Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong (DPMG) Aceh menyebut realisasi penyaluran dana desa tahun anggaran 2023 di provinsi itu mencapai Rp4,92 triliun atau 99,92 persen dengan arah penggunaan untuk berbagai program pemberdayaan ekonomi, ketahanan pangan, infrastruktur hingga bantuan sosial pengentasan kemiskinan.
“Alhamdulillah realisasi tahun ini sedikit lebih baik dari tahun 2022 kemarin. Tahun kemarin sekitar 99,80-an persen, ini 99,92 persen. Saya kira ini sudah maksimal,” kata Kepala DPMG Aceh Zulkifli di Banda Aceh, Kamis.
Pada 2023, dia menjelaskan, Aceh mendapat alokasi dana desa sebesar Rp4,76 triliun untuk 6.495 gampong (desa) di seluruh Aceh, dan mendapat tambahan sekitar Rp168 miliar, sehingga total dana desa sebesar Rp4,93 triliun.
Penyaluran dana desa terbagi dua, yaitu regular dan bantuan langsung tunai (BLT) yang prioritas masyarakat kemiskinan ekstrem. Dana desa tersebut juga dicairkan dalam tiga tahapan.
Hingga akhir tahun, kata dia, ada tujuh desa yang tidak melakukan pencairan secara tuntas yaitu, terdapat tiga desa tidak cair tahap satu, kemudian terakumulasi menjadi enam desa tidak cair tahap dua, serta berakumulasi menjadi tujuh desa yang tidak cair tahap tiga.
“Tapi kita lihat pencairan ini sudah sangat maksimal. Ini relatif sangat sedikit, hanya satu dua desa yang tidak cair dari 6.495 desa, masih dalam kategori bisa dimaklumi,” ujarnya.
Menurut dia, tujuh dari 6.495 desa yang tidak menuntaskan pencairan dana desa itu karena tidak ada kesepakatan APBDes, tidak menyelesaikan laporan pertanggungjawaban (LPJ) keuangan dana desa sebagai syarat pencairan tahap selanjutnya, serta satu gampong yang tidak berpenduduk yakni Gampong Pulo Bunta.
“Satu desa yang tidak berpenduduk ini memang dari tahun ke tahun tidak terealisasi. Dulu ada tiga desa, tapi pada tahun 2023 dua desa tidak dialokasikan lagi dana desa, namun satu Desa Pulo Bunta ini masih dialokasi, tapi nyatanya juga tidak bisa terealisasi,” ujarnya.
Ia menambahkan ada tiga prioritas penggunaan dana desa 2023, yakni pemulihan ekonomi nasional skala desa seperti pengembangan BUMDes, desa wisata hingga usaha ekonomi produktif yang dikelola BUMDes.
Kemudian, program prioritas nasional skala desa seperti ketahanan pangan, pencegahan dan penurunan stunting, dan beberapa program lainnya. Serta penggunaan untuk mitigasi dan penanganan bencana baik alam maupun non alam skala desa.
Kata Zulkifli, arah penggunaan dana desa tersebut telah mengakomodir skala prioritas yang ditetapkan melalui Permendes. Hanya saja, pemerintah desa perlu meningkatkan kualitas dari setiap program yang dijalankan menggunakan dana desa.
“Salah satu contohnya seperti untuk stunting ada Rp300-an miliar dana desa, tapi kenyataannya banyak anggaran di situ yang belum fokus pada penurunan stunting, sehingga penurunan stunting di Aceh dari berbagai sumber dana masih sangat kecil,” ujarnya.
Begitu juga dengan ketahanan pangan, yang harus memperhatikan tiga prinsip dasar yaitu ketersediaan pangan, keterjangkauan, dan pemanfaatan pangan, dalam memanfaatkan minimal 20 persen desa dana untuk ketahanan pangan.
