Proses penegakan hukum aparatur sipil negara (ASN) di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) terkesan dipermainkan, sehingga para pakar ahli hukum diminta untuk mengkajinya demi keadilan.  

“Kemana lagi kami mencari keadilan. Mohon para pakar ahli hukum untuk mengkaji masalah ini. Kami mencari keadilan melalui pengadilan namun tidak dilaksanakan sesuai hasil keputusan hakim pengadilan,” kata mantan Asisten Pemerintahan Pemkab Abdya, Hanafiah di Blangpidie, Kamis.

Hanafiah menceritakan, dirinya bersama rekan sekantornya Ihsan A Majid (pejabat pelaksana teknis kegiatan) pada tahun 2010 pernah tersandung kasus tindak pidana korupsi semasa menjadi pejabat Dinas Sosial Abdya kemudian mendapat hukuman tiga kali atas kasus yang sama.

"Setelah kami jalani hukuman penjara satu tahun, kami dipecat dari ASN. Setelah itu kami menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Setelah menang di dua pengadilan, kami dipecat kembali,” tuturnya.

Hanafiah menceritakan, kronologis perkaranya bermula kasus tahun 2010 proses perkara tahun 2011/2012 vonis pengadilan satu tahun penjara dan hukuman sudah selesai dijalankan pertengahan tahun 2012 meskipun tidak ada kerugian negara dalam perkara tersebut.

"Kami berdua waktu itu bukanlah pelaku utama melainkan terseret karena kelalaian kontraktor (rekanan) tidak siap pekerjaan tepat waktu namun pada waktu proses sidang di pengadilan pekerjaan pembangunan gedung sosial dan rumah jaga tipe-36 sudah selesai dikerjakan,” jelasnya.

Bahkan, kata Hanafiah, kala itu majelis hakim Pengadilan Negeri Tapaktuan melakukan sidang lapangan dan mendapati bahwa pembangunan gudang sosial dan rumah jaga tipe-36 sudah selesai dikerjakan oleh pihak rekanan.

"Apa yang didapati oleh majelis hakim dalam sidang lapangan/pemeriksaan waktu itu menjadi salah satu konsideran hukum pertimbangan hakim. Ini bisa dilihat dalam vonisnya," tutur Hanafiah.

Baca juga: Karena korupsi, Bupati Abdya pecat seorang guru dari PNS

Kemudian, lanjut Hanafiah, setelah menjalani hukuman penjara sekitar pertengahan tahun 2012, mereka berdua  mulai aktif kembali melaksanakan tugas kedinasan sebagai ASN dan tidak pernah dinon aktifkan sampai awal tahun 2017.

"Kira-kira kurang lebih awal 2017, Badan Kepegawaian Nasional (BKN) Pusat melalui sistem aplikasi Kepegawaian memblokir NIP kami berdua. Kemudian awal 2018 sekitar akhir bulan Februari kami diberhentikan dari PNS dengan tidak hormat oleh Bupati Abdya," tuturnya.

Setelah diberhentikan dari ASN oleh kepala daerah. Kedua PNS tersebut keberatan dan mengajukan gugatan ke PTUN Banda Aceh, dengan hasil putusan gugatan mereka berdua dikabulkan bahkan mereka menang dalam perkara tersebut.

Kemudian, Bupati Akmal Ibrahim selaku tergugat melalui kuasa hukumnya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan, Sumatera Utara dan hasilnya PTTUN Medan memperkuat putusan PTUN Banda Aceh.

"Artinya kami selaku penggugat menang perkara tingkat banding dan putusan tiba waktunya inkrah. Setelah itu kami melapor ke bupati sekaligus menyampaikan permohonan agar kami diaktifkan kembali sebagai ASN sebagaimana hasil keputusan dua pengadilan tersebut," tuturnya.

Waktu itu, Bupati Abdya Akmal Ibrahim langsung mendisposisikan surat permohonan tersebut kepada Sekretaris daerah kabupaten, kemudian Sekda Thamrin meneruskan surat permohonan tersebut ke pihak BKPSDM Abdya agar diproses sesuai hasil keputusan hakim pengadilan.  

Anehnya, keputusan hakim pengadilan tersebut sepetinya tidak berlaku di Abdya. Buktinya pihak BKSDM beralasan harus menyurati kembali BKN pusat guna meminta pendapat hukum lagi terhadap pengembalian status PNS kedua abdi negara itu sebagaimana keputusan pengadilan tersebut.

"Jadi, dalam surat jawaban BKN pusat, pada poin 4 huruf A pihak BKN meminta PPK untuk segera melaksankan putusan pengadilan dimaksud. Anehnya pada huruf lain disebutkan setelah melaksanakan putusan pengadilan PPK segera menerbitkan SK PTDH yang baru kami," ujarnya.

"Kalau sudah putusan pengadilan diperlakukan begini oleh pejabat TUN, pertanyaannya ke mana lagi kami mencari keadilan hukum. Mohon para pakar ahli hukum untuk mengkaji masalah ini. Kami mencari keadilan melalui pengadilan namun yang terjadi dilaksanakan putusan pengadilan oleh pejabat TUN untuk beberapa saat dan dengan kekuasaannya juga menerbitkan surat pemberhentian kembali," katanya.

Pewarta: Suprian

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019