Pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Aceh Jaya mengusulkan untuk pelurusan sungai di Desa Alue Thoe dan Desa Curek, Kecamatan Krueng Sabee, karena sering terjadi abrasi.

Kabid Program PUPR Aceh Jaya, Susanto Jayadi saat dihubungi awak media di Calang, Jumat (21/6) mengatakan, ada dua cara untuk menangani abrasi tersebut yaitu dengan pelurusan sungai dan pemasangan tanggul untuk pengamanan ketika dihantam banjir.

Akan tetapi, kata Susanto, yang mungkin dilakukan oleh pemerintah hanya dengan cara pelurusan sungai, pasalnya jika pembuatan tanggul untuk tiga titik yang rawan longsor itu membutuhkan biaya sangat basar, yakni antara Rp500 juta hingga Rp1 miliar tergantung krontuksi yang digunakan.

"Kita sudah mengusulkan dalam Rencana Kerja Anggaran Perubahan (RKA-P) untuk perulusan sungai Gampong Curek Alue Thoe sebesar Rp140 juta di tahun ini," ujar Susanto.

Ia juga menjelaskan, jika anggaran sebesar itu tidak termasuk pembebasan tanah, karena pengadaan tanah itu beda rekening kegiatannya.

"Semoga pemilik tanah mau merelakan demi kepentingan umum, bila tidak, pekerjaan bisa gagal," ungkapnya
 

Warga menolak

Sementara itu, sebagian masyarakat Alue Thoe menolak untuk dikakukan pelurusan sungai tersebut dikarenakan masyarakat masih membutuhkan sungai tersebut untuk kebutuhan sehari-hari.

"Kalau sungai itu diluruskan otomatis sungai yang di area pemukiman warga jadi kering, dan bagaimana dengan kebutuhan warga selanjutnya yang masih sangat membutuhkan sungai tersebut," ujar Saiful Bahri salah seorang warga Desa Alue Thoe.

Selain itu, kata Saiful, meunasah di Desa Alue Thoe juga berada di pinggiran sungai, yang setiap saat warga menggunakannya untuk mengambil wudhuk ketika mau shalat berjama'ah.

"Jadi kalau sungai itu diluruskan memang akan mengatasi abrasi, namun akan menjadi masalah baru bagi warga yang sudah bertahun-tahun memanfaatkan sungai itu untuk kebutuhan sehari-hari," Terangnya.

Selain itu, Zulkifli salah satu pemilik rumah yang rawan akibat abrasi juga menolak usulan pelurusan sungai didesanya.
Ia menolak pelurusan sungai tersebut karena dinilai kurang efektif.

"Tidak ada jaminan untuk mengatasi abrasi walapun dengan cara pemindahan atau pelurusan sungai, karena jika banjir air akan tetap mengalir dan menghamban perumahan warga," ujar Zulkifli.

Menurutnya, masalah sekarang bukan di pembebasan lahan untuk pelurusan sungai, namun apakah program tersebut akan berdampak positif atau negatif di tengah masyarakat jika sungai diluruskan.

Karena, hingga saat ini sebagian besar masyarakat khususnya yang tinggal di pinggiran sungai masih sangat membutuhkannya untuk kebutuhan sehari-hari, jelasnya.

"Jika memungkinkan jangan pelurusan sungai, tapi dibangun tanggul aja, walapun bukan yang permanen sehingga anggaran yang dibutuhkan juga tidak besar," harap Zulkifli.

Dari data yang dihimpun Antara, abrasi sungai Alue Thoe sudah sangat sering terjadi akhir-akhir ini, bahkan sudah 8 kali abrasi sejak tahun 2008 silam hingga sekarang.

Tahun 2008 sekali, 2011 sekali, 2014 sekali, 2015 sekali, 2016 dua kali, 2017 sekali dan terakhir pada akhir 2018 kemarin sekali. Untuk titik rawan abrasi ada 3 tiik, dua diantaranya di Desa Alue Thoe dan satu titik lagi di Desa Curek.

Pewarta: Arif Hidayat

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019