Banda Aceh, 17/3 (Antaraaceh) - Dalam sejarah, Provinsi Aceh belum pernah menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON). Oleh karena itu ketika Aceh masuk dalam tiga besar nominasi tuan rumah PON XX/2020, pemerintah dan masyarakat daerah ini menyambut dengan antusias.
Selain itu Pemerintah dan rakyat Aceh berusaha agar bisa menjadi tuan rumah pesta olahraga terbesar di Tanah Air itu dengan baik dan menyenangkan semua peserta.
Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat telah menetapkan tiga provinsi yakni Bali, Aceh, dan Papua untuk bersaing menjadi tuan rumah pesta olahraga empat tahunan tersebut, setelah melalui mekanisme voting rapat di Jakarta Convention Center, Selasa (11/3) malam.
Sebanyak 94 peserta Rapat Anggota Tahunan KONI 2014, yang terdiri atas 34 KONI Pengurus Provinsi dan 60 Pengurus Besar/Pengurus Pusat memberikan suara dengan memilih salah satu dari keenam calon tuan rumah.
Keenam calon tersebut yaitu Aceh, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi Selatan, dan Papua. Dalam pemilihan, peserta dibatasi hanya memberikan suara maksimal kepada tiga calon. Hasilnya, terpilih tiga provinsi sebagai peraih suara terbanyak.
Papua berada di urutan pertama dengan 66 suara, sementara di urutan kedua dan ketiga ditempati Bali dan Aceh yang sama-sama meraih 46 suara.
Penentuan tuan rumah PON XX pada 2020 menunggu putusan dari pihak pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga, kata Ketua Umum KONI Pusat Tono Suratman.
"Dari enam kandidat PON XX, telah dipilih tiga yang selanjutnya diserahkan kepada pemerintah. Pemerintah lah yang nanti memutuskan siapa menjadi tuan rumah," ujarnya.
Gubernur Aceh Zaini Abdullah menyatakan, Aceh sudah siap untuk menjadi tuan rumah, karena daerah yang dijuluki "Serrambi Mekkah" ini telah memiliki sarana dan prasarana olahraga melebihi 50 persen dari yang diisyaratkan.
Gubernur menyatakan, Aceh sekarang adalah Aceh baru yang sangat terbuka untuk pariwisata, bisnis dan kegiatan lainnya. "Dengan berkunjung Aceh, akan bisa melihat Aceh dari dekat. Stigma Aceh daerah konflik sudah sirna," ujarnya.
Pernyataan gubernur itu juga diperkuat Ketua KONI Aceh Zainiuddin Hamid yang berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan provinsi tersebut sebagai tuan rumah PON 2020.
"Semua pihak di Aceh sangat mendukung pelaksanaan PON di provinsi ini dan Pemerintah Aceh siap mengalokasikan anggaran seberapapun yang dibutuhkan untuk menyukseskan pelaksanaan event tersebut," tegasnya.
Dijelaskannya, pelaksanaan PON di Aceh nantinya akan mampu mempercepat pembangunan di sektor olahraga khususnya dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi masyarakat di masa mendatang.
"Kami sangat berharap agar Presiden terbuka hati untuk menetapkan Provinsi Aceh sebagai tuan rumah pelaksana PON 2020," katanya.
Sekretaris Umum KONI Aceh Muhammad Saleh mengatakan tim dari Jakarta juga telah melakukan pengecekan terhadap sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan PON dimana ada yang perlu ditingkatkan dan perlu penambahan sebanyak 11 venue baru untuk menyukseskan kegiatan tersebut.
Pihaknya meyakini dengan hadirnya sebelas venue baru tersebut juga akan menjadi salah satu upaya menggelar berbagai event olah raga tingkat nasional dan internasinal di arena bekas pelaksanaan PON.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Aceh Asnawi dan Ketua Harian pemenangan tuan rumah PON 2020 Bukhari mengatakan bahwa pihaknya terus membangun komunikasi dengan berbagai pihak di tingkat nasional agar nantinya Presiden SBY menetapkan Aceh sebagai tuan rumah PON 2020.
