Dua terdakwa tindak pidana korupsi pengadaan budi daya ikan dan pakan rucah untuk korban konflik di Kabupaten Aceh Timur dengan nilai Rp15,7 miliar membantah dakwaan jaksa penuntut umum.
Bantahan tersebut disampaikan kedua terdakwa melalui penasihat hukumnya Kamaruddin dan kawan-kawan dalam eksepsi atau keberatan terhadap dakwaan pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh, Jumat.
Sidang dengan majelis hakim diketuai M Jamil serta didampingi R Deddy Haryanto dan Heri Alfian masing-masing sebagai hakim anggota. Sidang turut dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ibnu Filman dan kawan-kawan dari Kejaksaan Tinggi Aceh.
Baca juga: JPU dakwa mantan Ketua Badan Reintegrasi Aceh korupsi Rp15,39 M
Kedua terdakwa yakni Suhendri selaku Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA) serta Zulfikar selaku penghubung koordinator atau rekanan dalam pengadaan budi daya ikan dan pakan rucah untuk korban konflik di Kabupaten Aceh Timur.
Kamaruddin menyebutkan pihaknya menolak dan keberatan atas dakwaan karena jaksa penuntut umum tidak cermat menyusun dakwaan. Dakwaan juga disusun tidak secara rinci menjelaskan tindak pidana dilakukan kedua terdakwa.
"Selain itu, hasil penyidikan tidak sesuai apa yang disampaikan jaksa penuntut umum dalam dakwaannya. Seperti anggaran pengadaan tersebut disebut jaksa dalam dakwaan dari pokok pikiran anggota DPR Aceh dari Fraksi Partai Aceh," katanya.
Padahal, kata Kamaruddin, kedua terdakwa tidak pernah menyebutkan anggaran pengadaan budi daya ikan dan pakan untuk masyarakat korban konflik di Kabupaten Aceh Timur tersebut dari pokok pikiran atau pokir anggota DPR Aceh.
"Kami memohon majelis hakim mengabulkan eksepsi kami serta membebaskan kedua terdakwa dari semua dakwaan jaksa penuntut umum. Kami juga memohon majelis hakim memulihkan nama baik kedua terdakwa," kata Kamaruddin.
Majelis hakim melanjutkan persidangan pada Jumat (22/11) dengan agenda mendengarkan jawaban jaksa penuntut umum atas eksepsi terdakwa dan penasihat hukumnya.
Pada persidangan sebelumnya, JPU Ibnu Filman Ide Amin dan kawan-kawan dari Kejaksaan Tinggi Aceh mendakwa Suhendri dan Zulfikar dalam satu berkas perkara melakukan tindak pidana korupsi bantuan korban konflik di Kabupaten Aceh Timur dengan kerugian negara mencapai Rp15,39 miliar.
JPU menyebutkan BRA pada tahun anggaran 2023 mengelola dana untuk pengadaan budi daya ikan dan pakan rucah kepada masyarakat korban konflik dengan nilai Rp15,7 miliar.
Bantuan tersebut disalurkan kepala sembilan kelompok masyarakat korban konflik di Kabupaten Aceh Timur. Namun, kelompok masyarakat itu tidak pernah mengajukan maupun menerima bantuan tersebut.
"Bahwa pekerjaan pengadaan budi daya ikan kakap dan pakan untuk masyarakat korban konflik tersebut adalah fiktif. Sedangkan pencairan dana dilakukan 100 persen," kata JPU.
Berdasarkan perhitungan kerugian keuangan negara dilakukan Auditor Inspektorat Aceh, ditemukan kerugian negara mencapai Rp15,39 miliar. Kerugian negara tersebut setelah dipotong PPh Pasal 22 dan infaq.
"Perbuatan para terdakwa sebagai diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b, Ayat (2), Ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP," kata JPU.
Baca juga: JPU limpahkan perkara korupsi korban konflik Aceh Rp15,7 M
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024
Bantahan tersebut disampaikan kedua terdakwa melalui penasihat hukumnya Kamaruddin dan kawan-kawan dalam eksepsi atau keberatan terhadap dakwaan pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh, Jumat.
Sidang dengan majelis hakim diketuai M Jamil serta didampingi R Deddy Haryanto dan Heri Alfian masing-masing sebagai hakim anggota. Sidang turut dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ibnu Filman dan kawan-kawan dari Kejaksaan Tinggi Aceh.
Baca juga: JPU dakwa mantan Ketua Badan Reintegrasi Aceh korupsi Rp15,39 M
Kedua terdakwa yakni Suhendri selaku Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA) serta Zulfikar selaku penghubung koordinator atau rekanan dalam pengadaan budi daya ikan dan pakan rucah untuk korban konflik di Kabupaten Aceh Timur.
Kamaruddin menyebutkan pihaknya menolak dan keberatan atas dakwaan karena jaksa penuntut umum tidak cermat menyusun dakwaan. Dakwaan juga disusun tidak secara rinci menjelaskan tindak pidana dilakukan kedua terdakwa.
"Selain itu, hasil penyidikan tidak sesuai apa yang disampaikan jaksa penuntut umum dalam dakwaannya. Seperti anggaran pengadaan tersebut disebut jaksa dalam dakwaan dari pokok pikiran anggota DPR Aceh dari Fraksi Partai Aceh," katanya.
Padahal, kata Kamaruddin, kedua terdakwa tidak pernah menyebutkan anggaran pengadaan budi daya ikan dan pakan untuk masyarakat korban konflik di Kabupaten Aceh Timur tersebut dari pokok pikiran atau pokir anggota DPR Aceh.
"Kami memohon majelis hakim mengabulkan eksepsi kami serta membebaskan kedua terdakwa dari semua dakwaan jaksa penuntut umum. Kami juga memohon majelis hakim memulihkan nama baik kedua terdakwa," kata Kamaruddin.
Majelis hakim melanjutkan persidangan pada Jumat (22/11) dengan agenda mendengarkan jawaban jaksa penuntut umum atas eksepsi terdakwa dan penasihat hukumnya.
Pada persidangan sebelumnya, JPU Ibnu Filman Ide Amin dan kawan-kawan dari Kejaksaan Tinggi Aceh mendakwa Suhendri dan Zulfikar dalam satu berkas perkara melakukan tindak pidana korupsi bantuan korban konflik di Kabupaten Aceh Timur dengan kerugian negara mencapai Rp15,39 miliar.
JPU menyebutkan BRA pada tahun anggaran 2023 mengelola dana untuk pengadaan budi daya ikan dan pakan rucah kepada masyarakat korban konflik dengan nilai Rp15,7 miliar.
Bantuan tersebut disalurkan kepala sembilan kelompok masyarakat korban konflik di Kabupaten Aceh Timur. Namun, kelompok masyarakat itu tidak pernah mengajukan maupun menerima bantuan tersebut.
"Bahwa pekerjaan pengadaan budi daya ikan kakap dan pakan untuk masyarakat korban konflik tersebut adalah fiktif. Sedangkan pencairan dana dilakukan 100 persen," kata JPU.
Berdasarkan perhitungan kerugian keuangan negara dilakukan Auditor Inspektorat Aceh, ditemukan kerugian negara mencapai Rp15,39 miliar. Kerugian negara tersebut setelah dipotong PPh Pasal 22 dan infaq.
"Perbuatan para terdakwa sebagai diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b, Ayat (2), Ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP," kata JPU.
Baca juga: JPU limpahkan perkara korupsi korban konflik Aceh Rp15,7 M
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024