Kasus buaya menerkam warga di Kabupaten Aceh Jaya tepatnya di Desa Gampong Baro Sayeung, sudah berulang kali terjadi.

Kejadian yang menimpa Herimadi (30) salah seorang warga Desa Gampong Baro Sayeung pada Rabu (19/6) malam merupakan yang ketiga kalinya terjadi di desa tersebut..

"Kami sangat berharap pihak terkait dalam hal ini BKSDA untuk dapat mencari solusi konkrit terhadap kasus buaya menerkam warga yang sudah tiga kali terjadi ini," ujar Tgk Muhammad Abi selalu Kepala Desa Gampong Baroe Sayeung kepada Antara, Kamis (20/6).

Ia berharap pihak terkait dapat membuat penangkaran atau memindahkan sejumlah buaya yang ada di tempat tersebut ke tempat yang lebih aman dan jauh dari masyarakat.

"Paling tidak dibuat penangkaran atau dipindahkan ke tempat yang lebih aman, karena memang kasus ini sudah berulang kali terjadi, apalagi hampir 60 persen pekerjaan warga Gampong Baro Sayeung adalah nelayan sungai," ungkapnya.

Baca juga: Sedang jaring ikan, seorang warga Aceh Jaya diterkam buaya

Edi Surizal (35) salah seorang warga setempat saat di wawancarai Antara menyampaikan, pihaknya terpaksa menjadi nelayan sungai, karena tidak ada mata pencaharian lainnya.

"Bukan senang bang, karena memang tidak ada pekerjaan lain yang ada bagi kami selain mencari nafkah di sungai tersebut," ujar Edi yang juga salah seorang warga yang pernah diterkam buaya pada tahun 2017.

Sementara itu, Kepala BKSDA Aceh Sapto Aji saat dikonfirmasi Antara menyampaikan, pagi ini timnya akan turun ke lokasi kejadian untuk menangani permasalah tersebut.

"Tim saya dari Resort Meulaboh pagi ini akan turun ke TKP," ujarnya
.
Terkait penangkaran, ia menyampaikan, sulit untuk dilakukan karena menurutnya penangkaran ada dua tujuan komersil dan non komersil yaitu punya badan usaha.

"Sampai sekarang belum ada badan usaha yang tertarik buat penangkaran buaya di Aceh. Kalau non komersil, tujuannya untuk pelestarian. Selain itu, pasti kebutuhan anggaran untuk pakan cukup besar, siapa yg biayai," ungkapnya.

Ia juga menambahkan, penangkaran juga tidak mungkin dibuat yang bukan di dalam kawasan konservasi atau bukan di atas tanah asset BKSDA, karena itu akan menajadi Badan Milik Negara (BMN).

"Wilayah itu memang habitat buaya. Catatan kami tahun  1995, serangan buaya terjadi malam hari sampai terbit matahari. Kalau bisa masyarakat jangan cari ikan di malam hari di habitat buaya, kalau terpaksa cari malam, harus hati-hati benar," harapnya.
.
Sapto menyampaikan, ide wisata mangrov yang sekarang dicanang di tempat itu sangat bagus, sehingga nanti wisatawan bisa melihat langsung buaya di habitatnya.

"Sebenarnya ide memanfaatkan buaya untuk tujuan wisata di Gampong Baro ini, justru sangat bagus. Dibuat jembatan atau track yang cukup tinggi, sehingga wisatawan bisa lihat buaya liar di habitatnya," tutupnya.

Pewarta: Arif Hidayat

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019