Saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) diproyeksi menguat setelah sukses menggalang dana melalui hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue,dengan mencatat pemesanan saham baru yang oversubscribed 1,4 kali.

“Ini mencerminkan antusiasme dan kepercayaan investor terhadap prospek bank syariah terbesar di Indonesia tersebut dan diikuti menguat ya saham BRIS,” kata Pengamat saham syariah Asep Muhammad Saepul Islam dalam keterangan tertulis diterima di Banda Aceh.

Ia menjelaskan jika dilihat sekilas nampak sudah mulai ada pembalikan arah dari support kuat Rp1.075-Rp1.095, yakni resisten kuat berikutnya terlihat pada pergerakan 200 harian, yakni pada level 1.430-1.440. 

“Jika ini berhasil ditembus, kemungkinan akan menguji resisten berikutnya di Rp1670–Rp1.705,” katanya.

Ia menilai  harga saham BRIS saat ini masih di bawah level harga wajar. Bila melihat dari sisi fundamental, harga wajar BRIS pada kisaran level Rp1.550 hingga Rp2.100, sehingga jika diambil rata-rata target harga analis ada di kisaran Rp1.838.

Bila melihat kurva mingguan dalam tiga bulan terakhir, kemungkinan BRIS akan menguji resistensi pada level Rp1.705. Apabila berhasil ditembus, maka nilai wajar secara fundamental pada level Rp1.835 dan berikutnya Rp1.965.

Senada dengan Mang Amsi, Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani menilai saham BRIS memiliki prospek yang sangat baik. 

Hal tersebut terbukti dengan adanya kelebihan pemesanan dari penerbitan saham baru perusahaan.

“Kinerja laporan keuangan BRIS lumayan kuat dibandingkan periode yang sama tahun lalu,” katanya

 BSI membukukan laba bersih Rp3,21 triliun pada kuartal III/2022 atau naik 42 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Capaian tersebut merupakan salah satu yang tertinggi di kelasnya.

Laba bank syariah terbesar di Indonesia itu disokong oleh indikator profitabilitas yang solid. BSI mencatat tingkat pengembalian aset (return on asset/ROA) 2,08 persen pada kuartal III/2022 atau naik 38 basis poin (bps) dibandingkan dengan posisi September 2021.

Pada periode yang sama tingkat pengembalian modal (return on equity/ROE) mencapai 17,44 persen per September 2022 atau naik 362 bps. Fungsi intermediasi bank juga tumbuh signifikan. Penyaluran pembiayaan BSI pada kuartal III/2022 mencapai Rp199,82 triliun, naik 22,35 persen yoy.

Kinerja penyaluran dana tersebut diiringi dengan perbaikan kualitas pembiayaan. Rasio nonperforming financing (NPF) gross bank turun dari 3,05 persen menjadi 2,67 persen. Begitu pula dengan NPF net yang turun dari 1,02 persen menjadi 0,59 persen.

Dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), bank membukukan pertumbuhan 11,86 persen  yoy, menjadi Rp245,18 triliun. Pertumbuhan DPK ini didorong porsi dana murah atau current account savings account(CASA) yang naik dari 55,80 persen menjadi 60,90 persen.

Kemudian biaya dana atau cost of fundturun 54 bps dari 2,1 persen per September 2021 menjadi 1,56 persen  per September 2022. Hal ini pun ikut mengerek laba BSI hingga triwulan ketiga tahun ini. 

Kinerja tersebut kata Arjun, akan berlanjut pada masa yang akan datang.

Arjun juga menilai bahwa bila melihat kinerja tersebut, harga saham BRIS terbilang under value atau di bawah harga pasar. 

“Berdasar data Infovesta, rata-rata price to book value (PBV) industri perbankan saat ini 3,51 kali. Sementara itu, PBV BRIS masih pada level 2,13 kali,” katanya.

Selain itu, BSI saat ini dalam posisi diuntungkan. Sektor perbankan tengah di atas angin karena kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia dalam beberapa bulan terakhir. 

Adapun sejak akhir perdagangan saham baru, kinerja BRIS menguat 9,96 persen, pada perdagangan Rabu (28/12), saham ditutup pada level Rp1.270.

Saham BRIS tercatat diperjualbelikan 6.110 kali dengan rata-rata nilai Rp1.275 per saham. Perusahaan mencatat kapitalisasi pasar senilai Rp58,55 triliun dengan volume saham yang diperdagangkan sebanyak 35,36 juta.

Pewarta: M Ifdhal

Editor : M Ifdhal


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022