Asnawi menambahkan, saingan terberat dari dua provinsi yang masuk dalam tiga besar sebagai tuan rumah PON 2020 yakni Provinsi Papua karena provinsi itu mengandeng Provinsi Papua Barat untuk pelaksanaan hajatan besar tersebut.
Kendati demikian, pihaknya tetap berusaha dan optimistis impian untuk mewujudkan Aceh sebagai pelaksana tuan rumah akan tercapai, karena Pemerintah Aceh dan semua komponen sangat mendukung pelaksanaan event tersebut tinggal saja penetapan Presiden.
Cukup Waktu
Bukhari mengatakan, Aceh masih memiliki cukup waktu membangun sebelas arena pertandingan baru untuk melaksanakan pesta olahraga nasional empat tahunan tersebut.
"Dengan waktu yang ada sangat mungkin bagi Pemerintah Aceh mengalokasikan anggaran untuk membangun sarana dan prasarana pendukung olahraga, jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan Aceh sebagai tuan rumah PON 2020," katanya.
Ia menjelaskan, dengan waktu yang tersedia tersebut juga sangat mungkin bagi pemerintah setempat fokus dalam pembangunan venue baru, baik yang dianggarkan melalui APBA maupun APBN.
Bukhari mengatakan pihaknya juga sangat berhati-hati dalam pembangunan berbagai infrastruktur pendukung sarana dan prasarana PON 2020 agar tidak terulang seperti kasus yang terjadi pada pembangunan sarana olahraga di Provinsi Riau.
"Jika Provinsi Aceh terpilih nantinya, semua pihak akan mengupayakan semaksimal mungkin agar pembangunan berbagai sarana infrastruktur pendukung bebas dari korupsi," kata Bukhari yang juga kepala Dinas Sosial Provinsi Aceh.
Ia menambahkan, meski Pemerintah Aceh akan mengalokasikan dana sekitar Rp8 triliun untuk menyukseskan pelaksanaan PON 2020, namun alokasi anggaran tersebut akan disesuaikan setelah ditetapkan sebagai tuan rumah oleh Presiden.
"Pemerintah Aceh nantinya akan merincikan berbagai kebutuhan anggaran untuk pelaksanaan PON, jika Pemerintah Pusat benar-benar menetapkan Aceh sebagai tuan rumah," katanya.
Ia mengatakan, Aceh sangat berharap agar Presiden Yudhoyono dapat menetapkan Aceh sebagai tuan rumah pelaksana event tingkat nasional yang berlangsung selama empat tahun sekali itu.
Sekretaris KONI Muhammad Saleh menyatakan dengan adanya dana otonomi khusus, Aceh sangat memungkinkan untuk membangun sarana olahraga yang presentatif.
Dana otsus Aceh berlaku untuk jangka waktu 20 tahun, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas yang besarnya setara dengan dua persen plafon dana alokasi umum nasional dan untuk tahun keenam belas sampai dengan tahun kedua puluh yang besarnya setara dengan satu persen plafon dana alokasi umum nasional.
Dana otsus berlaku untuk daerah Aceh sesuai dengan batas wilayah Aceh. Penggunaannya dilakukan untuk setiap tahun anggaran yang diatur dalam Qanun (Peraturan Daerah) Aceh.
Dana otsus untuk tahun pertama mulai berlaku sejak tahun anggaran 2008. Alokasi dana otonomi khusus yang diproyeksikan akan mencapai lebih dari Rp100 triliun sampai dengan tahun 2027.
Oleh karenanya, Saleh menyatakan, PON 2020 merupakan tonggak terakhir bagi Aceh untuk membangun sarana olahraga yang lengkap.
