Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Zainut Tauhid Saadi menyarankan agar para pihak terkait persoalan Ustadz Abdul Somad (UAS) untuk menempuh jalur musyawarah dengan mengedepankan semangat kekeluargaan dan persaudaraan.
"Jika jalur musyawarah atau kekeluargaan tidak dapat dicapai kata mufakat sebagai negara yang menjunjung tinggi hukum maka jalur hukum adalah pilihan yang paling terhormat," kata Zainut kepada wartawan di Jakarta, Senin.
Sebelumnya, sejumlah media massa mengabarkan organisasi massa Brigade Meo melaporkan ceramah UAS ke Polda NTT karena dianggap meresahkan umat Nasrani. Meski Kepolisian Daerah NTT membantah adanya laporan dari Brigade Meo.
Sedangkan UAS mengatakan ceramahnya itu hanya menjawab pertanyaan jamaah dalam pengajian internal tertutup soal patung dan kedudukan Nabi Isa AS bagi orang Islam menurut rujukan kitab suci Al Quran dan sunah Nabi Muhammad SAW. Tentu pandangan terhadap Isa atau Yesus akan berbeda jika dibahas dari pendekatan agama lain.
UAS mengatakan ceramahnya tiga tahun lalu itu tidak untuk merusak persatuan dan kesatuan bangsa serta hubungan antarumat beragama di Indonesia. Dia juga heran mengapa hal itu baru diviralkan saat ini. Dan jika ada persoalan terkait ceramahnya itu dia mengaku tidak akan lari dari persoalan.
Sementara itu, Zainut meminta aparat kepolisian untuk mengusut pengunggah pertama video yang diduga mengandung konten SARA tersebut untuk mengetahui motif, maksud dan tujuan dari pelakunya.
"MUI mengimbau kepada semua pihak untuk dapat menahan diri, tidak terpancing dan terprovokasi oleh pihak-pihak yang sengaja ingin menciptakan keresahan di masyarakat dengan cara mengadu domba antarumat beragama," kata dia.
Semua pihak, kata dia, harus bersikap tenang, hati-hati dan dewasa dalam menyikapi masalah tersebut agar tidak menimbulkan kegaduhan dan membuat masalahnya menjadi semakin besar dan melebar kemana-mana.
"MUI memahami masalah keyakinan terhadap ajaran agama adalah sesuatu yang bersifat sakral, suci dan sensitif bagi pemeluknya sehingga hendaknya semua pihak menghormati dan menghargai keyakinan agama tersebut sebagai bentuk penghormatan dan toleransi dalam kehidupan beragama," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019
"Jika jalur musyawarah atau kekeluargaan tidak dapat dicapai kata mufakat sebagai negara yang menjunjung tinggi hukum maka jalur hukum adalah pilihan yang paling terhormat," kata Zainut kepada wartawan di Jakarta, Senin.
Sebelumnya, sejumlah media massa mengabarkan organisasi massa Brigade Meo melaporkan ceramah UAS ke Polda NTT karena dianggap meresahkan umat Nasrani. Meski Kepolisian Daerah NTT membantah adanya laporan dari Brigade Meo.
Sedangkan UAS mengatakan ceramahnya itu hanya menjawab pertanyaan jamaah dalam pengajian internal tertutup soal patung dan kedudukan Nabi Isa AS bagi orang Islam menurut rujukan kitab suci Al Quran dan sunah Nabi Muhammad SAW. Tentu pandangan terhadap Isa atau Yesus akan berbeda jika dibahas dari pendekatan agama lain.
UAS mengatakan ceramahnya tiga tahun lalu itu tidak untuk merusak persatuan dan kesatuan bangsa serta hubungan antarumat beragama di Indonesia. Dia juga heran mengapa hal itu baru diviralkan saat ini. Dan jika ada persoalan terkait ceramahnya itu dia mengaku tidak akan lari dari persoalan.
Sementara itu, Zainut meminta aparat kepolisian untuk mengusut pengunggah pertama video yang diduga mengandung konten SARA tersebut untuk mengetahui motif, maksud dan tujuan dari pelakunya.
"MUI mengimbau kepada semua pihak untuk dapat menahan diri, tidak terpancing dan terprovokasi oleh pihak-pihak yang sengaja ingin menciptakan keresahan di masyarakat dengan cara mengadu domba antarumat beragama," kata dia.
Semua pihak, kata dia, harus bersikap tenang, hati-hati dan dewasa dalam menyikapi masalah tersebut agar tidak menimbulkan kegaduhan dan membuat masalahnya menjadi semakin besar dan melebar kemana-mana.
"MUI memahami masalah keyakinan terhadap ajaran agama adalah sesuatu yang bersifat sakral, suci dan sensitif bagi pemeluknya sehingga hendaknya semua pihak menghormati dan menghargai keyakinan agama tersebut sebagai bentuk penghormatan dan toleransi dalam kehidupan beragama," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019