Jakarta (ANTARA Aceh) - Beberapa minggu terakhir ini, setiap menyaksikan ramalan cuaca di Indonesia yang ditayangkan televisi, hanya sedikit sekali terpetakan sebagai daerah dengan cerah berawan. Sebagian besar tercatat hujan ringan sampai tinggi.
      
Ancaman hujan ekstrem ini diprakirakan BMKG akan terus terjadi sampai pertengahan Februari 2016.

Indonesia yang terletak di antara dua benua dan dua samudera memang memiliki sistem cuaca dan iklim kontinen maritim yang khas.  Meskipun terjadi pergiliran yang teratur antara musim hujan dan musim kemarau, jika terjadi penyimpangan iklim, seringkali timbul aktivitas cuaca ekstrem yang memicu terjadinya bermacam-macam bencana alam akibat faktor meteorologis.

Seperti saat ini, anomali iklim telah mengakibatkan cuaca ekstrem berupa hujan di atas normal di sebagian besar wilayah Indonesia yang memicu sejumlah bencana alam, seperti angin puting beliung, banjir, dan tanah longsor yang terjadi di berbagai daerah. Banjir telah terjadi di sejumlah daerah. Bahkan terjadi banjir bandang yang diluar perkiraan sebelumnya sehingga menelan korban jiwa dan harta benda.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan cuaca ekstrem masih dapat terjadi hingga Februari  2017 karena masih aktifnya angin Monsun dingin Asia dan sejumlah faktor lainnya.

"Dengan potensi interaksi antara Monsun dingin Asia, Dipole Mode, dan kondisi cuaca regional diperkirakan kejadian cuaca ekstrem  masih dapat terjadi hingga awal 2017," kata Kepala BMKG Andi Eka Sakya.

Aktifnya Monsun (angin yang berhembus secara periodik, minimal tiga bulan dan antara periode yang satu dengan yang lain polanya akan berlawanan) dingin Asia pada akhir bulan November 2016, intensitas hujan akan meningkat di beberapa kawasan sekitar Indonesia.

Cuaca ekstrem yang terjadi dipicu oleh pertumbuhan awan konvektif lokal yang signifikan. Hal tersebut terjadi karena kondisi atmosfer yang tidak stabil akibat masih hangatnya suhu muka laut, kelembaban udara  tinggi, pertemuan dan belokan angin dan perlambatan kecepatan angin.

Banjir November sampai awal Desember  2016 terjadi Aceh Barat, Aceh Singkil, Merangin  Jambi, Pasaman Sumbar, Sambas Kalbar,  kemudian di Pulau Jawa mulai Lebak Banten,  Kota dan Kabupaten Bandung,  Sukabumi dan di Jatim yang melanda Bojonegoro, Lumajang, Kediri, Jember, dan Pamekasan,   merupakan dampak dari cuaca ekstrem tersebut.

Sejumlah sungai besar juga meluap mulai Sungai Krueng Woyla dan Krueng Meureubo di Aceh,  Batanghari di Jambi,  Seluma  di Bengkulu, Cimanuk, Citarum, Cibodas, di Jawa Barat, Ciujung di Banten, Bengawan Solo di Jateng dan Jatim.

BMKG memprakirakan hampir seluruh wilayah di Indonesia berpeluang hujan dengan intensitas sedang hingga deras sampai November 2016.

Andi Eka mengungkapkan, kalau dilihat dari peta cuaca, sampai awal November hampir seluruh Indonesia berwarna hijau gelap, bahkan merah di beberapa daerah menandakan hujan dengan intensitas sedang sampai deras di atas 300 milimeter per bulan.

Potensi hujan sedang hingga deras itu terutama di Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jabodetabek, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Maluku, Papua Barat dan Papua.

BMKG juga memprakirakan terjadinya  intensitas hujan tinggi sekali yang kemungkinan berulang terjadi di Aceh, Jambi, Bengkulu di Sumatera dan seluruh provinsi di Pulau Jawa, sebagian Kalimantan dan Sulawesi.   Daerah itu perlu mempersiapkan diri dari kemungkinan banjir dan longsor yang masih akan terjadi.

Dampak terburuk yang mungkin timbul dari cuaca ekstrem adalah tingginya curah hujan yang terus mengguyur dan berlangsung berkepanjangan. Jika ini terjadi dikhawatirkan daerah terdampak banjir akan dihadapkan kepada sejumlah kerentanan, seperti kerentanan pangan dan ekosistem.

