ANTARA FOTO/POOL/Beawiharta/nz/13Jakarta, 7/12 (Antara) - Setelah menjadi Ketua ASEAN pada 2011 dan menjadi tuan rumah KTT ASEAN maka 2013 merupakan salah satu tahun yang penting bagi sejarah perjalanan diplomasi dan kebijakan luar negeri Indonesia saat menjadi tuan rumah perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi Asia Pacifik Economy Cooperation (APEC).         Perjalanan APEC atau Forum kerja sama ekonomi negara-negara Asia Pasifik merupakan salah satu forum kerja sama ekonomi regional yang cukup tua dibandingkan forum kerja sama G-20 yang saat ini menjadi tren dalam kancah perekonomian global.        APEC diinisiasi pada 1989 dan berawal dari hanya pertemuan tingkat menteri dan kemudian pada 1993 di Blake Island, AS  dinaikkan menjadi pertemuan tingkat kepala negara atau kepala pemerintahan anggota forum kerja sama tersebut.        Pertemuan tingkat pemimpin kekuatan ekonomi di Asia Pasifik yang kedua, berlangsung di Bogor pada 1994 dan merupakan salah satu tonggak keberlanjutan kerja sama di forum tersebut dengan kesepakatan Tujuan Bogor (Bogor Goals).        Dikutip dari situs resmi APEC, "Bogor Goals" memberikan perhatian pada pencapaian perdagangan dan investasi terbuka pada 2010 bagi negara industri dan 2020 bagi negara berkembang.        Sejak itu, APEC melangsungkan sejumlah pembicaraan dan kebijakan yang mengarah ke pencapaian Tujuan Bogor tersebut.        "Bogor Goals" yang menjadi landasan forum kerja sama APEC tetap menjadi perhatian utama para pemimpin, disertai dengan komitmen untuk terus melakukan upaya pencapaian kesepakatan yang dihasilkan dalam KTT APEC di Bogor pada 1994 itu.        Bogor Goals merupakan deklarasi yang dihasilkan dalam Konferensi Tingkat Tingkat (KTT) APEC tahun 1994 di Bogor, Jawa Barat. Kesepakatan ini bertujuan menciptakan liberalisasi sistem perdagangan dan investasi tahun 2010 untuk negara maju, dan selambat-lambatnya tahun 2020 bagi negara berkembang.        Bogor Goals juga bertujuan antara lain memperkuat sistem perdagangan multilateral yang terbuka, meningkatkan liberalisasi perdagangan dan jasa, mengintensifkan kerja sama ekonomi di Asia-Pasifik, dan mempercepat proses liberalisasi melalui penurunan hambatan perdagangan dan investasi lebih jauh.        Kekuatan ekonomi Asia Pasifik yang bergabung dalam forum kerjasama APEC adalah Australia, Brunei, Kanada, Chili, China, Hongkong, Indonesia, Jepang, Korsel, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Papua Nugini, Peru, Filipina, Rusia, Singapura, Taiwan, Thailand, AS, dan Vietnam.        Sejumlah capaian yang telah berlangsung dalam forum kerja sama tersebut antara lain penurunan hambatan tarif dari 16,9 persen pada 1989 menjadi 6,6 persen pada 2008.        Usaha liberalisasi perekonomian APEC telah mendorong 522 juta orang lepas dari kehidupan di bawah garis kemiskinan. Sejak 1994 hingga 2008, APEC juga memberikan sumbangan sebesar 62 persen bagi pertumbuhan dunia serta menciptakan jutaan lapangan kerja.        Tingkat harapan hidup di kawasan juga meningkat menjadi 74 tahun dan juga tingkat pendidikan meningkat 94 persen. Investasi asing di negara-negara anggota juga meningkat 13 persen pada 2008 dibandingkan 1994, hampir mendekati 791 miliar dolar AS.        Dari penurunan biaya perdagangan sebesar 1,7 persen pada 2007 dan 2008 maka negara-negara anggota bisa menghemat hingga 14 miliar dolar AS. Pengurangan biaya perdagangan tersebut didapat dari perbaikan proses perdagangan seperti dokumen perdagangan, bea cukai dan perbaikan aturan.        Sejak adanya inisiatif APEC, total perdagangan di kawasan dalam barang dan jasa meningkat dari 3 triliun dolar AS pada 1989 menjadi 14 triliun dolar AS pada 2009.        Anggota APEC juga menikmati perdagangan intraregional yang meningkat dari 1,7 triliun dolar AS pada 1989 menjadi 7,7 triliun dolar AS pada 2009.    