Lido, Bogor, 8/4 (Antaraaceh) - Standar pencegahan penyalahgunaan narkoba berbasis ilmu pengetahuan meniscayakan bahwa bekerja sama dengan parapihak akan lebih efektif dan memberikan hasil positif, kata pejabat Badan Narkotika Nasional (BNN).
"Bekerja sama dengan keluarga, sekolah, tempat kerja, masyarakat, atau komunitas dan sektor kesehatan dalam implementasi program dan kegiatan pencegahan, dapat memastikan anak-anak dan pemuda dapat tetap tumbuh, sehat, dan aman hingga mereka beranjak remaja dan dewasa," kata Deputi Pencegahan BNN Yappi Manafe di Balai Diklat BNN kawasan Lido, Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa.
Pada Senin (7/4), Yappi Manafe memberikan materi dalam lokakarya Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) yang diikuti puluhan wartawan media cetak, elektronik, dan "online". Kegiatan itu, dibuka oleh Kepala BNN Komjen Anang Iskandar.
Lokakarya untuk wartawan angkatan pertama itu, berlangsung selama dua hari, 7-8 April 2014.
Ia mengemukakan bahwa Badan PBB urusan Narkotika dan Kejahatan (United Nations Office on Drugs and Crime/UNODC) telah memiliki standar internasional pencegahan penyalahgunaan narkoba berbasis ilmu pengetahuan.
Setidaknya, ada tiga tipe pencegahan penyalahgunaan dalam standar dimaksud. Pertama berupa pencegahan primer, yaitu melakukan berbagai upaya pencegahan sejak dini agar orang tidak menyalahgunakan narkoba.
Kedua, pencegahan sekunder, yakni bagi yang telah memulai, menginisiasi penyalahgunaan narkoba, disadarkan agar tidak berkembang menjadi adiksi (kecanduan), menjalani terapi dan rehabilitasi, serta diarahkan agar yang bersangkutan melaksanakan pola hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga, pencegahan tersier, yakni bagi mereka yang telah menjadi pecandu, direhabilitasi agar dapat pulih dari ketergantungan sehingga dapat kembali bersosialisasi dengan keluarga dan masyarakat.
Bahasa edukatif
Berdasarkan kajian UNODC terkait pencegahan berbasis ilmu pengetahuan, katanya, menunjukkan bahwa metode pencegahan penyalahgunaan narkoba lebih efektif jika memakai bahasa atas pesan edukatif.
"Jika hanya terbatas pada pencetakan brosur, 'leaflet', 'booklet', buku, poster, yang menyeramkan, dengan materi dan konten yang tidak tepat, serta testimoni untuk mengingatkan dan menyadarkan masyarakat tentang bahaya penyalahunaan narkoba, ternyata kurang memberi dampak positif, bahkan tidak mengubah perilaku
seseorang," katanya.
Dengan kata lain, kata dia, menampilkan hal menyeramkan, seperti sosok tengkorak akibat narkoba dan semacam itu justru kontra-produktif untuk upaya pencegahan.
"Karena itu, mesti kita ubah dengan bahasa edukatif dan masuk akal, seperti dengan pesan 'Sehat Menjadi Pintu Gerbang Kehidupan' atau materi edukatif lainnya," katanya.
Standar pencegahan berbasis ilmu pengetahuan, kata dia, adalah menjelaskan tentang intervensi dan kebijakan serta komponen-komponen dan fitur-fitur yang efektif bagi sistem pencegahan nasional di setiap negara dengan hal yang positif.
Dalam kaitan itu, kata Yappi Manafe, BNN tidak bisa bekerja sendiri, sehingga membutuhkan kerja sama dengan semua pihak guna menyelamatkan anak-anak bangsa dari masalah serius, penyalahgunaan narkoba yang merupakan kejahatan luar biasa itu.
Tidak pandang bulu
Deputi Pemberantasan BNN Deddy Fauzy Elhakim mengatakan bahwa dari aspek pemberantasan penyalahgunaan narkoba, pihaknya tidak pandang bulu memperlakukan pelakunya.
"BNN tidak pandang bulu, kalau (ada siapapun, red.) terlihat pengedar atau bandar jaringan narkotika kita 'habisin', kalau pecandu sudah ada salurannya, yakni dihukum dengan rehabilitasi," katanya.
Dia mengakui bahwa penyalahgunaan narkoba di Indonesia terjadi pada hampir di semua kalangan, baik masyarakat umum maupun elite politik.
"Masyarakat kecil, kaya, ataupun elite, selama terbukti hanya pecandu direhabilitasi. Elite politik, jika pecandu saja, karena merupakan aset bangsa maka harus diobati melalui rehabilitasi itu," katanya.
Deddy Fauzy Elhakim mengatakan bahwa pemberantasan narkoba punya konsekuensi risiko tinggi, sehingga ia selalu memotivasi jajarannya dengan filosofi "Amar ma'ruf nahi munkar", yakni suatu perintah Tuhan untuk mengajak atau menganjurkan hal-hal yang baik dan mencegah hal-hal yang buruk bagi masyarakat.
"Risiko petugas kami adalah nyawa, sehingga kita kuatkan dengan spirit itu, yang intinya semua perjuangan akan mendapat balasan di akhirat kelak," katanya.
Ia juga memberikan apresiasi kepada masyarakat di Indonesia untuk pemberantasan narkoba yang dinilai luar biasa.
"Cukup banyak ormas pendukung BNN dalam upaya pemberantasan penyalahgunaan narkoba," katanya.
