Meulaboh (Antaranews Aceh) - Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat, Provinsi Aceh mempertanyakan kinerja Wilayatul Hisbah (WH) dan Satuan Polisi Pamong Prajara (Sat Pol PP) dalam pengawasan pelaksanaan syariat Islam daerah.
Ketua DPRK Aceh Barat, Ramli, SE, di Meulaboh, Rabu, mengatakan, pengawasan program syariat Islam di daerah setempat lepas konttrol, sampai-sampai ada kasus bisnis prostitusi di daerah setempat sehingga sangat menciderai nilai kearifan lokal.
"Untuk masalah prostitusi ini kita mempertanyakan kinerja Satpol PP Dan WH serta Dinas Syariat Islam. Apa kerja mereka selama ini anggaran daerah habis namun tidak bisa melaksanakan tugasnya dengan baik,"katanya saat diwawancarai di ruang kerjanya.
Pihak kepolisian Aceh Barat, pada Jumat, (16/3) pekan lalu berhasil membongkar bisnis terselubung prostitusi di salah satu rumah seputar Meulaboh, Kecamatan Johan Pahlawan, polisi menangkap mucikari yang merupakan pasangan suami istri (pasutri).
Pihak kepolisian juga sempat mengamankan seorang anak masih di bawah umur yang dipekerjakan sebagai budak sek pria hidung belang, sangat disayangkan wanita tersebut ternyata masih berstatus siswi di salah satu sekolah menengah pertama daerah itu.
Ramli, SE, menyatakan, pihaknya sudah menyurati instansi terkait, sebagai bentuk undangan atau pemangilan ke kantor dewan untuk membahas persoalan tersebut, apa yang terjadi itu menurut dia sangat menciderai kekhususan Aceh.
"Kita juga akan panggil Dinas Pendidikan, mempertanyakan kenapa bisa ada siswi yang terlibat dalam bisnis prostitusi. Apakah ada yang salah dengan pendidikan kita sehingga anak di bawah umur menjadi korban,"tegasnya.
Ramli, SE sangat menyesalkan adanya bisnis gelap tersebut di daerahnya, namun tetap memberi apresiasi atas kinerja aparat kepolisian yang berhasil mengungkap bisnis prostitusi dan meminta penegakan hukum melanjutkan proses hingga tuntas.
Dia Pelaku harus mempertanggung jawabkan perbuatannya dengan hukuman berat, dengan demikian tidak ada lagi ke depan orang-orang yang melakukan atau membuat bisnis tercela dan mengorbankan anak di bawah umur untuk mencari keuntungan.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018
Ketua DPRK Aceh Barat, Ramli, SE, di Meulaboh, Rabu, mengatakan, pengawasan program syariat Islam di daerah setempat lepas konttrol, sampai-sampai ada kasus bisnis prostitusi di daerah setempat sehingga sangat menciderai nilai kearifan lokal.
"Untuk masalah prostitusi ini kita mempertanyakan kinerja Satpol PP Dan WH serta Dinas Syariat Islam. Apa kerja mereka selama ini anggaran daerah habis namun tidak bisa melaksanakan tugasnya dengan baik,"katanya saat diwawancarai di ruang kerjanya.
Pihak kepolisian Aceh Barat, pada Jumat, (16/3) pekan lalu berhasil membongkar bisnis terselubung prostitusi di salah satu rumah seputar Meulaboh, Kecamatan Johan Pahlawan, polisi menangkap mucikari yang merupakan pasangan suami istri (pasutri).
Pihak kepolisian juga sempat mengamankan seorang anak masih di bawah umur yang dipekerjakan sebagai budak sek pria hidung belang, sangat disayangkan wanita tersebut ternyata masih berstatus siswi di salah satu sekolah menengah pertama daerah itu.
Ramli, SE, menyatakan, pihaknya sudah menyurati instansi terkait, sebagai bentuk undangan atau pemangilan ke kantor dewan untuk membahas persoalan tersebut, apa yang terjadi itu menurut dia sangat menciderai kekhususan Aceh.
"Kita juga akan panggil Dinas Pendidikan, mempertanyakan kenapa bisa ada siswi yang terlibat dalam bisnis prostitusi. Apakah ada yang salah dengan pendidikan kita sehingga anak di bawah umur menjadi korban,"tegasnya.
Ramli, SE sangat menyesalkan adanya bisnis gelap tersebut di daerahnya, namun tetap memberi apresiasi atas kinerja aparat kepolisian yang berhasil mengungkap bisnis prostitusi dan meminta penegakan hukum melanjutkan proses hingga tuntas.
Dia Pelaku harus mempertanggung jawabkan perbuatannya dengan hukuman berat, dengan demikian tidak ada lagi ke depan orang-orang yang melakukan atau membuat bisnis tercela dan mengorbankan anak di bawah umur untuk mencari keuntungan.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018