Majelis Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat mencecar Abdurrani selaku Ketua Satuanb Tugas Penanganan Pengungsi Rohingya Kabupaten Aceh Barat, dalam lanjutan sidang dugaan penyelundupan puluhan etnis Rohingya berlangsung pada Selasa siang.
Sidang yang di pimpin oleh Hakim Ketua Faridh Zuhri dan hakim anggota masing-masing Riski Siregar dan M Imam tersebut berlangsung sekitar satu jam lebih.
Dalam pemeriksaannya, hakim ketua Faridh Zuhri mencecar sejumlah pertanyaan kepada Abdurrani, yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kabupaten Aceh Barat terkait kabur nya puluhan etnis Rohingya dari penampungan sementara di belakang Kompleks Kantor Bupati Aceh Barat.
“Saya tidak tahu yang mulia, mengapa semua warga Rohingya melarikan diri,” kata Abdurrani.
Baca juga: Seluruh etnis Rohingya melarikan diri dari penampungan di Aceh Barat, kok bisa?
Mendengar jawaban tersebut, hakim berpendapat kabur nya puluhan etnis Rohingya tersebut sangat tidak masuk akal, karena para imigran tersebut terjadi selama beberapa kali dan selama ini diketahui terdapat penjagaan oleh petugas dari pemerintah daerah.
Dalam penjelasannya, Abdurrani mengatakan hingga kini seluruh imigran Rohingya yang di tampung di penampungan tidak lagi berada di Kabupaten Aceh Barat, karena telah melarikan diri.
Namun dalam penjelasannya, Abdurrani mengaku tidak tahu secara pasti mengapa para imigran tersebut melarikan diri.
Penjelasan Abdurrani kemudian terus menjadi sorotan dan pertanyaan dari majelis hakim karena keterangannya sebagai saksi tidak masuk akal, karena diduga membiarkan para etnis Rohingya melarikan diri dari penampungan.
Selain itu, Abdurrani dalam keterangannya berpendapat bahwa selama ini penanganan imigran Rohingya terdapat dalam surat keputusan (SK) yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, dan Ketua Pengadilan Negeri Meulaboh Faridh Zuhri termasuk sebagai pengarah karena berasal dari unsur Forkompimda Aceh Barat.
Mendengar penjelasan tersebut, hakim Faridh Zuhri mengaku tidak pernah mendapatkan SK tersebut dan sama sekali tidak pernah mengetahuinya, serta tidak pernah membacanya.
Baca juga: Empat penyelundup Rohingya ke Aceh Barat didakwa langgar UU Keimigraisan, terancam penjara 15 tahun
Abdurrani kemudian meminta maaf kepada majelis karena SK tersebut tidak diterima oleh Ketua Pengadila Negeri Meulaboh karena kesalahan stafnya yang mengantar surat, sehingga surat tersebut tidak sampai.
Mendengar penjelasan tersebut majelis hakim kembali mencecar Abdurrani bahwa komunikasi yang dilakukan pemerintah daerah dengan Forkompimda kurang baik, termasuk dalam menyurati SK dalam penanganan rohingya.
Selain memeriksa Abdurrani, pada sidang yang berlangsung pada Selasa siang tersebut majelis juga mendengarkan keterangan dari dua orang nelayan Aceh Barat, masing-masing Saiful Rizal dan Taufiq Fironi.
Kedua saksi menjelaskan ihwal penemuan awal para imigran Rohingya di perairan Aceh Barat yang terjadi pada Rabu, 21 Maret 2024 lalu.
Sedangkan empat orang terdakwa yang turut dihadirkan dalam sidang kedua tersebut, di depan majelis hakim juga membenarkan semua keterangan yang disampaikan para saksi di depan majelis hakim.
Para terdakwa masing-masing Herman, Mukhtar, Erfan serta Harfandi tidak membantah keterangan yang disampaikan oleh para saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Aceh Barat, Yusni Febriansyah.
Usai mendengarkan keterangan saksi, majelis hakim kemudian menunda persidangan dan akan dilanjutkan kembali pada Kamis, 20 Juni 2024 pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dan saksi ahli.
Seperti diberitakan sebelumnya, empat warga masing-masing Herman, Mukhtar, Erfan warga Kabupaten Aceh Selatan dan Harfandi asal Kabupaten Aceh Barat Daya, Provinsi Aceh pada Selasa (4/6) didakwa melanggar Undang - Undang Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian karena diduga menyelundup 72 etnis Rohingya ke perairan Aceh pada 21 Maret 2024.
Keempat terdakwa melanggar Pasal 120 Avat (1) dan (2) dan/atau pasal 114 ayat (2) Undang - Undang Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan atau Pasal 55 Ayat (1) ke 1e KUHPidana, dengan pidana kurungan penjara maksimal 15 tahun.
