Banda Aceh, 16/1 (Antara) - Pemerintah Aceh diminta tetap berkomitmen dengan kompensasi yang dibebankan kepada perusahaan pertambangan seperti yang tertera dalam qanun atau peraturan daerah tentang pertambangan.

"Kami meminta Pemerintah Aceh tetap memegang teguh kompensasi yang wajib dibayarkan perusahaan tambang sesuai dengan qanun," tegas Koordinator Badan Pekerja Solidaritas untuk Anti Korupsi (SuAK) Aceh T Neta Firdaus dalam keterangan pers tertulisnya di Meulaboh, Kamis.

Pernyataan tersebut menyikapi ancaman PT Mifa Bersaudara akan menghentikan produksi batubara karena nilai kompensasi dibebankan Pemerintah Aceh sebesar 6,6 persen dari harga jual produksi dianggap memberatkan.

Menurut T Neta Firdaus, kalau memang ada perusahaan tambang ingin menghentikan aktivitasnya karena keberatan dengan kompensasi tersebut, silakan saja.

"Kalau benar ada perusahaan ingin menghentikan produksi silakan saja. Tapi, saya pikir itu hanya gertak sambal. Kebijakan Pemerintah Aceh sudah tepat dengan besaran kompensasi tersebut," ujar dia,

T Neta Firdaus menyebutkan, seharusnya daerah mendapat pembagian dari produksi penjualan batubara atau "netprofit" minimal 20 hingga 30 persen. Bila hanya sekadar umpamanya lima persen, maka selebihnya 95 persen bukan untuk daerah.

Selain itu, katanya, hanya sebagian kecil putra daerah yang menjadi pekerja di perusahaan tambang di wilayah Aceh Barat dan Nagan Raya, tersebut. Mayoritas pekerja perusahaan itu dari luar dua kabupaten tersebut .

"Kita tidak ubah seperti penonton dan pengemis. Perusahaan tambang itu juga seperti biang konflik. Kami menduga kalau kompensasi hanya lima persen, itu tidak manusiawi dan bahagian dari strategi korupsi tambang," tegasnya.

Jika kompensasi hanya lima persen, kata dia, patut dipertanyakan 95 persen lain, untuk siapa? Karena itu, Pemerintah Aceh diharapkan tetap berkomitmen mempertahankan kompensasi seperti yang tertuang dalam qanun pertambangan tersebut.

Lebih lanjut dikatakan, apabila pertambangan tidak eksploitasi, rakyat tidak akan lapar. Apalagi, masih banyak potensi sumber daya alam lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat.

Kecuali itu, lanjut dia, apabila perusahaan pertambangan yang tidak mengikuti peraturan di provinsi ujung barat Indonesia itu, maka lebih baik angkat kaki karena nilai kompensasi yang diberikan belum seimbang dengan laba yang mereka peroleh.

"Mari kita belajar dari pengalaman perusahaan penambangan sebelumnya di Aceh. Harusnya, daerah mendapat pembagian hasil produksi, minimal 30 persen. Jika ada perusahaan tambang keberatan, lebih baik persilakan angkat kaki," ketus T Neta Firdaus.

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2014