Tapaktuan (ANTARA Aceh) - Sekretaris daerah Aceh Selatan, H Nasjuddin memastikan bahwa pelayanan pengurusan kartu kependudukan tidak akan terganggu dengan penahanan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Tio Achriyat oleh pihak kejaksaan.

"Pelayanan terhadap masyarakat kami pastikan tetap normal seperti biasa, sama sekali tidak terganggu dengan penahanan Kadisdukcapil Tio Achriyat oleh jaksa," kata H Nasjuddin saat dikonfirmasi wartawan di Tapaktuan, Jumat.

Dikatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kepala Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II-B Tapaktuan, Irman Jaya, supaya membuka akses berkunjung bagi pegawai Disdukcapil yang ingin berkoordinasi terkait tugas kerja sehari-hari maupun untuk keperluan penandatanganan surat-surat penting yang harus ditandatangani langsung oleh bersangkutan.

"Dengan demikian maka meskipun Tio Achriyat sedang ditahan, tugas-tugas kerja dan tanggungjawab yang bersangkutan terhadap jalannya pelayanan terhadap masyarakat kami pastikan tetap berjalan normal seperti biasa," tegas Nasjuddin.

Saat  ditanya apakah ada wacana penunjukan pejabat pelaksana tugas (Plt), Nasjuddin menyatakan terkait hal ini sampai saat ini belum dilakukan, karena Pemkab Aceh Selatan masih menunggu perkembangan kelanjutan proses hukum terhadap Tio Achriyat.

"Terkait hal itu sedang kami pelajari sambil menunggu perkembangan kelanjutan proses hukum. Kami akan mengkoordinasikan terkait hal ini dengan pimpinan daerah (Bupati Aceh Selatan). Keputusan selanjutya terserah bagaimana arahan pimpinan," ujar dia.

Kadisdukcapil Aceh Selatan yang juga mantan Kadis Perhubungan Komunikasi dan informasi Aceh Selatan, Tio Achriyat bersama seorang masyarakat Labuhanhaji bernama Kafrawi ditahan Kejari Aceh Selatan pada Rabu (16/11) sore, terkait dugaan kasus korupsi.

Keterangan yang dihimpun, penahanan terhadap kedua tersangka tersebut diduga terkait pengadaan tanah lokasi pembangunan Terminal Tipe C Kecamatan Labuhanhaji seluas 17.477 meter persegi sumber anggaran APBK tahun 2010 dan 2011 senilai Rp1,2 miliar lebih.

Tim penyidik dari Satreskrim Polres Aceh Selatan sudah mengusut kasus tersebut sejak tahun 2014 dan telah dinaikkan ke tahap penyidikan pada bulan Oktober 2015.

Setelah selesai gelar perkara di Polres Aceh Selatan hingga berlanjut ke Polda Aceh, pada bulan Maret 2016, kasus ini telah dilakukan pelimpahan tahap satu ke Kejari Aceh Selatan.

Setelah melengkapi seluruh keterangan dan barang bukti, akhirnya pihak Polres Aceh Selatan kembali melakukan pelimpahan berkas perkara tahap dua pada bulan November 2016.

"Kasus itu sudah kami lakukan pelimpahan berkas tahap dua ke Kejari Aceh Selatan beberapa waktu lalu. Pelimpahan berkas tahap dua selain menyerahkan seluruh keterangan dan alat bukti juga menyerahkan tersangka," kata Kasat Reskrim Polres Aceh Selatan, Iptu Darmawanto.

Lebih lanjut dia menjelaskan, pengadaan tanah untuk pembangunan Terminal Tipe C Labuhanhaji yang dilakukan oleh Bagian Pemerintahan Setdakab Aceh Selatan, berlangsung dalam dua tahap.

Untuk tahap pertama pada tahun 2010 dibebaskan tanah seluas 9.000 meter persegi lebih dan selanjutnya tahap dua pada tahun 2011 seluas 8.000 meter persegi lebih sehingga totalnya berjumlah 17.477 meter persegi.

"Harga tanah tersebut dibayar mencapai Rp 69.000/meter persegi. Padahal berdasarkan ganti rugi Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) pengadaan tanah sesuai Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI Nomor 3 Tahun 2007, harga tanah tersebut seharusnya sebesar Rp 20.000/meter persegi. Disitulah dasar dugaan telah terjadinya penggelembungan (mark up) harga tanah tersebut," ungkap Darmawanto.

Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Aceh, kasus dugaan korupsi dengan cara penggelembungan (mark up) harga pengadaan tanah Terminal tersebut diperkirakan merugikan keuangan negara sebesar Rp 582 juta.

Pewarta: Hendrik

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2016