World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia bersama komunitas konservasi Aceh melepasliarkan sebanyak 78 anak penyu lekang atau tukik (Lepidochely olivacea) di Pantai Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar. 

"Semua 78 tukik yang dilepaskan ini hasil budidaya warga setempat dan telurnya diambil langsung di wilayah Pantai Lhoknga," kata Communications Officer WWF Indonesia, Cek Rini di Pantau Lhoknga, Aceh Besar, Kamis usai melepasliarkan tukik tersebut. 

Cek Rini menjelaskan, tukik yang dilepasliarkan tersebut merupakan jenis lekang yang sudah langka dan dilindungi oleh undang-undang. 

"Kita berharap warga memiliki kesadaran terhadap konservasi serta bersama-sama melindungi biota laut yang dilindungi Undang-undang Republik Indonesia," ujar dia. 

Pada kesempatan itu ia juga berharap, tukik yang dilepasliarkan itu bisa kembali dan bertelur di perairan setempat atau Aceh guna memperkenalkannya kepada generasi mendatang. 

Penyu merupakan salah satu spesies yang dilindungi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Ketua Budidaya Penyu Pasi Jalang, Lhoknga, Jafaruddin Harun yang membudidaya tukik itu menceritakan, telur tukik maksimal netasnya hingga 70 hari.

"Kita membudidayakan tukik masih tradisional yakni, menutupinya dengan pasir dan telur tukik ini saya ambil langsung di Pantai Lhoknga," kata dia di lokasi. 

Jafaruddin berharap masyarakat setempat memiliki kesadaran terhadap ekosistem laut dan bersama-sama menyelamatkan penyu yang dilindungi undang-undang. 

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Pasal 19 ayat (1) menyebutkan, setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam. 

Pada Pasal 40 bunyinya, barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp200 juta.

Selanjutnya, Pasal 21 ayat (1), setiap orang dilarang untuk (a) mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati.

Kemudian, Pasal 37 ayat (1), peran serta rakyat dalam konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya diarahkan dan digerakkan oleh pemerintah melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna.

Pewarta: Irman Yusuf

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019