Catatan situasi hujan ekstrem di sejumlah daerah pernah terjadi di tahun 2010 dan tampaknya tahun 2016 bisa menjadi yang terparah sepanjang 18 tahun terakhir.   
                                       
Jawa Barat

Dengan jumlah penduduk yang mencapai 47 juta jiwa, Jawa Barat yang menjadi penyangga Jabodetabek menjadi provinsi dengan beban lingkungan yang berat. Banyak pemukiman yang berdiri di lahan rawan banjir dan longsor baik di daerah kota maupun di desa.

Tekanan penduduk ke depan akan semakin besar karena dengan laju pertambahan penduduk 1,7 persen per tahun maka 30 tahun ke depan provinsi itu mempunyai penduduk lebih dari 90 juta jiwa.

Akibatnya,  sejumlah daerah tangkapan air akan berubah menjadi areal pertanian dan pemukiman.  Saat ini  hampir semua daerah aliran sungai sudah rusak parah. Wajar, peringatan BMKG juga disikapi serius sejumlah pemerintah daerah untuk meningkatkan kewasapadannya seperti Garut, Bandung,  Cianjur Sukabumi, Banjar, Bogor, dan Kuningan.

Sejumlah sungai besar di Jawa Barat mulai mengalami pendangkalan hebat sehingga beberapa jam saja saja hujan deras membuat air sungai mudah meluap.  Saat ini sungai-sungai yang berukuran sedang juga ikut-ikutan mudah meluap sehingga ancaman banjir dan longsor merata di Jawa Barat.

Sebagai contoh banjir akibat luapan Sungai Cibodas, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang terjadi Minggu (4/12) merupakan kejadian terparah selama daerah itu dilanda banjir pada musim hujan sejak 2010.

Kepala Desa Babakan Peuteuy Abdul Rohim  mengungkapkan, luapan air Sungai Cibodas mampu melewati bangunan tembok penahan tanah setinggi dua meter hingga akhirnya merendam rumah warga. Diduga pendangkalan sungai dan curah hujan yang tinggi membuat air cepat meluap.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Garut, Jawa Barat, mengingatkan masyarakat bahwa  bencana alam banjir dan tanah longsor masih terus mengancam Garut selama hujan dengan intensitas tinggi terjadi di daerah itu.

"Longsor dan banjir bandang mengancam setiap wilayah, dan kita tidak tahu kapan bencana terjadi. Jadi masyarakat harus bersiap siaga menghadapi bencana, apalagi jika wilayahnya terjadi hujan lebat," kata Kepala Seksi Kesiapsiagaan BPBD Garut, Tubagus Agus Sofyan.

Upaya BPBD dalam meminimalisasi risiko bencana alam, kata Agus, dengan memerintahkan masyarakat untuk mengungsi apabila hujan turun lebih dari tiga jam.

"Bagi yang berada di bawah bukit untuk siaga mengungsi dan jangan berdiam di rumah yang memang rawan longsor" katanya.

Sementara BPBD Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, mengimbau  warga yang wilayahnya rawan akan longsor untuk berhati-hati dan waspada, apalagi ketika hujan turun.

Kepala BPBD Kabupaten Kuningan Agus Mauludin mengatakan pihaknya  sudah mengedarkan surat imbauan kepada 361 desa dan 15 kelurahan yang ada di Kabupaten Kuningan. Di daerah itu terdapat 34 desa rawan longsor dan longsor terparah di Kabupaten Kuningan, terjadi pada 16 September lalu di Kecamatan Subang yang membuat enam rumah milik warga ambruk.

BPBD Kota Banjar, Sukabumi dan Bogor juga terus melakukan sosialisasi mitigasi bencana khususnya terkait hujan ekstrem yang bisa saja melumpuhkan kota dalam sekejap. Wilayah pemukiman di sekitar sungai menjadi prioritas agar jangan sampai muncul korban jiwa.

Peringatan BMKG harus terus digaungkan agar setiap BPBD, relawan dan masyarakat juga terus bersiaga.  Kalau perlu setiap daerah membuat simulasi penanganan bencana sesuai karaktertik bencana, apakah banjir perkotaan, banjir akibat tanggul sungai jebol,  banjir bandang, dan longsor.

Simulasi diharapkan memperkuat koordinasi antarpemangku kepentingan, menyadarkan masyarakat akan bahaya yang selalu mengancam serta mengetahui berbagai kekurangan sarana dan prasarana penanggulangan bencana.

Ke depan, setiap perencanaan untuk pemukiman dan kepentingan publik juga harus mengacu pada peta rawan bencana sehingga mencegah terjadinya kerusakan pada infrastruktur yang sudah terbangun.  

Pewarta: Budi Santoso

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2016