Kualasimpang (Antaranews Aceh) - Untuk mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Aceh Tamiang dari sektor komoditi padi, Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan (Distanak) melakukan terobosan sebagai upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas mutu padi.

Hal tersebut ditegaskan Kepala Distanak Kabupaten Aceh Tamiang, Safwan SP melalui Kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan dan Perlindungan Tanaman Mustafa, SP kepada aceh.antaranews.com di Kualasimpang, Jumat.

Mustafa minta kepada pemerintah dapat mengimplementasikan secara merata sarana dan prasarana pengairan lahan persawahan di tiap-tiap kecamatan, sebab luas areal tanam mencapai 16.488 hektare yang tersebar di 12 kecamatan.

"Ini adalah media dan sarana utama untuk mendongkrak komoditi gabah kering di sektor pertanian sawah tadah hujan dan semi tadah hujan. Kita belum bisa mengarah kepada sistem pengairan yang modern atau berteknologi tinggi," jelasnya.

Selain itu, bantuan sarana Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), seperti alat semprot serta alat pendukung lainnya, semua itu dalam upaya memberantas hama tanaman padi, agar produksi gabah kering bisa mencapai hasil yang optimal.

Hal terpenting lain adalah melakukan pembinaan ke para petani, melalui penyuluhan tentang teknis budidaya tanaman padi yang benar, termasuk bagaimana penanganan padi pasca dipanen, agar kualitas beras yang dihasilkan dari gabah kering tetap baik dan berkualitas.

Merosotnya produksi gabah kering dipicu oleh kurangnya tingkat kesadaran para petani, tidak mengikuti sistem yang sudah diberikan oleh penyuluh dalam bercocok tanam, mengakibatkan padi banyak yang kosong, sehingga menyusutnya produksi.

"Penanaman salah musim (Gadu) dilakukan masyarakat pada bulan April hingga September. Kita ketahui curah hujan seperti yang disebutkan tadi sangat sedikit, sebab kita masih sangat mengandalkan sawah tadah hujan. Ini juga faktor menurunnya kualitas dan kuantitas gabah," kata Mustafa.

Direntang waktu tersebut, tanaman padi kurang mendapat asupan air, sehingga padi banyak yang kosong. "Ini yang dikatakan salah musim, seharusnya setelah penyuluhan hal seperti ini tidak lagi terjadi," ujar dia.

Masih Mustafa, di musim tanam rendeng di antara bulan Oktober hingga Maret juga bisa mengakibatkan puso atau gagal panen, akibat debit air dari curah hujan sangat tinggi, sehingga melebihi kapasitas normal.

Hal ini juga mengakibatkan merosotnya produksi gabah kering, karena padi banyak yang terendam air. "Saya semua itu butuh sarana teknis yang memadai, jika mengacu kepada luas areal tanam persawahan. Bagaimana kita bisa meningkatkan produksi sementara sarana masih mengandalkan sistem tradisional," jelasnya.

Pewarta: Syawaluddin

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018