Kualasimpang (Antaranews Aceh) - Anggota DPR Aceh Asrizal H Asnawi mengemukakan ekonomi di Kabupaten Aceh Tamiang masih belum menampakkan kesejahteraan yang signifikan bagi masyarakat, sehingga perlu kebijakan pemerintah setempat.

"Bila dilihat dari data statistik pertumbuhan perinduatrian dan perdagangan skala besar sangat komprehensif, seharusnya mampu memberikan kemajuan pada efek ekonomi secara umum, namun kenyataan tingkat ekonomi masyarakat tidak merata," katanya kepada wartawan di Kualasimpang, Senin.

Di Kabupaten Aceh Tamiang, katanya, ada 12 Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) skala besar dan 15 PKS berskala kecil dan menengah, ditambah 22 Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan besar, namun belum mampu memberikan nilai tambah bagi pendapatan perorangan masyarakat Tamiang.

Asrizal menyebutkan, nilai tambah lain adalah dana coorporate social responsibility (CSR) bagi perusahaan berskala besar hanya sebagian kecil saja yang menyalurkan CSR sesuai regulasinya sebesar 30 persen pendapatan dari keuntungan bersih perusahaan harus dikembalikan kemasyarakat dalam bentuk pembangunan secara umum dan berkelanjutan.

"Saya baru melihat PT Pertamina Asset 1 EP field Rantau yang gencar menyalurkan CSR-nya bagi pembinaan ekonomi mikro berbasis maayarakat, sedangkan perusahaan lain hanya mengambil keuntungan di sektor ini, dengan mengabaikan hak-hak masyatakat yang berkedaulatan," katanya.

Efeknya, tidak memberikan nilai tambah, bagi kehidupan masyatakat secara ekonomi. Nilai-nilai ekonomi Aceh Tamiang menunjukkan level masih "centrang prenang" tidak beranjak naik, katanya.

Selain Asrizal, seorang warga Aceh Tamiang Usman (35) pedagang buah mengatakan, tingkat perekonomian masyarakat masih biasa-biasa saja, tak ada perubahan dari dulu hingga kini.

Ditegaskan, kebijakan ekonomi saat ini cenderung menguntungkan pribadi dan kelompok-kelompok tertentu untuk mendapat ranking tertinggi ekonomi, sementara pemberdayaan masyarakat dan peluang kerja bagi penganggur lebih dominan di Aceh Tamiang.

"Ini yang membuat ekonomi Aceh Tamiang, terpuruk dan sulit untuk bangkit, mengingat tidak adanya kebijakan bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat lemah dari Pemkab setempat," katanya.

Pendapat sama juga diungkapkan Erlinawati, pedagang pakaian bekas di Karang Baru, bagi dirinya, selama masih bisa melakukan aktifitas ekonomi tidak terlalu masalah.

Namun, tidak demikian bagi para usia kerja dan angka pengangguran yang kian meningkat di Aceh Tamiang.

Menurutnya untuk mengurangi angka kerja produktif, Pemkab Aceh Tamiang harus mampu menciptakan peluang kerja secara optimal.

Hal itu, berdampak kepada penurunan angka kerja produktif. "Saya pikir Pemkab Aceh Tamiang harus bisa mengundang investor luar sebanyak-banyaknya untuk menanamkan modalnya disini, jika ini dilakukan pemkab setempat tentunya akan mengurangi angka pengangguran di sini," kata Erlina.

Keterpurukan ekonomi di Aceh Tamiang tidak hanya dirasakan Erlina. Hasyim, bekerja sebagai petani juga merasakan imbas tersebut, menurutnya, setiap hari dirinya harus mendapatkan uang sebesar Rp75 ribu untuk menutupi kebutuhan bagi 6 orang anaknya sebagai upaya kebutuhan keluarga.

"Kalau sebelum Kabupaten Aceh Tamiang terbentuk, kita masih gampang mencari uang, tingkat harga penjualan hasil bertani masih sangat stabil, sehingga mampu menutupi kebutuhan hidup sehari-hari, termasuk untuk biaya pendidikan," ujarnya.

Pewarta: Syawaluddin

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018