Dengan demikian, apabila dana otsus Aceh sudah berakhir, maka ada bukti yang ditinggalkan, yakni pusat olahraga terlengkap dan terluas di kawasan Kabupaten Aceh Besar, katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2014
Selain itu Pemerintah dan rakyat Aceh berusaha agar bisa menjadi tuan rumah pesta olahraga terbesar di Tanah Air itu dengan baik dan menyenangkan semua peserta.
Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat telah menetapkan tiga provinsi yakni Bali, Aceh, dan Papua untuk bersaing menjadi tuan rumah pesta olahraga empat tahunan tersebut, setelah melalui mekanisme voting rapat di Jakarta Convention Center, Selasa (11/3) malam.
Sebanyak 94 peserta Rapat Anggota Tahunan KONI 2014, yang terdiri atas 34 KONI Pengurus Provinsi dan 60 Pengurus Besar/Pengurus Pusat memberikan suara dengan memilih salah satu dari keenam calon tuan rumah.
Keenam calon tersebut yaitu Aceh, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi Selatan, dan Papua. Dalam pemilihan, peserta dibatasi hanya memberikan suara maksimal kepada tiga calon. Hasilnya, terpilih tiga provinsi sebagai peraih suara terbanyak.
Papua berada di urutan pertama dengan 66 suara, sementara di urutan kedua dan ketiga ditempati Bali dan Aceh yang sama-sama meraih 46 suara.
Penentuan tuan rumah PON XX pada 2020 menunggu putusan dari pihak pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga, kata Ketua Umum KONI Pusat Tono Suratman.
"Dari enam kandidat PON XX, telah dipilih tiga yang selanjutnya diserahkan kepada pemerintah. Pemerintah lah yang nanti memutuskan siapa menjadi tuan rumah," ujarnya.
Gubernur Aceh Zaini Abdullah menyatakan, Aceh sudah siap untuk menjadi tuan rumah, karena daerah yang dijuluki "Serrambi Mekkah" ini telah memiliki sarana dan prasarana olahraga melebihi 50 persen dari yang diisyaratkan.
Gubernur menyatakan, Aceh sekarang adalah Aceh baru yang sangat terbuka untuk pariwisata, bisnis dan kegiatan lainnya. "Dengan berkunjung Aceh, akan bisa melihat Aceh dari dekat. Stigma Aceh daerah konflik sudah sirna," ujarnya.
Pernyataan gubernur itu juga diperkuat Ketua KONI Aceh Zainiuddin Hamid yang berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan provinsi tersebut sebagai tuan rumah PON 2020.
"Semua pihak di Aceh sangat mendukung pelaksanaan PON di provinsi ini dan Pemerintah Aceh siap mengalokasikan anggaran seberapapun yang dibutuhkan untuk menyukseskan pelaksanaan event tersebut," tegasnya.
Dijelaskannya, pelaksanaan PON di Aceh nantinya akan mampu mempercepat pembangunan di sektor olahraga khususnya dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi masyarakat di masa mendatang.
"Kami sangat berharap agar Presiden terbuka hati untuk menetapkan Provinsi Aceh sebagai tuan rumah pelaksana PON 2020," katanya.
Sekretaris Umum KONI Aceh Muhammad Saleh mengatakan tim dari Jakarta juga telah melakukan pengecekan terhadap sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan PON dimana ada yang perlu ditingkatkan dan perlu penambahan sebanyak 11 venue baru untuk menyukseskan kegiatan tersebut.
Pihaknya meyakini dengan hadirnya sebelas venue baru tersebut juga akan menjadi salah satu upaya menggelar berbagai event olah raga tingkat nasional dan internasinal di arena bekas pelaksanaan PON.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Aceh Asnawi dan Ketua Harian pemenangan tuan rumah PON 2020 Bukhari mengatakan bahwa pihaknya terus membangun komunikasi dengan berbagai pihak di tingkat nasional agar nantinya Presiden SBY menetapkan Aceh sebagai tuan rumah PON 2020.
