Langsa (Antaranews Aceh) - Aktifis, Yeni Handayani mengemukakan, di Provinsi Aceh masih minim legislator perempuan yang terpilih sebagai anggota parlemen, baik tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota.
"Legislator perempuan pada jenjang masing-masing, yakni DPRA dan DPRK, sangat minim dan bisa dihitung dengan jari," kata Yeni yang juga penasehat LSM Komunitas Rumoh Aceh, di Langsa, Selasa.
Walau, sebut Yeni, sejauh ini tingkat partisipasi dan keterwakilan perempuan dalam politik sudah diatur dalam undang-undang, yakni memperhatikan minimal 30 persen.
Hanya saja, kata dia, amanah tersebut seperti angin lalu. Partai politik menempatkan bakal calon legislatif dari kalangan perempuan hanya sebagai pelengkap "penderita" atau hanya memenuhi kuota persyaratan semata.
"Kecendrungan partai itu menjadikan perempuan sebagai pelengkapan syarat pencalonan di pemilihan legislatif saja. Bila ada yang terpilih, hal itu bonus dari proses demokrasi yang mengedepankan jual-beli suara," ujar mantan anggota DPRK Langsa periode 2009-2014 itu.
Untuk tingkat DPR RI, lanjut dia, pada periode 2009-2014, terdapat 103 orang legislator yang terpillih dari berbagai daerah dan partai. Akan tetapi, terjadi penurunan diperiode 2014-2019, hanya 97 orang perempuan yang terpilih.
Demikian pula di DPR Aceh, hanya 4 orang diperiode 2009-2014, dan bertambah menjadi 12 orang politisi perempuan periode 2014-2019.
"Memang secara jumlah bertambah. Namun, jumlah keseluruhan anggota DPR Aceh juga bertambah menjadi 81 orang," jelas Yeni Handayani.
Banyak kabupaten/kota di Aceh yang memang sangat minim tingkat keterpilihan kaum hawa sebagai legislator. Di Kota Langsa, periode 2009-2014 sebanyak 4 orang dan menurun diperiode 2014-2019, yang hanya 2 orang saja, urai Yeni.
Karenanya, Yeni mengajak segenap politisi perempuan di Aceh, untuk mempersiapkan diri secara matang, agar bisa bersaing dengan politisi pria lainnya.
"Pemahaman bahwa perempuan lemah dan mudah disitir oleh pihak tertentu adalah kesalahan besar. Perempuan Aceh sangat tangguh seperti Laksamana Malahayati yang memimpin armada tempur di laut," tegas mantan Ketua Komisi C DPRK Langsa ini.
Yeni berharap, siapapun perempuan Aceh memiliki hak yang sama dalam kedudukan politiknya. Untuk itu, dia mendorong agar partai politik menempatkan calon legislatif perempuan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
"Jangan lagi, perempuan jadi nomor pelengkap. Berikan nomor urut 1, bila yang bersangkutan mampu dan berkualitas," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018
"Legislator perempuan pada jenjang masing-masing, yakni DPRA dan DPRK, sangat minim dan bisa dihitung dengan jari," kata Yeni yang juga penasehat LSM Komunitas Rumoh Aceh, di Langsa, Selasa.
Walau, sebut Yeni, sejauh ini tingkat partisipasi dan keterwakilan perempuan dalam politik sudah diatur dalam undang-undang, yakni memperhatikan minimal 30 persen.
Hanya saja, kata dia, amanah tersebut seperti angin lalu. Partai politik menempatkan bakal calon legislatif dari kalangan perempuan hanya sebagai pelengkap "penderita" atau hanya memenuhi kuota persyaratan semata.
"Kecendrungan partai itu menjadikan perempuan sebagai pelengkapan syarat pencalonan di pemilihan legislatif saja. Bila ada yang terpilih, hal itu bonus dari proses demokrasi yang mengedepankan jual-beli suara," ujar mantan anggota DPRK Langsa periode 2009-2014 itu.
Untuk tingkat DPR RI, lanjut dia, pada periode 2009-2014, terdapat 103 orang legislator yang terpillih dari berbagai daerah dan partai. Akan tetapi, terjadi penurunan diperiode 2014-2019, hanya 97 orang perempuan yang terpilih.
Demikian pula di DPR Aceh, hanya 4 orang diperiode 2009-2014, dan bertambah menjadi 12 orang politisi perempuan periode 2014-2019.
"Memang secara jumlah bertambah. Namun, jumlah keseluruhan anggota DPR Aceh juga bertambah menjadi 81 orang," jelas Yeni Handayani.
Banyak kabupaten/kota di Aceh yang memang sangat minim tingkat keterpilihan kaum hawa sebagai legislator. Di Kota Langsa, periode 2009-2014 sebanyak 4 orang dan menurun diperiode 2014-2019, yang hanya 2 orang saja, urai Yeni.
Karenanya, Yeni mengajak segenap politisi perempuan di Aceh, untuk mempersiapkan diri secara matang, agar bisa bersaing dengan politisi pria lainnya.
"Pemahaman bahwa perempuan lemah dan mudah disitir oleh pihak tertentu adalah kesalahan besar. Perempuan Aceh sangat tangguh seperti Laksamana Malahayati yang memimpin armada tempur di laut," tegas mantan Ketua Komisi C DPRK Langsa ini.
Yeni berharap, siapapun perempuan Aceh memiliki hak yang sama dalam kedudukan politiknya. Untuk itu, dia mendorong agar partai politik menempatkan calon legislatif perempuan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
"Jangan lagi, perempuan jadi nomor pelengkap. Berikan nomor urut 1, bila yang bersangkutan mampu dan berkualitas," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018