Sebanyak 35 khatib masjid di Kabupaten Aceh Timur dibekali materi Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Nomor 3 Tahun 2022 tentang perburuan dan perdagangan satwa liar menurut perspektif syariat Islam.
Ketua MPU Aceh Timur Tgk H Mukhtar Ibrahim di Aceh Timur, Selasa, mengatakan dengan adanya pembekalan tersebut para khatib dapat menyampaikannya ke masyarakat, baik melalui majelis taklim maupun mimbar jumat.
"Hukum membunuh binatang atau hewan, khususnya satwa liar yang dilindungi undang-undang adalah haram,” kata Tgk H Mukhtar Ibrahim yang akrab disapa Abati Aramiah.
Baca: Aktivis sebut sindikat penjahat lingkungan incar satwa lindung di Aceh
Pernyataan tersebut disampaikan Tgk H Mukhtar Ibrahim pembekalan yang dilaksanakan Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) bekerja sama dengan Yayasan Konservasi Alam Timur Aceh (Yakata) dan Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Aceh Timur.
Para khatib masjid yang mengikuti pembekalan tersebut di antaranya dari daerah yang bersinggungan dengan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dan sering dilanda konflik satwa liar seperti Kecamatan Simpang Jernih, Peunaron, Serbajadi, Ranto Peureulak, Banda Alam, Birem Bayeun, dan Indra Makmur.
Baca: BKSDA catat konflik satwa lindung di Aceh capai 787 kali dalam lima tahun terakhir
Menurut Abati Aramiah, para orang tua terdahulu hidup berdampingan dengan satwa dilindungi, seperti gajah dan harimau. Namun, sekarang sebagian orang justru menganggap satwa tersebut sebagai hama.
Oleh karena itu, Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) Aceh Timur tersebut mengharapkan masyarakat yang hidupnya berdampingan dengan kawasan hutan terutama Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) untuk tidak membuka lahan secara sembarangan
Sebab, kata Abati Aramiah, tidak tertutup kemungkinan di dalam lokasi lahan yang baru dibuka tersebut merupakan habitat berbagai satwa dilindungi serta terancam punah.
Baca: Walhi catat 23 interaksi negatif satwa lindung di Aceh Timur
"Kami berharap para khatib masjid dapat menyampaikan Fatwa MPU Aceh tersebut kepada masyarakat. Tujuannya, untuk kelestarian satwa lindung tersebut seperti gajah, harimau, orang utan, dan badak," kata Tgk H Mukhtar Ibrahim.
Sementara itu, Legal Advokasi Yayasan HAkA Nurul Ikhsan menyatakan fatwa ulama tersebut harus disebarluaskan ke masyarakat. Selama ini, akses informasi masih terbatas terutama berkaitan tentang satwa liar dilindungi.
"Banyak masyarakat kita yang belum mengetahui ada beberapa satwa yang terancam punah, sehingga harus dilindungi. Keberadaan mereka sangat penting karena mampu menjaga keseimbangan ekosistem," kata Nurul Ikhsan.
Baca: Sempat dirawat, Rangers di Pidie meninggal dunia usai diamuk gajah
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024
Ketua MPU Aceh Timur Tgk H Mukhtar Ibrahim di Aceh Timur, Selasa, mengatakan dengan adanya pembekalan tersebut para khatib dapat menyampaikannya ke masyarakat, baik melalui majelis taklim maupun mimbar jumat.
"Hukum membunuh binatang atau hewan, khususnya satwa liar yang dilindungi undang-undang adalah haram,” kata Tgk H Mukhtar Ibrahim yang akrab disapa Abati Aramiah.
Baca: Aktivis sebut sindikat penjahat lingkungan incar satwa lindung di Aceh
Pernyataan tersebut disampaikan Tgk H Mukhtar Ibrahim pembekalan yang dilaksanakan Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) bekerja sama dengan Yayasan Konservasi Alam Timur Aceh (Yakata) dan Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Aceh Timur.
Para khatib masjid yang mengikuti pembekalan tersebut di antaranya dari daerah yang bersinggungan dengan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dan sering dilanda konflik satwa liar seperti Kecamatan Simpang Jernih, Peunaron, Serbajadi, Ranto Peureulak, Banda Alam, Birem Bayeun, dan Indra Makmur.
Baca: BKSDA catat konflik satwa lindung di Aceh capai 787 kali dalam lima tahun terakhir
Menurut Abati Aramiah, para orang tua terdahulu hidup berdampingan dengan satwa dilindungi, seperti gajah dan harimau. Namun, sekarang sebagian orang justru menganggap satwa tersebut sebagai hama.
Oleh karena itu, Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) Aceh Timur tersebut mengharapkan masyarakat yang hidupnya berdampingan dengan kawasan hutan terutama Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) untuk tidak membuka lahan secara sembarangan
Sebab, kata Abati Aramiah, tidak tertutup kemungkinan di dalam lokasi lahan yang baru dibuka tersebut merupakan habitat berbagai satwa dilindungi serta terancam punah.
Baca: Walhi catat 23 interaksi negatif satwa lindung di Aceh Timur
"Kami berharap para khatib masjid dapat menyampaikan Fatwa MPU Aceh tersebut kepada masyarakat. Tujuannya, untuk kelestarian satwa lindung tersebut seperti gajah, harimau, orang utan, dan badak," kata Tgk H Mukhtar Ibrahim.
Sementara itu, Legal Advokasi Yayasan HAkA Nurul Ikhsan menyatakan fatwa ulama tersebut harus disebarluaskan ke masyarakat. Selama ini, akses informasi masih terbatas terutama berkaitan tentang satwa liar dilindungi.
"Banyak masyarakat kita yang belum mengetahui ada beberapa satwa yang terancam punah, sehingga harus dilindungi. Keberadaan mereka sangat penting karena mampu menjaga keseimbangan ekosistem," kata Nurul Ikhsan.
Baca: Sempat dirawat, Rangers di Pidie meninggal dunia usai diamuk gajah
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024