yang berwenang mengeluarkan fatwa menyimpang atau tidaknya pelaksanaan ajaran Islam.

"Bupati Aceh Barat Daya telah melampaui kewenangan dengan mengeluarkan surat edaran penghentian aktivitas beribadah. Padahal, ulamalah yang berwenang memberikan fatwa menyimpang atau tidaknya pelaksanaan ajaran Islam," ketus dia.

Andi Asrun mengatakan, kliennya Usman merupakan pemimpin tarikat syattariyah di Gampong Ie Lhop. Sedangkan Safrizal merupakan mantan Keuchiek atau kepala gampong Ie Lhop yang diberhentikan karena menjadi pengikut tarikat syattariyah.

"Tindakan Bupati Aceh Barat Daya berbau SARA dan bertentangan dengan UUD 1945 dan ajaran agama. Dia menyebarkan fitnah. Itu akhlak tidak  mulia," ujar Andi Asrun.

Selain menggugat ke PTUN, lanjut Andi Asrun, Bupati Aceh Barat Daya juga dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskim) Polri. Bila terbukti menyebarkan fitnah dan penistaan agama, ancamannya empat tahun penjara.

Sementara itu, Usman, penggugat Bupati Aceh Barat Daya, mengatakan, dirinya dan Safrizal juga sudah mengadukan masalah ini ke Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh.

"Kami menjalankan sepenuhnya ajaran Islam. Kami shalat lima waktu, berzakat, dan naik haji. Tidak ada yang berbeda dengan umat Islam lainnya. Tidak ada yang salah dengan kami,"" ungkap Usman.

Menurut Usman, Bupati Aceh Barat Daya Jufri Hasanuddin telah merampas kewenangan ulama dengan mengeluarkan surat edaran larangan beribadah bagi umat muslim.

"Dalam rekomendasi MPU Aceh Barat Daya tidak ada yang menyimpang. Karena itu, kami menggugat Bupati Aceh Barat Daya ke PTUN," ungkap Usman menyebutkan.

Tarikat syattariyah dikembangkan di Indonesia oleh Abdul Rauf Singkel yang belajar tasawuf dan ilmu agama selama 19 tahun setelah melaksanakan haji pada tahun 1643.

Ia menetap di Arab Saudi dan berguru kepada berbagai tokoh agama dan ahli tarekat ternama. Sepeninggal Abdul Rauf Singkel, kendatipun dengan sanad yang berbeda, tarekat Syattariah dikembangkan pula oleh Habib Muda Seunagan berpusat di Seunagan, Aceh Barat pada waktu itu.

"Di masa Habib Muda Seunangan, tarikat syattariyah berkembang pesat di hampir seluruh wilayah Aceh dan nusantara pada umumnya," ungkap Andi Asrun.

Pewarta: Pewarta : M Haris SA

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2016