Banda Aceh (Antaranews Aceh) - Aceh yang diberikan kewenangan penuh secara khusus oleh negara untuk menjalankan aturan hukum syariat Islam, merupakan suatu keuntungan dan keberkahan paling besar sebagai tanda kasih sayang dari Allah SWT untuk umat Islam di provinsi ini.

Karenanya, dengan berbagai kemudahan yang ada dalam menjalankan implementasi syariat Islam ini haruslah disyukuri sebagai nikmat Allah, dan terus dipertahankan oleh masyarakat muslim dan otoritas pemerintahan di Aceh.

Karena, salah satu dampak yang bisa dirasakan dari pelaksanaan hukum syariat Islam adalah, rendahnya angka kasus kejahatan dan kriminal yang terjadi di tengah masyarakat, dibandingkan dengan daerah lain. Selain itu, kehidupan masyarakat juga menjadi teratur dan tenang dengan aturan agama, serta jauh dari depresi.

Demikian antara lain penilaian yang disampaikan dua akademisi dari Universitas Utara Malaysia (UUM), Kedah, yaitu Prof Madya Dr Jamaluddin Mustaffa (Kriminolog Islam) dan Dr Nabisah Ibrahim (Psikolog Islam), saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke, Rabu (28/2) malam.

"Dari penilaian kami, kehidupan masyarakat di Aceh sangat teratur dengan syariat Islam. Kasus kriminal juga rendah, masyarakat juga merasa bahagia. Makanya Aceh sangat beruntung bisa menerapkan syariat Islam," ujar Prof Jamaluddin.

Menurutnya, berbagai aksi kriminal dan kejahatan/jinayah yang banyak terjadi selama ini di berbagai belahan dunia, termasuk di negara Malaysia, itu salah satu penyebabnya akibat jauh dari nilai-nilai agama.

"Meskipun ada satu dua terjadi kasus kriminal seperti pembunuhan, tapi secara umum kriminal di Aceh ini rendah. Mungkin ini karena Aceh sudah dilindungi dengan syariat Islam, dan ini harus dipertahankan‎ selamanya," sebutnya.

Syariat Islam yang dilaksanakan juga bisa membawa pada pencegahan kejahatan kriminal‎.

‎"Kurangi aksi kriminal dengan pendidikan agama sejak dini sejak usia 7 dan 13 tahun‎, kalau tidak di masa depan remaja dan akan rusak," terangnya.

Dosen Pascasarjana UUM, Prof Dr Jamaluddin Mustaffa menambahkan, Aceh harus bersyukur dan serius dalam menerapkan keistimewaan dalam bidang agama ini sehingga dapat menjadi model bagi negara-negara lain.

“Pemberlakuan syariat Islam di Aceh diharap menjadi model bagi negara-negara lain, terutama bagi Malaysia. Tidak mudah mendapatkan kewenangan menerapkan hukum Islam dalam sebuah negara,” ungkap Prof Dr Jamaluddin pada pengajian KWPSI yang dipandu modetator Hasan Basri MNur.

Dikisahkannya, kami di Negeri Kedah belum mendapatkan hak untuk menerapkan hukum Islam seperti di Aceh. Banyak yang menentang terhadap usaha memberlakukan hukum Islam di Kedah.

Menurut Prof Jamaluddin, kembali kepada ajaran agama adalah solusi dalam memperbaiki akhlak manusia. “Tindakan kriminal terjadi karena manusia menjauhkan diri dari agama, pelakunya tidak lagi mengenal Tuhannya,” katanya.

Jamaluddin mengakui terkadang semakin diterapkan hukum semakin meningkat pula kejahatan dalam masyarakat. “Nah, untuk itu, pembinaan dan pendidikan harus dikedepankan sehingga adanya kesadaran dalam diri seseorang,” ujarnya.

Sementara Dr. Nabisah Ibrahim menjelaskan, Aceh tidak perlu ketakutan dengan pihak-pihak luar dalam menjalankan syariat Islam sebagai sebuah ajaran yang benar yang datang dari Allah.

"Tak perlu takut dan cemas kepada orang luar yang tidak senang dengan syariat Islam ini. Kita yang punya syariat harus berani. Laksanakan saja secara terang-terangan, tak perlu sembunyi‎-sembunyi. Jika ada orang luar yang tidak paham dan mempersoalkannya, harus dijelaskan secara terang kepada mereka, bahwa syariat ini bukan hanya hukum cambuk atau hudud, tapi juga luas seperti muamalah, ekonomi syariah, akhlak dan ibadah," terangnya.

Pada pengajian KWPSI tersebut juga hadir sejumlah akademi UUM lainnya seperti‎ Prof Dr Kamal A Hamid (pakar narkoba), Dr Zawawi (pakar hukum), Dr Syakiran (pakar administrasi publik), dan Dr Siti Rozaina (pakar psikologi).
 

Pewarta: Heru Dwi Suryatmojo

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018