Akademisi Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Nahdlatul Ulama (STISNU) Aceh Tgk Muhazzir Budiman menilai paham radikalisme di
sangat berbahaya dan harus ditolak, dan ulama, pemimpin serta masyarakat dapat berperan menolaknya.

"Mencegah dengan kekuatan adalah pemimpin yang memiliki kekuatan, kemudian mencegah dengan kata, dakwah, adalah ulama, dan yang mencegah dengan hati adalah masyarakat, dengan cara tidak mengikuti mereka (paham radikalisme)," katanya di Banda Aceh, Selasa.

Hal itu diutarakan Tgk Muhazzir dalam acara  seminar publik, bertemakan 'Bersatu Menangkal Bahaya Radikalisme dan Terorisme di Indonesia' yang diadakan BEM Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Aceh di 3in1 Coffee, Banda Aceh.

Ia menjelaskan bahwa ulama berperan ketika melihat sebuah ideologi baru yang tidak sesuai dan dianggap berbeda dengan lain maka ulama perlu duduk bersama mengkaji sehingga melahirkan fatwa, baik ulama dalam Majelis Permusyarawatan Ulama (MPU) atau Majelis Ulama Indonesia (MUI). 

Sedangkan pemimpin menjalankan apa yang sudah difatwakan oleh ulama. Mengeluarkan peraturan hingga sampai kepada aparat keamanan di lapangan untuk menindaklanjutinya. 

"Sedangkan masyarakat adalah taat, patuh apa yang dikatakan ulama dan pemerintah. Sebenarnya itu simple. Tetapi yang menjadi masalah sekarang masyarakat mengambil alih tugas ulama, ulama mengambil alih tugasnya pemerintah, yang langsung turun ke lapangan untuk mengeksekusi, menolak, ini yang kacau," ungkapnya, menambahkan.

Sebenarnya dalam menangkal paham-paham radikalisme, menurutnya, cukup menjaga perannya masing-masing tanpa harus melangkahi pemerintah, atau ulama dilangkahi masyarakat. 

"Aceh tidak rawan (penyebaran paham radikalisme). Karena Aceh masih ada organisasi yang sesuai dengan MPU dan qanun, walaupun tidak rawan tetapi kita tetap mengawal fatwa MPU dan qanun Aceh, itu saja tugas kita," ujarnya.
 

Pewarta: Khalis

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019