Peneliti di Pusat Riset Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah Kuala (PRKP USK) bekerjasama dengan PT Yakin Pasifik Tuna mengembangkan kosmetik antiaging dari kolagen limbah ikan tuna, dalam upaya mengurangi limbah hasil pengolahan ikan.
“Menurut para ahli, limbah ikan tuna memiliki kandungan kolagen yang sangat tinggi,” kata Ketua PRKP USK Dr Haekal Azief Haridhi di Banda Aceh, Senin.
Ia menjelaskan program tersebut didanai oleh matching fund Kedaireka dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemenristek Dikti, yang telah berlangsung sejak Agustus hingga November 2023.
Baca juga: Perusahaan binaan BRIN di Aceh kembangkan tiga produk baru dari nilam, patut didukung
Menurut dia, program itu bertujuan untuk mengurangi dan mengolah limbah hasil dari pengolahan ikan tuna, pemanfaatan limbah perikanan menjadi produk yang bermanfaat dan bernilai ekonomis, serta meningkatkan nilai dan harga jual limbah perikanan.
“Program ini merupakan salah satu upaya dalam mendukung prinsip blue economy, yaitu upaya untuk menjamin kelestarian sumber daya lingkungan pesisir dan laut serta mendorong pertumbuhan ekonomi di industri kelautan dan perikanan,” ujarnya.
Kata dia, PT Yakin Pasifik Tuna yang berlokasi di kawasan Lampulo, Banda Aceh berkontribusi dalam memilah, menyimpan dan menyuplai limbah tuna secara konsisten kepada PRKP USK.
Sedangkan peneliti dari PRKP USK bersama mahasiswa MBKM riset dan magang berperan untuk mengolah limbah tuna menjadi kolagen, kemudian memformulasikan dan menguji kosmetika dengan kandungan kolagen tersebut sebagai agen antiaging.
“Kolagen berkhasiat untuk mencegah keriput, meningkatkan kelembaban kulit, menjaga kulit dari radikal bebas dan menjaga kekencangan serta elastisitas kulit,” ujarnya.
Ia menambahkan, produksi kolagen di Indonesia masih tergolong rendah dan umumnya diperoleh dari hasil impor. Sebagian besar kolagen komersil yang umum digunakan berupa kolagen berbasis ternak atau bersumber dari kulit sapi dan babi.
Namun, lanjut dia, sumber kolagen berbasis ternak tersebut memiliki keterbatasan dalam agama dan resiko penularan penyakit terhadap manusia.
“Sehingga kolagen dari limbah perikanan yang berbasis marine dapat menjadi salah satu alternatif pengganti yang baik,” ujarnya.
Baca juga: Perusahaan kosmetik binaan BRIN kembangkan produk baru nilam
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023
“Menurut para ahli, limbah ikan tuna memiliki kandungan kolagen yang sangat tinggi,” kata Ketua PRKP USK Dr Haekal Azief Haridhi di Banda Aceh, Senin.
Ia menjelaskan program tersebut didanai oleh matching fund Kedaireka dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemenristek Dikti, yang telah berlangsung sejak Agustus hingga November 2023.
Baca juga: Perusahaan binaan BRIN di Aceh kembangkan tiga produk baru dari nilam, patut didukung
Menurut dia, program itu bertujuan untuk mengurangi dan mengolah limbah hasil dari pengolahan ikan tuna, pemanfaatan limbah perikanan menjadi produk yang bermanfaat dan bernilai ekonomis, serta meningkatkan nilai dan harga jual limbah perikanan.
“Program ini merupakan salah satu upaya dalam mendukung prinsip blue economy, yaitu upaya untuk menjamin kelestarian sumber daya lingkungan pesisir dan laut serta mendorong pertumbuhan ekonomi di industri kelautan dan perikanan,” ujarnya.
Kata dia, PT Yakin Pasifik Tuna yang berlokasi di kawasan Lampulo, Banda Aceh berkontribusi dalam memilah, menyimpan dan menyuplai limbah tuna secara konsisten kepada PRKP USK.
Sedangkan peneliti dari PRKP USK bersama mahasiswa MBKM riset dan magang berperan untuk mengolah limbah tuna menjadi kolagen, kemudian memformulasikan dan menguji kosmetika dengan kandungan kolagen tersebut sebagai agen antiaging.
“Kolagen berkhasiat untuk mencegah keriput, meningkatkan kelembaban kulit, menjaga kulit dari radikal bebas dan menjaga kekencangan serta elastisitas kulit,” ujarnya.
Ia menambahkan, produksi kolagen di Indonesia masih tergolong rendah dan umumnya diperoleh dari hasil impor. Sebagian besar kolagen komersil yang umum digunakan berupa kolagen berbasis ternak atau bersumber dari kulit sapi dan babi.
Namun, lanjut dia, sumber kolagen berbasis ternak tersebut memiliki keterbatasan dalam agama dan resiko penularan penyakit terhadap manusia.
“Sehingga kolagen dari limbah perikanan yang berbasis marine dapat menjadi salah satu alternatif pengganti yang baik,” ujarnya.
Baca juga: Perusahaan kosmetik binaan BRIN kembangkan produk baru nilam
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023