Internasionalisme   Salah satu dasar filosofi kebijakan luar negeri pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah internasionalisme, yaitu mendorong peran Indonesia dalam kancah organisasi internasional dan aktif dalam berbagai forum internasional. Kebijakan itu semakin menguat saat Indonesia dalam beberapa kesempatan memegang peran penting baik dalam forum Perserikatan Bangsa-Bangsa seperti konferensi perubahan iklim dan juga peran dalam keanggotaan di forum G-20 sejak 2008 dan juga menjadi Ketua ASEAN pada 2011.        Keinginan Indonesia untuk mendorong adanya stabilitas kawasan baik Asia Tenggara maupun Asia tidak lepas dari kenyataan bahwa stabilitas kawasan memberikan pengaruh terhadap pencapaian kepentingan nasional. Peran semua negara untuk mewujudkan keseimbangan di kawasan termaktub dalam doktrin Natalegawa.        Keseimbangan dinamis (dynamic equilibrium) atau juga disebut "Doktrin Natalegawa" adalah kondisi di mana tidak ada kekuatan dominan tunggal di kawasan dan berbagai negara berinteraksi secara damai dan menguntungkan.        Kepemimpinan Indonesia pada APEC 2013, mengulang sejarah pada penyelenggaraan APEC 1994 di Bogor, merupakan salah satu puncak peran Indonesia dalam politik dan kerja sama internasional. Dalam pertemuan di Bali, 2013 dihasilkan sejumlah kesepakatan    APEC 2013 yang mengangkat tema Resilient Asia Pacific-Engine of Global Growth menghasilkan kesepakatan, pertama, para pemimpin menyepakati untuk memperkuat agenda Bogor Goals. Untuk itulah, para pemimpin APEC bersepakat untuk memperkuat, mendorong, dan membuka kesempatan bagi seluruh pemangku kepentingan berpartisipasi dalam agenda APEC dan saling memberikan keuntungan bagi semua.        Kedua, para pemimpin APEC sepakat meningkatkan intra-APEC untuk infrastruktur, membangun kapasitas, dan memfungsikan perdagangan multilateral. Ketiga, para pemimpin APEC setuju untuk meningkatkan konektivitas institusi dan sumber daya manusia di antara anggota APEC. Untuk itulah, dibuat konektivitas yang menitikberatkan pada investasi dan infrastruktur.        Keempat, para pemimpin APEC memastikan pertumbuhan yang kuat, inklusif, dan berkelanjutan. Para pemimpin APEC bersepakat untuk memfasilitasi dan memperkuat Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), serta perempuan pegusaha dan muda. Kelima, memperkuat ketahanan pangan.         Tujuan agenda ini adalah menghadapi tantangan pertumbuhan dan perubahan iklim.  Keenam, para pemimpin APEC bersepakat untuk meningkatkan sinergi dan melengkapi dengan kerja sama multilateral yang lain seperti East Asia Summit dan G-20. Hal ini menjadi sangat penting karena dunia ini dibentuk dengan berbagai arsitek ekonomi yang berbeda dan ketujuh, kerja sama di dunia usaha antarnegara APEC sangat penting untuk mencapai free and open trade investment.        Kebijakan politik luar negeri bebas aktif yang kemudian diejawantahkan dalam pandangan "milion friends zero enemy" memang mendorong Indonesia untuk membuka kerja sama dengan negara mana pun juga  tanpa memandang aliansi politik. Meski kemudian falsafah itu diciderai oleh adanya upaya penyadapan Australia terhadap komunikasi sejumlah pejabat Indonesia pada 2009 namun kebijakan bekerja sama dengan seluruh negara bisa dilanjutkan pada sisa masa pemerintahan Presiden Yudhoyono dan pemerintahan presiden selanjutnya hasil pilpres 2014.        Tapi yang patut diingat, dalam kancah hubungan internasional, kepentingan nasional merupakan hal yang paling penting dan mendasari seluruh kebijakan terutama kebijakan luar negeri, apapun doktrin yang dipakainya. Konsep itu pula yang dianut oleh negara manapun yang akan bekerjasama dengan Indonesia.  (Panca Hari Prabowo)

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2013