Banda Aceh (ANTARA) - Universitas Abulyatama (Unaya) Aceh melaporkan enam orang yang diduga menggalang massa untuk berunjukrasa di kampus setempat hingga mengakibatkan salah seorang satuan tugas (Satgas) meninggal dunia ke Polda Aceh.
“Benar kita menempuh jalur hukum. Sedari awal kita selalu mengikuti proses hukum dan administrasi yang sesuai ketentuan hukum di NKRI, kami ingin keadilan,” kata Rektor Unaya, Dr Nurlis Effendi, di Banda Aceh, Senin.
Sebelumnya diberitakan, seorang Satgas Universitas Abulyatama (Unaya) Aceh bernama Wahidin meninggal dunia saat mengamankan aksi unjuk rasa mahasiswa setempat, Kamis (17/4).
Pelaporan ke Polda Aceh tersebut dilakukan oleh Ketua Yayasan Abulyatama Aceh Musa Bintang. Langkah ini ditempuh karena aksi itu telah mengakibatkan orang meninggal.
"Tujuh korban luka-luka, dan satu orang meninggal dunia. Karena itu ini jadi persoalan hukum," ujarnya.
Mereka yang dilaporkan itu, kata Nurlis, mulai dari dosen dan unsur masyarakat sipil yang terlibat. Sementara terhadap mahasiswa sendiri tidak diadukan ke pihak berwajib.
"Sejauh ini belum ada mahasiswa yang dilaporkan. Sebab kita anggap mahasiswa itu murni menyalurkan aspirasi, hanya saja ada kelompok-kelompok yang menungganginya," katanya.
Baca: Satgas kampus Unaya Aceh meninggal saat amankan demo mahasiswa
Pada tahapan awal ini, setidaknya ada enam orang yang telah dilaporkan ke Polda Aceh.
“Mereka semua diduga menjadi penggalang demo yang berujung pada perbuatan penganiayaan dan bahkan sampai ada yang meninggal dunia,” ujarnya.
Dirinya menuturkan, menurut informasi yang diperoleh Yayasan Abulyatama Aceh dan Rektorat Unaya, terdapat beberapa klaster penggalang massa unjukrasa tersebut.
Pertama adalah pada klaster mahasiswa, dan kedua adalah pada klaster para dosen. Dua klaster ini saling terhubung, dan terkoordinasi.
Menurutnya, unjukrasa dari mahasiswa dan dosen merupakan hal wajar. Di mana mereka menuntut untuk bisa belajar dan mengajar, selayaknya universitas yang sebenar-benarnya. Meskipun memang pada dasarnya kampus tidak pernah melarang kegiatan akademik dan selalu terbuka.
"Namun yang jadi masalah terdapat klaster ketiga. Ini saya duga klaster provokasi. Mereka ini dikumpulkan di dalam sebuah gudang di dekat kampus," kata Nurlis.
Terkait aksi di kampus tersebut hingga terjadinya kekisruhan yang menelan korban jiwa, Nurlis tetap mempercayakan semua kejadian itu kepada aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian.
“Kami menyerahkan semuanya pada proses hukum. Mari kita sama-sama percaya penanganan oleh aparat hukum,” demikian Dr Nurlis.
Baca: Satgas Unaya meninggal saat amankan demo, polisi tak temukan bekas pukulan