Banda Aceh (ANTARA) - Pj Gubernur Aceh, Safrizal ZA menyatakan bahwa peristiwa musibah gempa bumi dan tsunami Aceh 2004 silam telah membukakan pintu perdamaian bagi tanah rencong yang juga sedang dalam konflik berkepanjangan.
"Tsunami telah membuka pintu perdamaian di Aceh. Konflik yang telah berlangsung selama 30 tahun, akhirnya menemui titik terang," kata Safrizal ZA di Banda Aceh, Kamis.
Pernyataan itu disampaikan dalam acara puncak peringatan 20 tahun tsunami Aceh yang bertajuk ‘Aceh Thanks The World’, di halaman Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.
Bencana tsunami, kata dia, membuka mata semua pihak bahwa perdamaian merupakan jalan terbaik untuk membangun Aceh. Kemudian, pada 15 Agustus 2005, atau hanya delapan bulan setelah tsunami, Pemerintah RI dan GAM menandatangani nota kesepahaman damai atau MoU di Helsinki, Finlandia.
"MoU Helsinki mengakhiri konflik berkepanjangan dan membuka lembaran baru bagi Aceh," ujar Safrizal.
Dirinya menyampaikan, bencana gempa dan tsunami yang melanda Aceh 20 tahun lalu merupakan ujian berat dari Allah SWT untuk Aceh
Di mana, gempa berkekuatan 9,1 skala ricter disusul gelombang tsunami telah menghantam pesisir Aceh. Dalam hitungan menit, merenggut lebih dari 170 ribu nyawa dan menghancurkan sekitar 250 ribu rumah, ratusan sekolah, puluhan rumah sakit, dan berbagai infrastruktur vital lainnya.
"Peristiwa ini meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat Aceh," katanya.
Namun, kata Safrizal, di tengah kekalutan itu, Allah SWT memperlihatkan kepada semua akan kuasa nya melalui cahaya kemanusiaan yang begitu terang.
Ketika berita tentang tsunami Aceh menyebar ke seluruh dunia, komunitas internasional bergerak dengan kecepatan dan solidaritas yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah kemanusiaan modern.
Lebih dari 60 negara, ratusan organisasi internasional, dan ribuan relawan dari berbagai penjuru dunia datang ke Aceh, membawa bantuan, harapan, dan semangat untuk bangkit kembali.
"Kita menyaksikan bagaimana dunia bersatu untuk Aceh. Kita menyaksikan bagaimana ribuan relawan internasional bekerja tanpa kenal lelah. Bahkan, ada yang sampai mengorbankan nyawa mereka demi membantu Aceh," ujarnya.
Kini, tambah dia, musibah dahsyat tersebut sudah 20 tahun berlalu, meskipun masih teringat dalam sanubari. Semuanya juga tetap harus bersyukur kepada Allah SWT, dan bersama mengucapkan terima kasih kepada dunia yang telah membantu Aceh.
"20 tahun telah berlalu, ingatan tentang bencana dahsyat itu tetap hidup dalam sanubari kita. Rasa Syukur kita kepada Allah SWT dan terima kasih kita kepada dunia tetap terpatri dalam hati kita (masyarakat Aceh)," demikian Safrizal ZA.