Banda Aceh (Antaranews Aceh) - Kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mempertanyakan status pejabat, apakah mereka pejabat negara atau pejabat daerah, kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kami mempertanyakan status apakah pejabat negara atau pejabat daerah. Status ini harus jelas karena menyangkut dasar hukum seseorang penyelenggara atau pejabat," kata Anggota DPRA Nurzahri di Banda Aceh, Selasa.

Nurzahri menyatakan, status pejabat atau penyelenggara tersebut dipertanyakan dalam pertemuan DPRA dengan tim KPK. Dalam pertemuan itu juga dibahas soal Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.

Undang-undang pemerintah daerah daerah menegaskan bahwa anggota DPRD provinsi maupun kabupaten/kota merupakan pejabat daerah atau penyelenggara daerah bukan pejabat negara atau penyelenggara daerah.

Dengan status tersebut, lanjut dia, anggota DPRD secara hukum tidak berkewajiban mengisi LHKPN. Sedangkan pejabat negara atau penyelenggara negara wajib mengisi laporan tersebut.

"Pertanyaan ini sudah kami sampaikan secara tertulis melalui surat resmi DPRA kepada KPK setahun lalu. Namun, surat tersebut belum ada jawaban. Pihak KPK ketika ditanya beralasan surat tersebut sedang dikaji di bagian hukum," kata Nurzahri.

Penegasan status hukum anggota DPRA tersebut, apakah pejabat daerah atau pejabat negara, menjadi penting. Sebab, hal ini memberi banyak konsekuensi, baik kewajiban maupun hak setiap anggota legislatif, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Kalau misalnya sebagai pejabat negara, tentu ada fasilitas negara yang diberikan. Begitu juga kewajiban, tentu anggota DPRA menjalankan tugas dan fungsi sebagai pejabat negara, termasuk mengisi LHKPN.

"Status ini harus jelas dan ada keadilan. Undang-undang pemerintah daerah menyebutkan anggota DPRD merupakan pejabat dan penyelenggara daerah. Tapi, oleh KPK dianggap sebagai pejabat atau penyelenggara negara," pungkas Nurzahri.
 

Pewarta: M.Haris SA

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018