Langsa (ANTARA Aceh) - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Langsa, Provinsi Aceh, T Ratna Laila Sari, SH di Langsa, Selasa mengemukakan, proses kesetaraaan gender di provinsi berjuluk Serambi Mekkah, telah berlangsung sejak ratusan tahun lampau. Karenanya, sangatlah pantas bila wanita di propinsi paling ujung pulau sumatera itu disebut sebagai pelopor emansipasi dunia.
 
''Ratusan tahun lalu, tokoh wanita Aceh sudah menjabat sejumlah posisi penting dalam struktur kerajaan Aceh Darussalam. Ini menunjukan bahwa wanita Aceh sebagai pelopor emansipasi di dunia ini,'' katanya.
 
Menurut politisi Partai Demokrat ini, sosok Laksamana Malahayati merupakan seorang perempuan Aceh yang begitu kesohor sebagai panglima angkatan laut Kesultanan Aceh.
 
Bila merujuk literarur sejarah, lanjut dia, Laksamana Malahayati merupakan panglima perang wanita pertama di dunia.
 
Selain Malahayati, terdapat nama Cut Meutia, Cut Nyak Dhein, Sultanah Ratu Safiatuddin, Ratu Inayatsyah, Po Cut Baren dan lainnya yang kesemua itu merupakan pemimpin pergolakan yang merupakan wanita hebat dimasanya.
 
''Aceh punya banyak wanita tangguh. Sejarah telah mencatat bahwa kesetaraan gender dalam struktur pemerintahan kerajaan Aceh sudah dijabat oleh sejumlah wanita handal. Ini merupakan bentuk emansipasi wanita,'' papar Ratna Laila Sari.
 
Dikatakan, jauh sebelum RA Kartini menggelolarakan kesetaraan kaum hawa di tanah Jawa, wanita Aceh sudah tidak lagi berkutat pada persoalan rumah tangga semata. Bukti sejarah seperti pejuang wanita tersebut di atas, menunjukan kaum perempuan telah masuk dalam berbagai lini pemerintahan dan pembangunan daerahnya.
 
Dalam konteks kekinian, sambung Ratna, wanita Aceh juga terus memiliki peran serta dalam ragam pembangunan. Tingkat pendidikannya juga semakin tinggi. Teranyar, Illaza Sa’aduddin Jamal yang menjabat Walikota Banda Aceh, walau kemudian tidak lagi terpilih pada Pilkada 2017.
 
''Perempuan semakin memiliki tempat dibanyak profesi, baik sebagai guru, birokrat, pemimpin rakyat, anggota parlemen, ekonom dan pengusaha. Walau masih ada pula sebagaian lain yang belum berkesempatan untuk itu,'' jelas Ratna.
 
Parlemen Aceh minim perempuan

Walau Aceh bisa dikatakan sebagai pelopor emansipasi, Ratna merasa miris dengan kondisi kekinian di Aceh. Pasalnya, parlemen di Aceh--baik DPRA maupun DPRK—masih terbilang minim dihuni kaum wanita.
 
Ia mencontohkan, DPRK Langsa pada Pileg 2009, terdapat empat orang wanita sebagai wakil rakyat. Akan tetapi Pileg 2014, anggota parlemen dari keterwakilan gender hanya tinggal dua orang dari jumlah 25 orang anggota dewan atau terjadi penurun sebanyak 50 persen.
 
Ratna merasa perlu adanya pendidikan politik yang lebh baik lagi kepada kaum perempuan di Aceh, sehingga Pileg tahun 2019 bisa melahirkan lebih banyak wanita hebat yang mewakili aspirasi rakyat di semua jenjang atau tingkat lembaga parlemen di Aceh.
 
Untuk itu, ia memandang perlu dilakukan pelatihan, seminar, worshop dan kerja nyata guna meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan daerah. Tentu tidak melupakan kodratnya sebagai seorang isteri dan ibu yang berkewajiban mengurus keluarganya.
 
''Saya kerap mengikuti pelatihan kesetaraan gender, memang ada kecenderungan perempuan itu kurang aktif. Ini menjadi kendala yang harus terus diupayakan sehingga kaum hawa bisa berseinergi dengan pria dalam proses politik maupun pembangunan,'' ulas ibu empat anak ini.
 
Peran peremuan dalam pembangunan

Berdasarkan statistik penduduk, jumlah perempuan di Indonesia sebanyak 50,3 persen. Ini menunjukan wanita lebih banyak pupolasinya ketimbang pria. Dengan jumlah yang sedemikian itu, kata dia, maka perlu diberdayakan sebagai subjek maupun objek pembangunan bangsa.
 
Dalam pandangan Ratna, perempuan memiliki peranan strategis dalam menyukseskan pembangunan melalui keluarga;  perempuan merupakan benteng utama dalam keluarga. Peningkatakan sumber daya manusia, katanya, dimulai dari peran perempuan dalam memberikan pendidikan kepada anaknya sebagai generasi penerus bangsa.
 
Selanjutnya, dalam hal pendidikan. Dimana, jumlah perempuan yang sedemikian besar merupakan aset dan problematika di bidang ketenaga kerjaan. ''Dengan menggelola potensi perempuan melalui pendidikan dan pelatihan, maka tenaga kerja perempuan semakin menempati posisi yang lebih terhormat untuk memapu mengangkat derajat bangsa,'' urai Ratna.
 
Kemudian, pada bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi akan memacu pertumbuhan industri dan peningkatan pemenuhan kehidupan serta kualitas hidup. Di sektor ini perempuan dapat membantu peningkatan ekonomi keluarga melalui berbagai jalur, baik kewirausahaan maupun sebagai tenaga kerja yang terdidik.
 
Selaku anggota DPRK yang merupakan representatif rakyat, Ratna  mengaku terus berjuang untuk melakukian berbagai upaya agar kesejahteraan kaum perempuan bisa terwujud. Peranan perempuan dalam membantu ekonomi keluarga sangat tergantung pada keahlian yang dimiliki. Karenanya, perlu diperbanyak pelatihan keterampilan hidup bagi kaum perempuan baik remaja putri maupun ibu rumah tangga.
 
''Pelatihan kewirausahaan berbasis keterampilan tentu mutlak harus dilakukan. Kita di DPRK terus mendorong instansi terkait untuk melalukan hal itu guna meningkatkan tarah hidup kaum perempuan,'' tandas Ratna.
 
Terakhir, Bendahara Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Kota Langsa ini mengantungkan harapan besar kepada para pemangku kepentingan di Aceh dan Indonesia, agar emansipasi wanita tidak hanya pada kesempatan kerja semata. Melainkan, lebih pada taraf pengambilan kebijakan di suatu daerah.
 
''Ibu Megawati pernah jadi Presiden. Ini yang perlu kita beri pemahaman kepada semua pihak bahwa wanita memiliki naluri memimpin dan seni dalam kepemimpinan sehingga masuk dalam lingkaran pengambil kebijakan untuk membaangun daerah dan bangsa ini,'' pungkas T Ratna Laila Sari.

Pewarta: Putra Zulfirman

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2017