Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Aceh mencatat sebanyak 36.035 pasangan pengantin di provinsi paling barat Indonesia itu melangsungkan pernikahan sepanjang tahun 2023.
Ketua Tim Bina Kantor Urusan Agama (KUA) dan Keluarga Sakinah Bidang Urusan Agama Islam (Urais) Kemenag Aceh Khairuddin, Jumat, mengatakan angka pernikahan di Aceh itu sedikit menunjukkan penurunan dibanding tahun sebelumnya.
“Selama tahun 2023 ada 36.035 pasangan yang menikah di Aceh. Angka ini menurun jika dibandingkan dengan tahun lalu. Kemarin (2022) sekitar 37 ribu sekian pasangan,” kata Khairuddin di Banda Aceh.
Baca juga: Akhiri HAB 78, Kemenag Aceh Besar gelar doa bersama untuk Palestina
Angka pernikahan itu tercatat di 279 Kantor Urusan Agama yang tersebar di seluruh daerah berjulukan Tanah Rencong itu mulai dari periode Januari hingga Desember 2023.
Ia menjelaskan, angka pernikahan di Aceh memang menunjukkan penurunan dalam tiga tahun terakhir. Terutama setelah diberlakukan undang-undang nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Sebelumnya, batas usia minimal bagi wanita untuk menikah yakni 16 tahun. Kemudian batas usia minimal itu mengalami perubahan dalam undang-undang nomor 16 tahun 2019 menjadi 19 tahun atau sama dengan usia batas minimal pria.
Ia menilai, perubahan batas usia minimal tersebut menjadi salah satu faktor penyebab menurunnya angka pernikahan di Aceh, maupun penurunan secara nasional.
“Karena masyarakat kita itu hampir setengahnya pernikahan itu di usia 18 tahun. Jadi menunggu usia 19 tahun, tentu terjadi penurunan (angka pernikahan). Itu salah satunya yang jadi penyebab,” ujarnya.
Di sisi lain, dia menambahkan, di tengah masyarakat Aceh juga masih banyak ditemukan pasangan yang menikah tanpa melakukan pencatatan nikah di KUA. Sementara, regulasi mewajibkan agar setiap perkawinan di Indonesia harus dilakukan pencatatan oleh negara.
“Kita tidak mendata tentang itu, tapi berdasarkan fenomena, informasi yang kita dengar, kita lihat masih ada, masih banyak (pernikahan tanpa pencatatan),” ujarnya.
Menurutnya ada beberapa alasan warga tidak melakukan pencatatan nikah, mulai menikah akibat tertangkap melakukan perbuatan mesum, hingga seseorang yang menikah lagi tanpa persetujuan istri.
“Ada juga orang menikah di tempat lain, lalu dibawa ke sini, juga tidak tercatat. Ini yang masih berkembang di tengah masyarakat. Mereka sebenarnya bisa dicatat dan perlu mengikuti syarat-syarat yang ada,” ujarnya.
Baca juga: Kemenag rilis aplikasi Pegon Virtual Keyboard dan Rumah Kitab, begini penjelasannya
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024
Ketua Tim Bina Kantor Urusan Agama (KUA) dan Keluarga Sakinah Bidang Urusan Agama Islam (Urais) Kemenag Aceh Khairuddin, Jumat, mengatakan angka pernikahan di Aceh itu sedikit menunjukkan penurunan dibanding tahun sebelumnya.
“Selama tahun 2023 ada 36.035 pasangan yang menikah di Aceh. Angka ini menurun jika dibandingkan dengan tahun lalu. Kemarin (2022) sekitar 37 ribu sekian pasangan,” kata Khairuddin di Banda Aceh.
Baca juga: Akhiri HAB 78, Kemenag Aceh Besar gelar doa bersama untuk Palestina
Angka pernikahan itu tercatat di 279 Kantor Urusan Agama yang tersebar di seluruh daerah berjulukan Tanah Rencong itu mulai dari periode Januari hingga Desember 2023.
Ia menjelaskan, angka pernikahan di Aceh memang menunjukkan penurunan dalam tiga tahun terakhir. Terutama setelah diberlakukan undang-undang nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Sebelumnya, batas usia minimal bagi wanita untuk menikah yakni 16 tahun. Kemudian batas usia minimal itu mengalami perubahan dalam undang-undang nomor 16 tahun 2019 menjadi 19 tahun atau sama dengan usia batas minimal pria.
Ia menilai, perubahan batas usia minimal tersebut menjadi salah satu faktor penyebab menurunnya angka pernikahan di Aceh, maupun penurunan secara nasional.
“Karena masyarakat kita itu hampir setengahnya pernikahan itu di usia 18 tahun. Jadi menunggu usia 19 tahun, tentu terjadi penurunan (angka pernikahan). Itu salah satunya yang jadi penyebab,” ujarnya.
Di sisi lain, dia menambahkan, di tengah masyarakat Aceh juga masih banyak ditemukan pasangan yang menikah tanpa melakukan pencatatan nikah di KUA. Sementara, regulasi mewajibkan agar setiap perkawinan di Indonesia harus dilakukan pencatatan oleh negara.
“Kita tidak mendata tentang itu, tapi berdasarkan fenomena, informasi yang kita dengar, kita lihat masih ada, masih banyak (pernikahan tanpa pencatatan),” ujarnya.
Menurutnya ada beberapa alasan warga tidak melakukan pencatatan nikah, mulai menikah akibat tertangkap melakukan perbuatan mesum, hingga seseorang yang menikah lagi tanpa persetujuan istri.
“Ada juga orang menikah di tempat lain, lalu dibawa ke sini, juga tidak tercatat. Ini yang masih berkembang di tengah masyarakat. Mereka sebenarnya bisa dicatat dan perlu mengikuti syarat-syarat yang ada,” ujarnya.
Baca juga: Kemenag rilis aplikasi Pegon Virtual Keyboard dan Rumah Kitab, begini penjelasannya
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024