Baca juga: Tiga terdakwa penyelundupan imigran Rohingya di Aceh divonis 20 tahun penjara
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024
Sidang yang di pimpin oleh Hakim Ketua Faridh Zuhri dan hakim anggota masing-masing Riski Siregar dan M Imam tersebut berlangsung sekitar satu jam lebih.
Dalam pemeriksaannya, hakim ketua Faridh Zuhri mencecar sejumlah pertanyaan kepada Abdurrani, yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kabupaten Aceh Barat terkait kabur nya puluhan etnis Rohingya dari penampungan sementara di belakang Kompleks Kantor Bupati Aceh Barat.
“Saya tidak tahu yang mulia, mengapa semua warga Rohingya melarikan diri,” kata Abdurrani.
Baca juga: Seluruh etnis Rohingya melarikan diri dari penampungan di Aceh Barat, kok bisa?
Mendengar jawaban tersebut, hakim berpendapat kabur nya puluhan etnis Rohingya tersebut sangat tidak masuk akal, karena para imigran tersebut terjadi selama beberapa kali dan selama ini diketahui terdapat penjagaan oleh petugas dari pemerintah daerah.
Dalam penjelasannya, Abdurrani mengatakan hingga kini seluruh imigran Rohingya yang di tampung di penampungan tidak lagi berada di Kabupaten Aceh Barat, karena telah melarikan diri.
Namun dalam penjelasannya, Abdurrani mengaku tidak tahu secara pasti mengapa para imigran tersebut melarikan diri.
Penjelasan Abdurrani kemudian terus menjadi sorotan dan pertanyaan dari majelis hakim karena keterangannya sebagai saksi tidak masuk akal, karena diduga membiarkan para etnis Rohingya melarikan diri dari penampungan.
Selain itu, Abdurrani dalam keterangannya berpendapat bahwa selama ini penanganan imigran Rohingya terdapat dalam surat keputusan (SK) yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, dan Ketua Pengadilan Negeri Meulaboh Faridh Zuhri termasuk sebagai pengarah karena berasal dari unsur Forkompimda Aceh Barat.
Mendengar penjelasan tersebut, hakim Faridh Zuhri mengaku tidak pernah mendapatkan SK tersebut dan sama sekali tidak pernah mengetahuinya, serta tidak pernah membacanya.
Baca juga: Empat penyelundup Rohingya ke Aceh Barat didakwa langgar UU Keimigraisan, terancam penjara 15 tahun
Abdurrani kemudian meminta maaf kepada majelis karena SK tersebut tidak diterima oleh Ketua Pengadila Negeri Meulaboh karena kesalahan stafnya yang mengantar surat, sehingga surat tersebut tidak sampai.
Mendengar penjelasan tersebut majelis hakim kembali mencecar Abdurrani bahwa komunikasi yang dilakukan pemerintah daerah dengan Forkompimda kurang baik, termasuk dalam menyurati SK dalam penanganan rohingya.
Selain memeriksa Abdurrani, pada sidang yang berlangsung pada Selasa siang tersebut majelis juga mendengarkan keterangan dari dua orang nelayan Aceh Barat, masing-masing Saiful Rizal dan Taufiq Fironi.
Kedua saksi menjelaskan ihwal penemuan awal para imigran Rohingya di perairan Aceh Barat yang terjadi pada Rabu, 21 Maret 2024 lalu.
Sedangkan empat orang terdakwa yang turut dihadirkan dalam sidang kedua tersebut, di depan majelis hakim juga membenarkan semua keterangan yang disampaikan para saksi di depan majelis hakim.
Para terdakwa masing-masing Herman, Mukhtar, Erfan serta Harfandi tidak membantah keterangan yang disampaikan oleh para saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Aceh Barat, Yusni Febriansyah.
Usai mendengarkan keterangan saksi, majelis hakim kemudian menunda persidangan dan akan dilanjutkan kembali pada Kamis, 20 Juni 2024 pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dan saksi ahli.
Seperti diberitakan sebelumnya, empat warga masing-masing Herman, Mukhtar, Erfan warga Kabupaten Aceh Selatan dan Harfandi asal Kabupaten Aceh Barat Daya, Provinsi Aceh pada Selasa (4/6) didakwa melanggar Undang - Undang Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian karena diduga menyelundup 72 etnis Rohingya ke perairan Aceh pada 21 Maret 2024.
Keempat terdakwa melanggar Pasal 120 Avat (1) dan (2) dan/atau pasal 114 ayat (2) Undang - Undang Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan atau Pasal 55 Ayat (1) ke 1e KUHPidana, dengan pidana kurungan penjara maksimal 15 tahun.
Baca juga: Tiga terdakwa penyelundupan imigran Rohingya di Aceh divonis 20 tahun penjara
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024