Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) meminta kepada Pj Gubernur Aceh mengalokasikan dana khusus pemulihan korban tindak pidana, terutama perempuan dan anak-anak yang menjadi korban kekerasan.
"Saya mewakili lembaga LPSK meminta Pj Gubernur bisa secara konkret mengalokasikan anggaran khususnya hak medis, psikologis, dan psikososial untuk korban tindak pidana, khususnya pada anak korban kekerasan seksual," kata Wakil Ketua LPSK Sri Suparyati di Banda Aceh, Jumat.
Sri mengatakan, korban kekerasan memiliki hak-hak yang harus dipenuhi, seperti bantuan medis, psikologis, dan psikososial. Selain itu, mereka juga berhak mendapatkan restitusi atau ganti rugi dari pelaku tindak pidana.
Selama ini, kata dia, korban sulit mengakses layanan medis terutama dalam kasus kekerasan seksual. Biaya visum dan tes DNA seringkali menjadi beban yang sulit dijangkau korban, terutama dari kalangan tidak mampu.
Baca: Ayah kandung santri korban oles cabai di Aceh Barat maafkan pelaku, ini alasannya
Terlebih lagi, para korban yang berulang kali mendapat kekerasan secara seksual memerlukan pemeriksaan lebih lanjut seperti tes penyakit menular.
"Di sinilah pentingnya peran pemerintah daerah untuk mengalokasikan anggaran guna membantu korban-korban tindak pidana ini," ujarnya.
Sri mencontohkan, inisiatif positif dari Pemerintah Kota Bekasi yang telah mengalokasikan dana khusus untuk korban tindak pidana. Karena itu, hal serupa diharapkan juga bisa berlaku di Aceh.
"Kami sudah melakukan koordinasi dengan beberapa kementerian dan juga Pemda. Kami berharap Pemerintah Aceh segera menyusul untuk memberikan perlindungan lebih baik bagi korban kekerasan," demikian Sri Suparyati.
Baca: Polisi tangkap pengawas sekolah diduga cabuli cucu di Aceh Selatan
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024
"Saya mewakili lembaga LPSK meminta Pj Gubernur bisa secara konkret mengalokasikan anggaran khususnya hak medis, psikologis, dan psikososial untuk korban tindak pidana, khususnya pada anak korban kekerasan seksual," kata Wakil Ketua LPSK Sri Suparyati di Banda Aceh, Jumat.
Sri mengatakan, korban kekerasan memiliki hak-hak yang harus dipenuhi, seperti bantuan medis, psikologis, dan psikososial. Selain itu, mereka juga berhak mendapatkan restitusi atau ganti rugi dari pelaku tindak pidana.
Selama ini, kata dia, korban sulit mengakses layanan medis terutama dalam kasus kekerasan seksual. Biaya visum dan tes DNA seringkali menjadi beban yang sulit dijangkau korban, terutama dari kalangan tidak mampu.
Baca: Ayah kandung santri korban oles cabai di Aceh Barat maafkan pelaku, ini alasannya
Terlebih lagi, para korban yang berulang kali mendapat kekerasan secara seksual memerlukan pemeriksaan lebih lanjut seperti tes penyakit menular.
"Di sinilah pentingnya peran pemerintah daerah untuk mengalokasikan anggaran guna membantu korban-korban tindak pidana ini," ujarnya.
Sri mencontohkan, inisiatif positif dari Pemerintah Kota Bekasi yang telah mengalokasikan dana khusus untuk korban tindak pidana. Karena itu, hal serupa diharapkan juga bisa berlaku di Aceh.
"Kami sudah melakukan koordinasi dengan beberapa kementerian dan juga Pemda. Kami berharap Pemerintah Aceh segera menyusul untuk memberikan perlindungan lebih baik bagi korban kekerasan," demikian Sri Suparyati.
Baca: Polisi tangkap pengawas sekolah diduga cabuli cucu di Aceh Selatan
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024