Kelompok Tani Hutan Swakarsa Mandiri (Poktan HSM) Tenggulun berhasil menang gugatan tingkat Mahkamah Agung (MA) dalam sengketa lahan di daerah Kabel Gajah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Skundur, Kecamatan Tenggulun, Aceh Tamiang.

Usai dinyatakan menang, Poktan HSM langsung mendirikan palang besi permanen di lahan bekas sengketa kawasan perbatasan Kabupaten Aceh Tamiang dengan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara itu.

“Pemasangan palang ini dilakukan setelah kelompok tani menang atas putusan Mahkamah Agung nomor 280/K/Pdt/2024. Lahan objek sengketa berada di daerah Kabel Gajah TNGL Sikundur Tenggulun,” kata Direktur Eksekutif LSM LembAHtari Sayed Zainal di Aceh Tamiang, Selasa.

Ia menjelaskan LSM LembAHtari ditunjuk sebagai pendamping kelompok tani HSM sejak 2022 setelah Poktan tersebut menghadapi gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Stabat pada 2020 hingga gugatan di Pengadilan Tinggi Medan pada 2022 oleh kelompok masyarakat lain yang kontra. 

Poktan HSM yang diketuai Suyanto ini juga sempat menerima kasasi oleh warga berinisial JM di tingkat MA. Namun, upaya JM dan rekannya kandas, lantas gugatan dan kasasi ditolak baik di Pengadilan Tinggi Medan dan MA.

“JM cs sebagai terbanding di Pengadilan Tinggi Medan ditolak dan dikalahkan oleh Bukhary dan kelompok tani HSM,” ujarnya.

Menurut Sayed, pemasangan palang besi oleh kelompok tani Hutan Swakarsa Mandiri itu bertujuan untuk menyampaikan proses panjang perjuangan kelompok tersebut sejak 2020 di PN Stabat, hingga terjadi perdamaian dan eksekusi pada 10 Maret 2021.

Pemasangan palang sudah dilakukan Poktan HSM pada 14 Agustus 2024 di lahan yang telah ditanam kelapa sawit oleh kelompok masyarakat lain seluas 300 hektare. Pembukaan kebun sawit tersebut diduga tanpa izin karena dalam kawasan TNGL yang secara administrasi masuk dalam wilayah Aceh Tamiang.

“Pendampingan ini berkaitan erat dengan aksi ilegal logging di kawasan TNGL Sikundur Tenggulun yang sampai saat ini masih terus berlangsung,” ujarnya.

Sebab, LembAHtari menilai perambahan dan pembalakan liar di kawasan Sikundur tidak ada yang bisa menghentikan, bahkan eskalasi sudah berada di zona inti TNGL sungai Besitang.

“Hamparan hutan arah ke air panas, candi ke arah sungai Siputih, sungai Genting, sungai Sibetung kecil dan besar juga tidak luput ditebang. Kegiatan ilegal logging kian merajalela, ironinya di kawasan i.8 sebagian besar menjadi perkebunan sawit,” ujarnya.

Menurut Sayed Zainal setelah kasasi JM dan rekannya ke Mahkamah Agung RI ditolak pada 26 Februari 2024, maka secara sah kelompok tani Hutan Swakarsa Mandiri Tenggulun mempunyai kekuatan hukum tetap atas lahan yang berisi kebun sawit seluas 300 hektare di kawasan Kabel Gajah itu.

“LembAHtari mendampingi kelompok tani agar tidak terjadi konflik lanjutan dan berharap para pihak tidak melakukan perbuatan-perbuatan melawan hukum yang bisa merugikan kelompok tani yang notabene warga setempat,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua kelompok tani Hutan Swakarsa Mandiri Suyanto mengatakan lahan seluas 300 hektare yang dimenangkan tersebut merupakan hasil garapan kelompok sejak 2018. Kemudian pada 2019 terjadi sengketa dan perampasan. Bahkan dirinya sempat dibui atas kasus perusakan di dalam areal kebun.  

“Lahan yang diperebutkan berstatus konservasi, memang sebagian kecil masuk wilayah TNGL,” ujarnya.

Selanjutnya, kata Suyanto, lahan putusan MA seluas 300 hektare tersebut berisi tanaman kelapa sawit muda, dan akan dikelola bersama kelompok. 

Ia memperkirakan hasil produksi panen tandan buah segar (TBS) kelapa sawit tersebut mencapai 20 ton per bulan. Pihaknya berharap dengan kepemilikan lahan tersebut kelompok tani dapat hidup sejahtera, dan tak lagi merambah hutan.

“Kami sudah membuat koperasi produsen Hutan Swakarsa untuk menampung hasil panen TBS menjadi pendapatan kelompok,” ujarnya.

Baca juga: Petani kelapa sawit di Aceh Singkil raup untung puluhan juta setiap bulan

Pewarta: Dede Harison

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024