Amat (53), petani di Desa Marlempang, Kecamatan Bendahara, Kabupaten Aceh Tamiang, hanya bisa tertegun pasrah saat melihat tanaman padi kering dan memutih setelah terendam banjir hampir sepekan.

"Rencananya besok mau di panen ternyata malamnya sudah terendam banjir hingga tenggelam," kenang Amat di areal persawahan desa itu, Sabtu.

Padahal, sambung Amat sebelum terendam banjir dia sempat mengikat rumpun padi yang sudah menguning tersebut lantaran pada rebah diguyur hujan deras. Perasaannya sudah tidak tenang, kemudian Amat mencari jasa mesin combine harvester langganannya untuk potong padi-nya. Lagi pula dia melihat sawah persis di sebelahnya sudah selesai di panen oleh combine.

Baca juga: FKBUMN Aceh dan Satgas Bencana BUMN Aceh bantu korban banjir Aceh Tamiang

Namun kebetulan mesin potong padi (mobil odong-odong) sebutan petani di sana masih di sawah petani lain. Ia pun sabar menunggu. Keesokan harinya dia kembali menghubungi operator mesin odong-odong untuk panen padinya.

"Hari itu odong-odong-nya sedang rusak tidak jalan ke sawah. Katanya besok baru bisa datang (panen) karena masih diperbaiki," ucap Amat. 

Sementara air banjir perlahan terus meninggi. Banjir di Desa Marlempang diperparah oleh tanggul sungai jebol. Seandainya Amat memilih panen padi secara tradisional (di arit) mungkin padinya selamat dari bencana banjir.

Baca juga: BPBD Nagan Raya kerahkan personel bantu korban banjir di dua kecamatan

"Memang saya tidak arit-kan, petani di sini semua sudah pakai odong-odong tidak ada lagi yang model kayak dulu (arit). Kalau dipotong pakai arit saja waktu itu mungkin sudah panen saya," sesalnya.

Secara pribadi Amat menjelaskan tanaman padi yang terendam banjir seluas 8 rante (3.200 M2). Sementara ada 300-an hektare sawah lainnya di Desa Marlempang juga bernasib sama (tenggelam). Sebagian besar petani di desa tersebut diprediksi akan mengalami gagal panen.

"Padi saya sendiri seluas 8 rante ini sudah jelas gagal panen karena terlalu lama terendam. Kalau harus tetap di panen percuma bulir padinya sudah busuk beras-nya tidak bisa dimakan juga," tukas Amat.

Baca juga: Medco salur sembako untuk korban banjir di Aceh Timur

Sekretaris Desa Marlempang Dayat mengatakan luas lahan persawahan di desanya mencapai 350 hektare dan seluruhnya rata 'disapu' banjir. Umur padi yang terendam banjir rata-rata di atas dua bulan atau menjelang panen. Pihaknya memperkirakan akan banyak petani gagal panen di musim tanam akhir tahun ini.

"Kalau melihat kondisinya gagal panen itu sebuah keniscayaan. Meski tidak semua tapi biasanya kalau sudah terendam seperti ini padi akan puso," sebutnya.

Menurut Dayat petani di wilayah Kecamatan Bendahara termasuk petani Desa Marlempang sudah sering mengalami gagal panen akibat banjir. Pihaknya berharap ada bantuan benih dari pemerintah daerah, provinsi maupun pusat untuk petani agar mereka bisa bercocok tanam kembali.

Sebelumnya Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan (Distanbunak) Kabupaten Aceh Tamiang melaporkan sekitar 4.703 hektare lahan persawahan terdampak banjir dan terancam gagal panen.

Selain padi, dinas pertanian juga mencatat tanaman pangan lain yang ikut terendam, seperti komoditi jagung seluas 60 hektare, cabai merah seluas 10 hektare dan bawang merah seluas 5 hektare.

Kepala Distanbunak Aceh Tamiang Safuan mengatakan dampak kerugian sektor pertanian yang disebabkan oleh banjir hingga hari ini belum dapat dipastikan. Namun dia memprediksikan kerugian mencapai puluhan miliar rupiah.

"Kalau kerugian khusus komoditi padi diprediksi mencapai Rp28 miliar dengan estimasi Rp7 juta/hektare. Itu belum termasuk komoditi jagung, cabai dan bawang merah," kata Safuan.

Secara terpisah, Kepala Bidang (Kabid) Produksi dan Perlindungan Tanaman Pangan Distanbunak Aceh Tamiang Yunus mengatakan per 7 November 2022 pascabanjir berangsur  surut total luas tanaman padi terdampak banjir bertambah dari 4.703 menjadi 4.749 hektare tersebar di 9 kecamatan.

Adapun empat kecamatan terparah yakni Bendahara 1.018 ha, Banda Mulia 940 ha, Karang Baru 938 ha dan Manyak Payed 607 ha. Disusul Kecamatan Seruway 658 ha, Rantau 290 ha, Kejuruan Muda 180 ha, Bandar Pusaka 74 ha dan Sekerak 44 ha. Sementara tiga kecamatan lagi Kota Kuala Simpang, Tamiang Hulu dan Tenggulun padi yang terdampak banjir nihil.

“Kecamatan Bendahara paling luas dan parah, dari 1.018 ha luas tanam seluruhnya itu terdampak banjir,” terang Yunus.
 
Menurut Yunus rata-rata komoditas padi yang terendam usia 30-90 hari setelah tanam (HST). Namun pihaknya di kabupaten tidak punya kewenangan menyatakan berapa luas padi yang berpotensi puso.

“Kalau data luas terdampak banjir sudah final 4.749 ha, enggak ada penambahan. Kalau padi puso nanti finalnya hari Selasa (15/11) dari petugas dinas pertanian provinsi Aceh yang menentukan,” ujar Yunus.

Pewarta: Dede Harison

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022