Bireuen, 29/1 (Antara) - Puluhan warga dari sejumlah desa di Kecamatan Peudada, Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh, melakukan unjuk rasa di kantor camat, Rabu. Mereka menuntut pengembalian raskin yang digelapkan pihak kecamatan sebanyak 64 ton untuk jatah dua bulan.
Warga memboyong sejumlah stiker berisi kecaman terhadap camat dan stafnya serta keuchik dari 52 desa yang dianggap sekongkol menggelapkan raskin untuk dua bulan sebagai kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tahun 2013.
Tarmizi, kordinator warga mengatakan mereka kesal jatah raskin dua bulan tidak diterima warga. Ternyata telah dijual oleh staf kantor camat. Jatah dua bulan itu merupakan kompensasi kenaikan harga BBM, sedangkan raskin jatah 13 kali dalam setahun sudah diterima warga.
“Kami minta jatah raskin untuk masyarakat dikembalikan dalam waktu seminggu dan pelakunya diproses sesuai dengan hukum yang berlaku, lalu camat yang kini menjabat supaya dicopot," ujar Tarmizi.
Dia mengatakan di zaman seperti ini, masih ada pihak yang tega mempermainkan hak orang miskin untuk keuntungan pribadi. Padahal masyarakat sudah hidup susah, bagi nelayan selama ini tangkapan ikan berkurang, petani juga tidak menuai panen yang maksimal.
Nurdin, warga yang ikut aksi mengatakan penggelapan hak masyarakat miskin terungkap secara meluas saat keuchik (kepala desa) sejumlah desa sibuk menyerahkan uang pengganti raskin yang digelapkan staf camat kepada masyarakatnya.
Uang yang disodorkan keuchik enam ribu rupiah untuk satu kilogram. Masing-masing KK menerima 15 kilogram jatah raskin per bulan dengan menebus Rp1.600/Kg.
Ternyata uang disodorkan kepada masyarakat sebagai “penutup mulut” itu hasil penjualan raskin hak masyarakat sebanyak 64 ton. Harga pasaran raskin Rp8 ribu/Kg, sehingga hasil penjualan raskin itu berjumlah Rp512 juta.
“Anehnya uang disodorkan keuchik kepada masyarakat sebagai pengganti beras diberikan setelah kasus itu terbongkar, maka masyarakat spontan menolak dan minta beras jatah mereka diberikan,” ujar Nurdin.
Aksi tersebut mendapat pengawalan dari sejumlah personil Polsek Peudada dan TNI dari Koramil Peudada. Aksi berlangsung dengan damai. Meski sejumlah masyarakat yang ikut aksi tiada henti menyoraki camat dan stafnya yang telag gelapkan raskin hak mereka.
Camat Peudada Jalaluddin saat menemui masyarakat mengatakan kasus itu terjadi tanpa sepengetahuannya. Saat tahu ada masalah itu, dia segera memanggil para keuchik untuk membicarakan masalah itu hingga kemudian menyerahkan uang kepada penerima raskin, meski kemudian ditolak warga.
“Soal pengembalian raskin kepada masyarakat, sebagai camat saya akan menanggungnya, tetapi perlu dibicarakan soal waktu pengembalian, sebab mengumpulkan beras 64 ton juga butuh waktu," kata Jalaluddin.
Lalu perwakilan pengunjuk rasa diminta masuk ke Kantor Camat untuk membicarakan waktu pengembalian raskin itu. Warga bersiteguh raskin jatah mereka harus dikembalikan dalam waktu seminggu ke depan. Sementara tim penyelidikan dari Kejaksaan Negeri Bireuen turut mengumpulkan keterangan dari camat dan warga.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2014
Warga memboyong sejumlah stiker berisi kecaman terhadap camat dan stafnya serta keuchik dari 52 desa yang dianggap sekongkol menggelapkan raskin untuk dua bulan sebagai kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tahun 2013.
Tarmizi, kordinator warga mengatakan mereka kesal jatah raskin dua bulan tidak diterima warga. Ternyata telah dijual oleh staf kantor camat. Jatah dua bulan itu merupakan kompensasi kenaikan harga BBM, sedangkan raskin jatah 13 kali dalam setahun sudah diterima warga.
“Kami minta jatah raskin untuk masyarakat dikembalikan dalam waktu seminggu dan pelakunya diproses sesuai dengan hukum yang berlaku, lalu camat yang kini menjabat supaya dicopot," ujar Tarmizi.
Dia mengatakan di zaman seperti ini, masih ada pihak yang tega mempermainkan hak orang miskin untuk keuntungan pribadi. Padahal masyarakat sudah hidup susah, bagi nelayan selama ini tangkapan ikan berkurang, petani juga tidak menuai panen yang maksimal.
Nurdin, warga yang ikut aksi mengatakan penggelapan hak masyarakat miskin terungkap secara meluas saat keuchik (kepala desa) sejumlah desa sibuk menyerahkan uang pengganti raskin yang digelapkan staf camat kepada masyarakatnya.
Uang yang disodorkan keuchik enam ribu rupiah untuk satu kilogram. Masing-masing KK menerima 15 kilogram jatah raskin per bulan dengan menebus Rp1.600/Kg.
Ternyata uang disodorkan kepada masyarakat sebagai “penutup mulut” itu hasil penjualan raskin hak masyarakat sebanyak 64 ton. Harga pasaran raskin Rp8 ribu/Kg, sehingga hasil penjualan raskin itu berjumlah Rp512 juta.
“Anehnya uang disodorkan keuchik kepada masyarakat sebagai pengganti beras diberikan setelah kasus itu terbongkar, maka masyarakat spontan menolak dan minta beras jatah mereka diberikan,” ujar Nurdin.
Aksi tersebut mendapat pengawalan dari sejumlah personil Polsek Peudada dan TNI dari Koramil Peudada. Aksi berlangsung dengan damai. Meski sejumlah masyarakat yang ikut aksi tiada henti menyoraki camat dan stafnya yang telag gelapkan raskin hak mereka.
Camat Peudada Jalaluddin saat menemui masyarakat mengatakan kasus itu terjadi tanpa sepengetahuannya. Saat tahu ada masalah itu, dia segera memanggil para keuchik untuk membicarakan masalah itu hingga kemudian menyerahkan uang kepada penerima raskin, meski kemudian ditolak warga.
“Soal pengembalian raskin kepada masyarakat, sebagai camat saya akan menanggungnya, tetapi perlu dibicarakan soal waktu pengembalian, sebab mengumpulkan beras 64 ton juga butuh waktu," kata Jalaluddin.
Lalu perwakilan pengunjuk rasa diminta masuk ke Kantor Camat untuk membicarakan waktu pengembalian raskin itu. Warga bersiteguh raskin jatah mereka harus dikembalikan dalam waktu seminggu ke depan. Sementara tim penyelidikan dari Kejaksaan Negeri Bireuen turut mengumpulkan keterangan dari camat dan warga.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2014