Asnawi menambahkan, saingan terberat dari dua provinsi yang masuk dalam tiga besar sebagai tuan rumah PON 2020 yakni Provinsi Papua karena provinsi itu mengandeng Provinsi Papua Barat untuk pelaksanaan hajatan besar tersebut.
Kendati demikian, pihaknya tetap berusaha dan optimistis impian untuk mewujudkan Aceh sebagai pelaksana tuan rumah akan tercapai, karena Pemerintah Aceh dan semua komponen sangat mendukung pelaksanaan event tersebut tinggal saja penetapan Presiden.
Cukup Waktu
Bukhari mengatakan, Aceh masih memiliki cukup waktu membangun sebelas arena pertandingan baru untuk melaksanakan pesta olahraga nasional empat tahunan tersebut.
"Dengan waktu yang ada sangat mungkin bagi Pemerintah Aceh mengalokasikan anggaran untuk membangun sarana dan prasarana pendukung olahraga, jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan Aceh sebagai tuan rumah PON 2020," katanya.
Ia menjelaskan, dengan waktu yang tersedia tersebut juga sangat mungkin bagi pemerintah setempat fokus dalam pembangunan venue baru, baik yang dianggarkan melalui APBA maupun APBN.
Bukhari mengatakan pihaknya juga sangat berhati-hati dalam pembangunan berbagai infrastruktur pendukung sarana dan prasarana PON 2020 agar tidak terulang seperti kasus yang terjadi pada pembangunan sarana olahraga di Provinsi Riau.
"Jika Provinsi Aceh terpilih nantinya, semua pihak akan mengupayakan semaksimal mungkin agar pembangunan berbagai sarana infrastruktur pendukung bebas dari korupsi," kata Bukhari yang juga kepala Dinas Sosial Provinsi Aceh.
Ia menambahkan, meski Pemerintah Aceh akan mengalokasikan dana sekitar Rp8 triliun untuk menyukseskan pelaksanaan PON 2020, namun alokasi anggaran tersebut akan disesuaikan setelah ditetapkan sebagai tuan rumah oleh Presiden.
"Pemerintah Aceh nantinya akan merincikan berbagai kebutuhan anggaran untuk pelaksanaan PON, jika Pemerintah Pusat benar-benar menetapkan Aceh sebagai tuan rumah," katanya.
Ia mengatakan, Aceh sangat berharap agar Presiden Yudhoyono dapat menetapkan Aceh sebagai tuan rumah pelaksana event tingkat nasional yang berlangsung selama empat tahun sekali itu.
Sekretaris KONI Muhammad Saleh menyatakan dengan adanya dana otonomi khusus, Aceh sangat memungkinkan untuk membangun sarana olahraga yang presentatif.
Dana otsus Aceh berlaku untuk jangka waktu 20 tahun, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas yang besarnya setara dengan dua persen plafon dana alokasi umum nasional dan untuk tahun keenam belas sampai dengan tahun kedua puluh yang besarnya setara dengan satu persen plafon dana alokasi umum nasional.
Dana otsus berlaku untuk daerah Aceh sesuai dengan batas wilayah Aceh. Penggunaannya dilakukan untuk setiap tahun anggaran yang diatur dalam Qanun (Peraturan Daerah) Aceh.
Dana otsus untuk tahun pertama mulai berlaku sejak tahun anggaran 2008. Alokasi dana otonomi khusus yang diproyeksikan akan mencapai lebih dari Rp100 triliun sampai dengan tahun 2027.
Oleh karenanya, Saleh menyatakan, PON 2020 merupakan tonggak terakhir bagi Aceh untuk membangun sarana olahraga yang lengkap.
Dengan demikian, apabila dana otsus Aceh sudah berakhir, maka ada bukti yang ditinggalkan, yakni pusat olahraga terlengkap dan terluas di kawasan Kabupaten Aceh Besar, katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2014