Blangpidie (ANTARA Aceh) - Dana desa yang diprogramkan oleh pemerintahan Joko Widodo, lebih bagus dari pada Program Nasional pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan. Kata tokoh muda Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) yang juga mantan Sekjen Ikatan Mahasiswa Muhammadyah Kota Banda Aceh. Harmansyah.
''Program dana desa yang diterapkan pemerintah sekarang lebih fokus pada pemberdayaan masyarakat melalui aparatur desa, ketimbang pemberdayaan melalui komonitas seperti di terapkan PNPM dulu,'' katanya di Blangpidie, Sabtu.
Harmansyah mengatakan, dengan diberikan dana desa melalui program pemerintah pusat. Selain dapat memberdayakan aparatur pemerintahan di desa-desa, pemerintah juga memberikan peluang pada desa dalam membangun infrastruktur, sarana dan prasaran perioritas sejalan dengan visi-misi desa atau Gampong di provinsi Aceh.
''Jadi, ketika peluang ini diberikan pemerintah pusat, tentu saja aparatur pemerintahan desa bersama masyarakat tentu menjadi lebih mudah menentukan pembangunan prioritas di desa masing-masing,'' katanya
Ia mengakui, program PNPM yang diterapkan pemerintahaan sebelumnya memiliki tujuan sama dengan program dana desa, yaitu untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia dan upaya pemerintah dalam melakukan pengentasan kemiskinan di seluruh nusantara.
''Hanya pola penerapan saja yang berbeda. Jadi, kalau program PNPM itu, selain lebih fokus komonitas, sistim pembangunan di putuskan melalui musyawarah antar desa dikecamatan melalui sistim perangkingan 10 besar di kecamatan,'' katanya
Sedangkan pola dana desa yang dikucurkan pemerintah pusat diberikan hak otonom penuh pada aparatur desa dalam menentukan pembangunan prioritas bersama masyarakat berdasarkan RPJMDes yang telah tersusun melalui usulan masyarakat dalam musyawarah desa.
''Jadi, kalau program ini tidak membutuhkan perangkingan dalam membangun, karena, semua desa di republik ini diberikan anggaran APBN oleh pemerintah, hanya saja tergantung aparatur dan masyarakat desa mengarahkan pembangunan prioritas di pedesaan,'' katanya
Selain dapat memberdayakan aparatur pemerintahaan desa, lanjutnya, program tersebut juga sangat memihak pada masyarakat bawah dipedesaan karena dapat membangun infrastruktur jalan, jembatan dan lain-lain termasuk pembangunan saluran keluarga dibelakang rumah penduduk.
''Saya menilai, bukan masyarakat dipedesaan saja yang bermamfaat dengan program dana desa ini, akan tetapi, pemerintah sendiri juga beruntung, karena program ini pelaksanaannya mengunakan sistim swakelola,'' katanya
Pembangunan dengan sistim swakelola, kata dia, selain masyarakat desa mendapat peluang pekerjaan. Dengan swakelola anggaran pembangunan kegiatan menjadi lebih murah bila dibandingkan dengan sistim proyek tender melalui rekanan.
''Jadi, kalau proyek dikerjakan rekanan itu anggaran harus banyak, karna harga pembelian kebutuhan sesuai harga yang ditentukan pemerintah. Sedangkan swakelola mengunakan harga pembelian pasar. Jadi, harga pasar lebih murah ketimbang harga pemerintah,'' katanya
Selain harga pembelian tinggi, proyek tender rekanan tersebut juga tidak dapat dikerjakan masyarakat desa, akan tetapi, buruh pekerjaan proyek tersebut ditentukan oleh pihak kontraktor.
''Kalau proyek tender rekanan menghabiskan anggaran Rp 500 juta, melalui program swakelola paling habis hanya Rp.350 juta. Coba bayangkan. Selain masyarakat desa dapat pekerjaan, anggaran pemeritah tidak menjadi boros,'' demikian Harmansyah.
''Program dana desa yang diterapkan pemerintah sekarang lebih fokus pada pemberdayaan masyarakat melalui aparatur desa, ketimbang pemberdayaan melalui komonitas seperti di terapkan PNPM dulu,'' katanya di Blangpidie, Sabtu.
Harmansyah mengatakan, dengan diberikan dana desa melalui program pemerintah pusat. Selain dapat memberdayakan aparatur pemerintahan di desa-desa, pemerintah juga memberikan peluang pada desa dalam membangun infrastruktur, sarana dan prasaran perioritas sejalan dengan visi-misi desa atau Gampong di provinsi Aceh.
''Jadi, ketika peluang ini diberikan pemerintah pusat, tentu saja aparatur pemerintahan desa bersama masyarakat tentu menjadi lebih mudah menentukan pembangunan prioritas di desa masing-masing,'' katanya
Ia mengakui, program PNPM yang diterapkan pemerintahaan sebelumnya memiliki tujuan sama dengan program dana desa, yaitu untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia dan upaya pemerintah dalam melakukan pengentasan kemiskinan di seluruh nusantara.
''Hanya pola penerapan saja yang berbeda. Jadi, kalau program PNPM itu, selain lebih fokus komonitas, sistim pembangunan di putuskan melalui musyawarah antar desa dikecamatan melalui sistim perangkingan 10 besar di kecamatan,'' katanya
Sedangkan pola dana desa yang dikucurkan pemerintah pusat diberikan hak otonom penuh pada aparatur desa dalam menentukan pembangunan prioritas bersama masyarakat berdasarkan RPJMDes yang telah tersusun melalui usulan masyarakat dalam musyawarah desa.
''Jadi, kalau program ini tidak membutuhkan perangkingan dalam membangun, karena, semua desa di republik ini diberikan anggaran APBN oleh pemerintah, hanya saja tergantung aparatur dan masyarakat desa mengarahkan pembangunan prioritas di pedesaan,'' katanya
Selain dapat memberdayakan aparatur pemerintahaan desa, lanjutnya, program tersebut juga sangat memihak pada masyarakat bawah dipedesaan karena dapat membangun infrastruktur jalan, jembatan dan lain-lain termasuk pembangunan saluran keluarga dibelakang rumah penduduk.
''Saya menilai, bukan masyarakat dipedesaan saja yang bermamfaat dengan program dana desa ini, akan tetapi, pemerintah sendiri juga beruntung, karena program ini pelaksanaannya mengunakan sistim swakelola,'' katanya
Pembangunan dengan sistim swakelola, kata dia, selain masyarakat desa mendapat peluang pekerjaan. Dengan swakelola anggaran pembangunan kegiatan menjadi lebih murah bila dibandingkan dengan sistim proyek tender melalui rekanan.
''Jadi, kalau proyek dikerjakan rekanan itu anggaran harus banyak, karna harga pembelian kebutuhan sesuai harga yang ditentukan pemerintah. Sedangkan swakelola mengunakan harga pembelian pasar. Jadi, harga pasar lebih murah ketimbang harga pemerintah,'' katanya
Selain harga pembelian tinggi, proyek tender rekanan tersebut juga tidak dapat dikerjakan masyarakat desa, akan tetapi, buruh pekerjaan proyek tersebut ditentukan oleh pihak kontraktor.
''Kalau proyek tender rekanan menghabiskan anggaran Rp 500 juta, melalui program swakelola paling habis hanya Rp.350 juta. Coba bayangkan. Selain masyarakat desa dapat pekerjaan, anggaran pemeritah tidak menjadi boros,'' demikian Harmansyah.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2016