Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen, Provinsi Aceh, menghentikan penuntutan sebanyak 11 perkara berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice sepanjang Januari hingga pertengahan Juli 2024.
Kepala Kejari Bireuen Munawal Hadi di Banda Aceh, Senin, penghentian penuntutan tersebut setelah para pihak, baik korban maupun tersangka berdamai dan tidak lagi saling menuntut.
"Hingga saat ini, ada sebanyak 11 perkara yang penuntutannya dihentikan berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice. Penghentian penuntutan setelah ada persetujuan dari Kejaksaan Agung," katanya.
Munawal Hadi mengatakan sebagian besar perkara yang penuntutannya dihentikan tersebut merupakan kasus penganiayaan yang masuk kategori tindak pidana ringan.
"Selain itu juga penadahan barang curian dan serta satu perkara narkotika. Untuk perkara narkotika, merupakan yang pertama penuntutannya dihentikan berdasarkan keadilan restoratif," katanya
Dengan dihentikannya penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, kata dia, maka penyelesaian perkara tidak lagi dilakukan melalui proses persidangan di pengadilan, tetapi, diselesaikan melalui perdamaian para pihak.
"Penghentian penuntutan perkara berdasarkan keadilan restoratif ini merupakan tindak lanjut program Jaksa Agung, di mana penyelesaian sebuah perkara tidak harus melalui proses peradilan atau persidangan di pengadilan," katanya.
Munawal menyebutkan ada syarat penghentian penuntutan perkara yang harus dipenuhi, yakni pelaku dan korban sudah berdamai. Pelaku membuat pernyataan tidak mengulangi perbuatannya dam korban tidak akan menuntut.
Pelaku baru pertama melakukan tindak pidana atau bukan residivis atau orang yang pernah dipidana. Serta perdamaian para pihak juga harus disaksikan para tokoh masyarakat dan keluarga korban.
"Penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif tersebut sejalan dengan kearifan lokal masyarakat Aceh. Penghukuman pelaku dalam sebuah perkara adalah upaya terakhir," kata Munawal Hadi.
Baca juga: Kejari Bireuen ajukan kasasi perkara korupsi penyertaan modal BPRS
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024
Kepala Kejari Bireuen Munawal Hadi di Banda Aceh, Senin, penghentian penuntutan tersebut setelah para pihak, baik korban maupun tersangka berdamai dan tidak lagi saling menuntut.
"Hingga saat ini, ada sebanyak 11 perkara yang penuntutannya dihentikan berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice. Penghentian penuntutan setelah ada persetujuan dari Kejaksaan Agung," katanya.
Munawal Hadi mengatakan sebagian besar perkara yang penuntutannya dihentikan tersebut merupakan kasus penganiayaan yang masuk kategori tindak pidana ringan.
"Selain itu juga penadahan barang curian dan serta satu perkara narkotika. Untuk perkara narkotika, merupakan yang pertama penuntutannya dihentikan berdasarkan keadilan restoratif," katanya
Dengan dihentikannya penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, kata dia, maka penyelesaian perkara tidak lagi dilakukan melalui proses persidangan di pengadilan, tetapi, diselesaikan melalui perdamaian para pihak.
"Penghentian penuntutan perkara berdasarkan keadilan restoratif ini merupakan tindak lanjut program Jaksa Agung, di mana penyelesaian sebuah perkara tidak harus melalui proses peradilan atau persidangan di pengadilan," katanya.
Munawal menyebutkan ada syarat penghentian penuntutan perkara yang harus dipenuhi, yakni pelaku dan korban sudah berdamai. Pelaku membuat pernyataan tidak mengulangi perbuatannya dam korban tidak akan menuntut.
Pelaku baru pertama melakukan tindak pidana atau bukan residivis atau orang yang pernah dipidana. Serta perdamaian para pihak juga harus disaksikan para tokoh masyarakat dan keluarga korban.
"Penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif tersebut sejalan dengan kearifan lokal masyarakat Aceh. Penghukuman pelaku dalam sebuah perkara adalah upaya terakhir," kata Munawal Hadi.
Baca juga: Kejari Bireuen ajukan kasasi perkara korupsi penyertaan modal BPRS
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024