Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen, Provinsi Aceh, menyelesaikan sebanyak 17 perkara berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice sepanjang Januari hingga November 2024.
Kepala Kejari Bireuen Munawal Hadi di Banda Aceh, Rabu, mengatakan penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif setelah para pihak, baik korban maupun tersangka berdamai serta tidak lagi saling menuntut.
"Kejari Bireuen menyelesaikan sebanyak 17 perkara berdasarkan keadaan restoratif sepanjang 2024 atau sejak Januari hingga November. Penyelesaiannya perkara berdasarkan keadilan restoratif dilakukan setelah ada persetujuan dari Jaksa Agung," katanya.
Baca juga: Kejari Bireuen raih juara umum kejaksaan kinerja terbaik se Aceh
Menurut Munawal Hadi, dengan selesainya perkara berdasarkan keadilan restoratif, maka penuntut suatu perkara dihentikan dan penyelesaian tidak lagi melalui proses peradilan atau persidangan di pengadilan.
Ia menyebutkan dari 17 perkara yang diselesaikan berdasarkan keadilan restoratif, sebagian besar kasus penganiayaan. Kemudian, juga ada penadahan sepeda motor serta satu perkara penyalahgunaan narkoba.
"Untuk perkara narkotika, merupakan yang pertama diselesaikan berdasarkan keadilan restoratif. Penyelesaiannya perkara narkoba harus ada asesmen dari lembaga terbaik bahwa pelaku merupakan korban, bukan pengedar," kata Munawal Hadi.
Kepala Kejari Bireuen itu menyebutkan penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif merupakan tindak lanjut program Jaksa Agung. Di mana, penyelesaian sebuah perkara tidak harus melalui proses persidangan di pengadilan.
Munawal Hadi mengatakan tidak semua perkara diselesaikan berdasarkan keadilan restoratif. Adapun syarat penyelesaian perkara berdasarkan keadilan di antaranya pelaku dan korban sudah berdamai. Pelaku juga menyatakan tidak mengulangi perbuatannya.
Kemudian, pelaku baru pertama melakukan tindak pidana atau pelaku bukan residivis atau orang yang pernah dihukum. Serta ancaman hukumannya tidak lebih dari lima tahun penjara.
"Penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif tersebut sejalan dengan kearifan lokal masyarakat Aceh. Penghukuman pelaku dalam sebuah perkara adalah upaya terakhir," kata Munawal Hadi.
Baca juga: Kejari Bireuen gandeng BPKP hitung kerugian negara korupsi bimtek
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024
Kepala Kejari Bireuen Munawal Hadi di Banda Aceh, Rabu, mengatakan penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif setelah para pihak, baik korban maupun tersangka berdamai serta tidak lagi saling menuntut.
"Kejari Bireuen menyelesaikan sebanyak 17 perkara berdasarkan keadaan restoratif sepanjang 2024 atau sejak Januari hingga November. Penyelesaiannya perkara berdasarkan keadilan restoratif dilakukan setelah ada persetujuan dari Jaksa Agung," katanya.
Baca juga: Kejari Bireuen raih juara umum kejaksaan kinerja terbaik se Aceh
Menurut Munawal Hadi, dengan selesainya perkara berdasarkan keadilan restoratif, maka penuntut suatu perkara dihentikan dan penyelesaian tidak lagi melalui proses peradilan atau persidangan di pengadilan.
Ia menyebutkan dari 17 perkara yang diselesaikan berdasarkan keadilan restoratif, sebagian besar kasus penganiayaan. Kemudian, juga ada penadahan sepeda motor serta satu perkara penyalahgunaan narkoba.
"Untuk perkara narkotika, merupakan yang pertama diselesaikan berdasarkan keadilan restoratif. Penyelesaiannya perkara narkoba harus ada asesmen dari lembaga terbaik bahwa pelaku merupakan korban, bukan pengedar," kata Munawal Hadi.
Kepala Kejari Bireuen itu menyebutkan penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif merupakan tindak lanjut program Jaksa Agung. Di mana, penyelesaian sebuah perkara tidak harus melalui proses persidangan di pengadilan.
Munawal Hadi mengatakan tidak semua perkara diselesaikan berdasarkan keadilan restoratif. Adapun syarat penyelesaian perkara berdasarkan keadilan di antaranya pelaku dan korban sudah berdamai. Pelaku juga menyatakan tidak mengulangi perbuatannya.
Kemudian, pelaku baru pertama melakukan tindak pidana atau pelaku bukan residivis atau orang yang pernah dihukum. Serta ancaman hukumannya tidak lebih dari lima tahun penjara.
"Penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif tersebut sejalan dengan kearifan lokal masyarakat Aceh. Penghukuman pelaku dalam sebuah perkara adalah upaya terakhir," kata Munawal Hadi.
Baca juga: Kejari Bireuen gandeng BPKP hitung kerugian negara korupsi bimtek
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024