Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menyebutkan ideologi gerakan DI/TII merupakan embrio gerakan radikal di Indonesia.

"Dalam perjalanannya negeri ini membangun, pada 7 Agustus 1949 ada proklamasi NII," katanya di Jakarta, Selasa.

Hal tersebut disampaikan saat pembacaan ikrar setia terhadap Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika dari sejumlah eks-Harokah Islam Indonesia, eks-DI/TII dan eks NII.

Wiranto menceritakan secara singkat bahwa gerakan DI/TII diinisiasi pasukan perjuangan Hisbullah dan Sabilillah yang terus memperjuangkan ideologi baru melalui gerakan bersenjata.

"Sampai 1962. Gerakan bersenjata yang berpusat di Jawa Barat, tepatnya waktu itu di Tasikmalaya dapat dinetralisir," katanya.

Meski organisasinya sudah habis dan tidak berfungsi, kata dia, ternyata ideologi mereka yang menentang Pancasila tetap berjalan dan berkembang di kalangan pendukungnya.

Itulah, kata Wiranto, ideologi yang kemudian menjadi embrio gerakan radikalisme dan terorisme di Indonesia, seperti Jihadis, Komando Jihad, Mujahidin Nusantara hingga Jamaah Islamiyah.

"Semua derivasi, turunan ideologi yang menentang Pancasila," katanya.

Akan tetapi, Wiranto menyatakan rasa bahagia dan bangganya karena menjelang peringatan proklamasi kemerdekaan RI, para eks-Harokah Islam Indonesia, DI/TII, NII sadar untuk kembali memperkuat NKRI.

Beberapa tokoh eks-Harokah Islam Indonesia, DI/TII, NII, yang hadir membaca ikrar, antara lain. Sarjono Kartosuwiryo, putra Sekarmaji Marijan Karto Suwiryo yang dikenal sebagai pentolan DI/TII.

Kemudian, Aceng Mi'raj Mujahidin Sibaweh, yakni putra imam DI/TII terakhir, H Yudi Muhammad Aulia (cucu KH Yusuf Taujiri dan Prof Anwar Musaddad, pendiri DI/TII).

Lalu, KH Dadang Fathurrahman, cucu dari Syaikhona Baddruzzaman yang merupakan guru Karto Suwiryo, Imam Sibaweh, Prof Mussadad, dan KH Yusuf Taujiri.

Pewarta: Zuhdiar Laeis

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019