Pada hari kedua atau terakhir lokakarya P4GN, peserta akan mendapat kesempatan "field trip" di komplek BNN Lido untuk melihat penanganan dan rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2014
"Bekerja sama dengan keluarga, sekolah, tempat kerja, masyarakat, atau komunitas dan sektor kesehatan dalam implementasi program dan kegiatan pencegahan, dapat memastikan anak-anak dan pemuda dapat tetap tumbuh, sehat, dan aman hingga mereka beranjak remaja dan dewasa," kata Deputi Pencegahan BNN Yappi Manafe di Balai Diklat BNN kawasan Lido, Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa.
Pada Senin (7/4), Yappi Manafe memberikan materi dalam lokakarya Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) yang diikuti puluhan wartawan media cetak, elektronik, dan "online". Kegiatan itu, dibuka oleh Kepala BNN Komjen Anang Iskandar.
Lokakarya untuk wartawan angkatan pertama itu, berlangsung selama dua hari, 7-8 April 2014.
Ia mengemukakan bahwa Badan PBB urusan Narkotika dan Kejahatan (United Nations Office on Drugs and Crime/UNODC) telah memiliki standar internasional pencegahan penyalahgunaan narkoba berbasis ilmu pengetahuan.
Setidaknya, ada tiga tipe pencegahan penyalahgunaan dalam standar dimaksud. Pertama berupa pencegahan primer, yaitu melakukan berbagai upaya pencegahan sejak dini agar orang tidak menyalahgunakan narkoba.
Kedua, pencegahan sekunder, yakni bagi yang telah memulai, menginisiasi penyalahgunaan narkoba, disadarkan agar tidak berkembang menjadi adiksi (kecanduan), menjalani terapi dan rehabilitasi, serta diarahkan agar yang bersangkutan melaksanakan pola hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga, pencegahan tersier, yakni bagi mereka yang telah menjadi pecandu, direhabilitasi agar dapat pulih dari ketergantungan sehingga dapat kembali bersosialisasi dengan keluarga dan masyarakat.
Bahasa edukatif
Berdasarkan kajian UNODC terkait pencegahan berbasis ilmu pengetahuan, katanya, menunjukkan bahwa metode pencegahan penyalahgunaan narkoba lebih efektif jika memakai bahasa atas pesan edukatif.
"Jika hanya terbatas pada pencetakan brosur, 'leaflet', 'booklet', buku, poster, yang menyeramkan, dengan materi dan konten yang tidak tepat, serta testimoni untuk mengingatkan dan menyadarkan masyarakat tentang bahaya penyalahunaan narkoba, ternyata kurang memberi dampak positif, bahkan tidak mengubah perilaku
seseorang," katanya.
Dengan kata lain, kata dia, menampilkan hal menyeramkan, seperti sosok tengkorak akibat narkoba dan semacam itu justru kontra-produktif untuk upaya pencegahan.
"Karena itu, mesti kita ubah dengan bahasa edukatif dan masuk akal, seperti dengan pesan 'Sehat Menjadi Pintu Gerbang Kehidupan' atau materi edukatif lainnya," katanya.
Standar pencegahan berbasis ilmu pengetahuan, kata dia, adalah menjelaskan tentang intervensi dan kebijakan serta komponen-komponen dan fitur-fitur yang efektif bagi sistem pencegahan nasional di setiap negara dengan hal yang positif.
Dalam kaitan itu, kata Yappi Manafe, BNN tidak bisa bekerja sendiri, sehingga membutuhkan kerja sama dengan semua pihak guna menyelamatkan anak-anak bangsa dari masalah serius, penyalahgunaan narkoba yang merupakan kejahatan luar biasa itu.
Tidak pandang bulu
Deputi Pemberantasan BNN Deddy Fauzy Elhakim mengatakan bahwa dari aspek pemberantasan penyalahgunaan narkoba, pihaknya tidak pandang bulu memperlakukan pelakunya.
"BNN tidak pandang bulu, kalau (ada siapapun, red.) terlihat pengedar atau bandar jaringan narkotika kita 'habisin', kalau pecandu sudah ada salurannya, yakni dihukum dengan rehabilitasi," katanya.
Dia mengakui bahwa penyalahgunaan narkoba di Indonesia terjadi pada hampir di semua kalangan, baik masyarakat umum maupun elite politik.
"Masyarakat kecil, kaya, ataupun elite, selama terbukti hanya pecandu direhabilitasi. Elite politik, jika pecandu saja, karena merupakan aset bangsa maka harus diobati melalui rehabilitasi itu," katanya.
Deddy Fauzy Elhakim mengatakan bahwa pemberantasan narkoba punya konsekuensi risiko tinggi, sehingga ia selalu memotivasi jajarannya dengan filosofi "Amar ma'ruf nahi munkar", yakni suatu perintah Tuhan untuk mengajak atau menganjurkan hal-hal yang baik dan mencegah hal-hal yang buruk bagi masyarakat.
"Risiko petugas kami adalah nyawa, sehingga kita kuatkan dengan spirit itu, yang intinya semua perjuangan akan mendapat balasan di akhirat kelak," katanya.
Ia juga memberikan apresiasi kepada masyarakat di Indonesia untuk pemberantasan narkoba yang dinilai luar biasa.
"Cukup banyak ormas pendukung BNN dalam upaya pemberantasan penyalahgunaan narkoba," katanya.
Pada hari kedua atau terakhir lokakarya P4GN, peserta akan mendapat kesempatan "field trip" di komplek BNN Lido untuk melihat penanganan dan rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2014