“Jangan hanya membeli itik dua tiga ekor dibagi per rumah, itu bukan ketahanan pangan namanya. Jadi dari sisi substansi masih perlu kita edukasi supaya lebih tepat sasaran, tepat fokus, tepat lokus, tepat anggaran, tepat waktu, supaya ada dampak, tidak hanya output, tapi kita harapkan ada outcome dari dana desa ini,” ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024
“Alhamdulillah realisasi tahun ini sedikit lebih baik dari tahun 2022 kemarin. Tahun kemarin sekitar 99,80-an persen, ini 99,92 persen. Saya kira ini sudah maksimal,” kata Kepala DPMG Aceh Zulkifli di Banda Aceh, Kamis.
Pada 2023, dia menjelaskan, Aceh mendapat alokasi dana desa sebesar Rp4,76 triliun untuk 6.495 gampong (desa) di seluruh Aceh, dan mendapat tambahan sekitar Rp168 miliar, sehingga total dana desa sebesar Rp4,93 triliun.
Penyaluran dana desa terbagi dua, yaitu regular dan bantuan langsung tunai (BLT) yang prioritas masyarakat kemiskinan ekstrem. Dana desa tersebut juga dicairkan dalam tiga tahapan.
Hingga akhir tahun, kata dia, ada tujuh desa yang tidak melakukan pencairan secara tuntas yaitu, terdapat tiga desa tidak cair tahap satu, kemudian terakumulasi menjadi enam desa tidak cair tahap dua, serta berakumulasi menjadi tujuh desa yang tidak cair tahap tiga.
“Tapi kita lihat pencairan ini sudah sangat maksimal. Ini relatif sangat sedikit, hanya satu dua desa yang tidak cair dari 6.495 desa, masih dalam kategori bisa dimaklumi,” ujarnya.
Menurut dia, tujuh dari 6.495 desa yang tidak menuntaskan pencairan dana desa itu karena tidak ada kesepakatan APBDes, tidak menyelesaikan laporan pertanggungjawaban (LPJ) keuangan dana desa sebagai syarat pencairan tahap selanjutnya, serta satu gampong yang tidak berpenduduk yakni Gampong Pulo Bunta.
“Satu desa yang tidak berpenduduk ini memang dari tahun ke tahun tidak terealisasi. Dulu ada tiga desa, tapi pada tahun 2023 dua desa tidak dialokasikan lagi dana desa, namun satu Desa Pulo Bunta ini masih dialokasi, tapi nyatanya juga tidak bisa terealisasi,” ujarnya.
Ia menambahkan ada tiga prioritas penggunaan dana desa 2023, yakni pemulihan ekonomi nasional skala desa seperti pengembangan BUMDes, desa wisata hingga usaha ekonomi produktif yang dikelola BUMDes.
Kemudian, program prioritas nasional skala desa seperti ketahanan pangan, pencegahan dan penurunan stunting, dan beberapa program lainnya. Serta penggunaan untuk mitigasi dan penanganan bencana baik alam maupun non alam skala desa.
Kata Zulkifli, arah penggunaan dana desa tersebut telah mengakomodir skala prioritas yang ditetapkan melalui Permendes. Hanya saja, pemerintah desa perlu meningkatkan kualitas dari setiap program yang dijalankan menggunakan dana desa.
“Salah satu contohnya seperti untuk stunting ada Rp300-an miliar dana desa, tapi kenyataannya banyak anggaran di situ yang belum fokus pada penurunan stunting, sehingga penurunan stunting di Aceh dari berbagai sumber dana masih sangat kecil,” ujarnya.
Begitu juga dengan ketahanan pangan, yang harus memperhatikan tiga prinsip dasar yaitu ketersediaan pangan, keterjangkauan, dan pemanfaatan pangan, dalam memanfaatkan minimal 20 persen desa dana untuk ketahanan pangan.
“Jangan hanya membeli itik dua tiga ekor dibagi per rumah, itu bukan ketahanan pangan namanya. Jadi dari sisi substansi masih perlu kita edukasi supaya lebih tepat sasaran, tepat fokus, tepat lokus, tepat anggaran, tepat waktu, supaya ada dampak, tidak hanya output, tapi kita harapkan ada outcome dari dana desa ini,” ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024