Kepala Dinas Pendidikan Aceh Syaridin menyatakan Kurikulum Eduteknopreneur Islami atau pendidikan berbasis teknologi dan kewirausahaan Islami merupakan bagian membentuk dan melahirkan lulusan menguasai teknologi dan mampu bersaing di dunia kerja serta membuka usaha baru berdasarkan pendidikan Islami.

 

“Kurikulum eduteknopreneur ini juga upaya Dinas Pendidikan Aceh mewujudkan visi Aceh Carong guna mewujudkan Aceh Hebat, yang merupakan visi-misi Pemerintah Aceh dalam bidang pendidikan,” kata Syaridin di Banda Aceh, Rabu.

 

Pernyataan itu juga disampaikannya di sela-sela membuka Training of Trainer (ToT) SMK Kurikulum Eduteknopreneur Islami yang diikuti 50 peserta pengembang kurikulum tersebut.

 

Ia menjelaskan pendidikan Islami berfungsi mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia (akhlakul karimah), sehat berilmu, cakap, kreatif dan menjadi negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

 

 

Ia mengatakan merujuk Permendikbud nomor 34 tahun 2018 tentang SNP SMK/MAK yang memperbaharui seluruh permendikbud tentang standar pendidikan terdahulu, maka kurikulum Aceh juga harus mengacu pada perubahan delapan standar pendidikan yang ada di satuan pendidikan SMK/MAK.

 

Menurut dia kurikulum Aceh sesuai dengan amanah Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) Nomor 11 tahun 2006 dan Qanun Aceh tidak berseberangan dengan Kurikulum Nasional, akan tetapi Kurikulum Aceh memperkaya kurikulum nasional.

 

“Salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintahan Aceh yang merupakan pelaksanaan keistimewaan Aceh adalah penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas dan Islami dengan menambah materi sesuai dengan syari'at Islam," katanya.

 

Ia mengatakan dalam UUPA Nomor 11 tahun 2006 pasal 218  ayat 1  menyebutkan bahwa, Pemerintah Aceh dan pemerintah Kabupaten/Kota menetapkan kebijakan mengenai penyelenggaraan pendidikan formal, pendidikan dayah dan pendidikan nonformal lain.

 

"Penetapan kurikulum inti dan standar mutu untuk semua jenjang pendidikan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendidikan SMK, belajar akan lebih bermakna jika peserta belajar mengalami apa yang dipelajarinya, bukan sekadar mengetahuinya," katanya. 

 

Ia mengatakan pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. 

 

Kemudian pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) dan pembelajaran pengalaman (experiential learning) adalah konsep belajar mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta belajar membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

 

"Pelibatan enam komponen utama pembelajaran efektif, yakni konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), komunitas belajar (learning community), pemodelan (modeling) dan penilaian sebenarnya (authentic assessment), maka hasil pembelajaran akan bermakna," katanya.

 

 

Ia menambahkan, kurikulum edutechnoprenuer menerapkan pendekatan pembelajaran berbasis tempat kerja atau sering disebut wbl (work based learning) yang diturunkan dari premis bahwa "setting pembelajaran pada konteks tempat kerja yang riil" tidak hanya membuat pembelajaran akademik lebih mudah dicerna para peserta didik, tetapi juga meningkatkan kedekatan sekolah dengan industri (engagement in schooling industri). 

 

 

"Aktivitas sekolah membantu memperkuat dan memperluas pembelajaran yang dicapai pada tempat kerja sementara peserta didik mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dari pengalaman dua tempat (sekolah dan tempat kerja/industri) serta memungkinkan tersambung pembelajaran dengan sesuai dengan tempat

Pewarta: M Ifdhal

Editor : Azhari


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019