Takengon (Antaranews Aceh) - Berbicara bulan Ramadhan, tak lengkap rasanya jika tak melirik ke sajian menu berbuka puasa, apalagi tentang pilihan menu tradisi di kalangan masyarakat tertentu.
Di masyarakat Gayo, sajian kuliner khas Ramadhan yang dikenal adalah cecah bebuken.
Dari namanya saja, cecah bebuken berarti cecah berbuka puasa.
Kuliner ini secara turun temurun telah disajikan oleh masyarakat Gayo ketika tiba waktunya berbuka puasa bersama keluarga di setiap bulan suci Ramadhan.
Salah seorang masyarakat Gayo di Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, Inen Syukri, kepada wartawan, Senin, menuturkan bahwa tradisi menyajikan cecah bebuken untuk waktu berbuka puasa di bulan Ramadhan memang sudah semakin ditinggalkan oleh generasi saat ini.
Tapi dia sendiri mengaku selalu menyiapkan kuliner tersebut di setiap bulan Ramadhan. Karena menurutnya, selain untuk tetap menjaga tradisi, dia juga mengaku sangat menyukai citarasa kuliner cecah bebuken.
Ibu ini menjelaskan untuk membuatnya hanya diperlukan bahan dasar bermacam buah-buahan segar.
"Bahannya bajik (Putik nangka), pisang muda, terong belanda, jambu klutuk, nanas, pucuk daun kates, terus gula merah, garam. Boleh tambah buah lain sesuai selera. Kalau orangtua dulu ada yang pakai daun terangon, daun segentut, rasanya lebih khas," tutur Inen Syukri.
Lanjutnya, sesudah bahan dasar buah-buahan terkumpul barulah buah ditumbuk secara bersamaan dengan tambahan gula merah dan sedikit garam.
"Kalau sekarang orang buatnya ada yang diparut buahnya. Tapi khasnya itu ditumbuk," kata dia.
Saat mencoba kuliner ini, citarasa buah segar akan sangat terasa di lidah dengan rasa kelat dan manis yang lebih dominan.
Rasa kelat dari sajian cecah bebuken akan sangat ampuh untuk menghilangkan sara enek atau kekenyangan setelah berbuka puasa dengan banyak menu. Sedangkan rasa manis buah efektif untuk menyegarkan mulut.
"Kalau kakek dulu wajib ada cecah bebuken. Apapun kita hidangkan dia pasti tanya cecah bebuken," tutur Inen Syukri.
Cecah bebuken, kata Inen Syukri, memang merupakan kuliner khas yang hanya diasjikan di waktu berbuka puasa dalam bulan Ramadhan.
Menurutnya, di Gayo juga dikenal beragam kuliner lain yang hanya disajikan di waktu-waktu tertentu seperti di saat hari raya. Semua kuliner khas itu disebut cecah, walau dibuat menggunakan bahan berbeda.
"Di sini ada namanya cecah reraya, dibuat saat hari raya, bahannya kulit, hati, daging. Ada cecah awal, bahanya pisang muda, ini tradisinya dibuat saat acara qiqah anak. Ada lagi cecah riyes, ini bahannya batang pisang muda dan daging ayam, biasanya dibuat saat khatam tadarusan di masjid," sebut Inen Syukri.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018
Di masyarakat Gayo, sajian kuliner khas Ramadhan yang dikenal adalah cecah bebuken.
Dari namanya saja, cecah bebuken berarti cecah berbuka puasa.
Kuliner ini secara turun temurun telah disajikan oleh masyarakat Gayo ketika tiba waktunya berbuka puasa bersama keluarga di setiap bulan suci Ramadhan.
Salah seorang masyarakat Gayo di Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, Inen Syukri, kepada wartawan, Senin, menuturkan bahwa tradisi menyajikan cecah bebuken untuk waktu berbuka puasa di bulan Ramadhan memang sudah semakin ditinggalkan oleh generasi saat ini.
Tapi dia sendiri mengaku selalu menyiapkan kuliner tersebut di setiap bulan Ramadhan. Karena menurutnya, selain untuk tetap menjaga tradisi, dia juga mengaku sangat menyukai citarasa kuliner cecah bebuken.
Ibu ini menjelaskan untuk membuatnya hanya diperlukan bahan dasar bermacam buah-buahan segar.
"Bahannya bajik (Putik nangka), pisang muda, terong belanda, jambu klutuk, nanas, pucuk daun kates, terus gula merah, garam. Boleh tambah buah lain sesuai selera. Kalau orangtua dulu ada yang pakai daun terangon, daun segentut, rasanya lebih khas," tutur Inen Syukri.
Lanjutnya, sesudah bahan dasar buah-buahan terkumpul barulah buah ditumbuk secara bersamaan dengan tambahan gula merah dan sedikit garam.
"Kalau sekarang orang buatnya ada yang diparut buahnya. Tapi khasnya itu ditumbuk," kata dia.
Saat mencoba kuliner ini, citarasa buah segar akan sangat terasa di lidah dengan rasa kelat dan manis yang lebih dominan.
Rasa kelat dari sajian cecah bebuken akan sangat ampuh untuk menghilangkan sara enek atau kekenyangan setelah berbuka puasa dengan banyak menu. Sedangkan rasa manis buah efektif untuk menyegarkan mulut.
"Kalau kakek dulu wajib ada cecah bebuken. Apapun kita hidangkan dia pasti tanya cecah bebuken," tutur Inen Syukri.
Cecah bebuken, kata Inen Syukri, memang merupakan kuliner khas yang hanya diasjikan di waktu berbuka puasa dalam bulan Ramadhan.
Menurutnya, di Gayo juga dikenal beragam kuliner lain yang hanya disajikan di waktu-waktu tertentu seperti di saat hari raya. Semua kuliner khas itu disebut cecah, walau dibuat menggunakan bahan berbeda.
"Di sini ada namanya cecah reraya, dibuat saat hari raya, bahannya kulit, hati, daging. Ada cecah awal, bahanya pisang muda, ini tradisinya dibuat saat acara qiqah anak. Ada lagi cecah riyes, ini bahannya batang pisang muda dan daging ayam, biasanya dibuat saat khatam tadarusan di masjid," sebut Inen Syukri.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018