Meulaboh (ANTARA Aceh) - Wakil Bupati Aceh Barat, Provinsi Aceh, Banta Puteh Syam menilai, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di daerahnya merupakan bencana biasa karena aktivitas masyarakat yang membuka kebun dengan membakar lahan.

"Kita anggap masih bencana biasalah, memang yang sudah lazim terjadi asal musim kemarau. Ke depan akan kita bentuk tim secara terpadu turun ke desa memberikan sosialisasi," katanya di Meulaboh, Senin.

Pernyataan itu disampaikan dalam konferensi pers di ruang kerjanya usai melakukan rapat koordinasi lintas sektor penanganan karhutla di Aceh Barat, bersama unsur Kepolisian, TNI, DPRK, serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Sebab itu untuk penangananan tersebut kata dia, Pemkab Aceh Barat belum berencana meminta bantuan pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), demikian halnya untuk status belum ditingkatkan untuk darurat karhutla maupun darurat asap.

Terlebih lagi bencana tersebut merupakan kasus ke dua yang terjadi sepanjang 2017 di Aceh Barat, pertama karhutla terjadi pada Juli hingga Agustus 2017, kemudian yang baru-baru ini terjadi sejak Jum'at (20/10) dan sudah melebar ke delapan kecamatan.

Banta Puteh menyebutkan, sosialisasi perlu ditingkatkan karena menurut dia karakter masyarakat Aceh Barat memang sudah demikian, meskipun memahami aturan bahwa membakar lahan itu tindak pidana, namun pura-pura tidak tahu.

"Bukan sengaja, dia ada lahan, rencana cuma membakar lahan sendiri, karena lahan gambut merembes ke lahan lain.  Yang menjadi persoalan, kita tidak tahu persis apa yang harus dilakukan, karena pemilik lahan banyak, tidak ada yang mengaku," tegasnya.

Beberapa hal yang masih menjadi persoalan di hadapi Pemkab Aceh Barat adalah keterbatasan prasarana pemadaman, sebab tidak memiliki peralatan yang ideal untuk menjangkau kawasan-kawasan yang terjadi karhutla.

Demikian halnya persoalan persediaan dana yang dialokasikan untuk kebencanaan tidak sesuai dengan perhitungan, karena itu melalui rapat koordinasi tersebut akan muncul solusi upaya penanganan bersama bencana karhutla berulang itu.

"Kendala banyak hal pertama masalah fasilitas alat pemadam kebakaran, apalagi penanganan intensif ke titik api lokasi kebakaran. Kemudian persoalan dana yang terbatas, di luar perhitungan," sebutnya.

Akibat terjadinya kebakaran tersebut, asap tebal menyelimuti sebagian AcehBarat, mulai dari pemukiman penduduk hingga mengganggu jarak pandang pengua jalan karena kebakaran di lahan bergambut kian meluas, seperti yang terjadi di Desa Simpang dan Peunia, Kecamatan Kaway XVI.

Selama beberapa hari terjadi bencana karhutla tersebut, pihak Kepolisian Resor Aceh Barat, sudah memeriksa lima orang warga sebagai saksi, kasus tersebut ditangani Polsek wilayah karhutla dan akan segera ditarik ke penyidik Polres Aceh Barat.

Spanduk berupa himbauan, peringatan, serta sanksi tegas terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan sudah dipasangkan pada semua kawasan rawan karhutla sebagai upaya pencegahan, demikian seluruh jajaran Polsek sudah dikerahkan ke lokasi.

Malahan satu kasus karhutla yang terjadi pada Juli 2017, berkasnya dinyatakan sudah P21 dan dilimpahkan pada Kejaksaan. Satu orang warga yang diduga pelaku pembakar hutan pada area lahan bergambut akan mengikuti proses hukum selanjutnya.

Sementara itu Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Meulaboh meriliskan, ada 45 titik api (hotspot) pada dua kabupaten wilayahnya, yakni 23 titik di Kabupaten Aceh Barat tersebar di enam kecamatan dan 22 titik api di Nagan Raya.


Pewarta: Anwar

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2017