Banda Aceh (ANTARA) - Pemerintah Aceh menyambut baik keputusan manajemen Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) untuk memindahkan kantornya dari Medan ke Banda Aceh sehingga koordinasi antara keduanya akan lebih lancar dan cepat guna melindungi dan melestarikan kawasan Leuser agar lebih efektif dan efisien.
“Pilihan membuka kantor di Aceh adalah keputusan paling tepat agar komunikasi dengan Pemerintah Aceh lebih lancar, sehingga kerja sama kedua belah pihak dalam melindungi dan melestarikan kawasan Leuser akan lebih efektif dan efisien,” kata Gubernur Aceh, Nova Iriansyah di Banda Aceh, Selasa.
Pernyataan itu disampaikannya dalam pidato tertulis dibacakan Asisten II Setda Aceh, Mawardi di sela-sela Peresmian Kepindahan Kantor Balai Besar TNGL dari Medan Sumatera Utara ke Banda Aceh yang prasastinya ditandatangani Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dedi Mulyadi dan Direktur Jenderal KSDAE, Wiratno.
Ia menjelaskan sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang menegaskan bahwa pengelolaan kawasan TNGL merupakan kewenangan Pemerintah Aceh, sehingga berbagai kebijakan terkait perlindungan TNGL tidak lagi berada di bawah kendali Pemerintah pusat, melainkan tanggungjawab Pemerintah Aceh, sehingga dengan lahirnya regulasi baru tersebut, maka tidak efektif lagi kalau Balai Besar TNGL berkantor di Medan.
Sebagai pengelola TNGL, Pemerintah Aceh telah menetapkan beberapa kebijakan untuk penyelamatan kawasan tersebut, antara lain, perekrutan Tenaga Pengamanan Hutan sebanyak 2.000 orang, Penetapan Qanun Nomor 11 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Satwa Liar, Pembentukan Tim Terpadu Pencegahan dan Perusakan Kawasan Hutan, serta beberapa kebijakan lainnya.
“Setidaknya ada lima poin penting yang menjadi perhatian Pemerintah Aceh dalam melindungi hutan Aceh, terutama kawasan TNGL. Kelima poin tersebut, antara lain, penguatan kelembagaan untuk pengelolaan hutan, pengendalian kebakaran hutan dan lahan, fasilitasi dan pendampingan perhutanan sosial, mempercepat penyelesaian konflik tanah dalam kawasan hutan, serta penguatan kelembagaan pengelola kawasan konservasi,” katanya.
Karena itu Balai Besar TNGL memiliki peran yang sangat besar untuk menerapkan lima poin tersebut sehingga komunikasi dan koordinasi antara Pemerintah Aceh dan Balai Besar TNGL harus diperkuat.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Wiratno, mengatakan, pemindahan kantor tersebut merupakan bagian dari usaha pihaknya untuk mendorong Balai Besar TNGL dalam berperan besar melindungi kawasan hutan khususnya di wilayah Provinsi Aceh.
Selain itu, melalui pemindahan tersebut juga diharapkan dapat memperkuat koordinasi dan komunikasi dalam rangka kerja sama dengan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan masyarakat Aceh.
“Tujuan akhirnya adalah masyarakat di sekitar Taman Nasional Gunung Leuser ini memiliki ekonomi berbasis kawasan konservasi, tumbuh dengan spirit keswadayaan, kemandirian dan bisa hidup berdampingan secara damai dengan satwa liar,” kata Wiratno.
Wiratno menyebutkan, TNGL memiliki luas area sebesar 830 ribu hektare lebih, di mana dua pertiga diantaranya berada dalam kawasan Provinsi Aceh, sementara sepertiga lagi berada di wilayah Sumatera Utara.
Wiratno menjelaskan, sejarah pengelolaan TNGL telah melalui empat fase penting. Tahap pertama adalah pada Februari 1934, pada tahap itu diterbitkan Surat Keputusan Pendudukan Suaka Marga Satwa Gunung Leuser seluas 416.600 hektar di Tapak Tuan Aceh Selatan. SK tersebut disahkan oleh Gubernur Militer Aceh di Kuta Raja pada Juli 1934.
Kemudian tahap kedua, melalui pengumuman Menteri Pertanian pada tahun 1980 kawasan Gunung Leuser dideklarasikan sebagai Taman Nasional bersamaan dengan empat Taman Nasional lainnya di Indonesia. Pengelolaanya berada di bawah kewenangan Sub Balai Perlindungan dan Pelestarian Alam Kementerian Pertanian dengan lokasi kantornya di Kuta Cane Aceh Tenggara.
Selanjutnya tahap ketiga, pada Mei 1984 melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan pengelolaannya ditingkatkan menjadi Balai TNGL dengan lokasi kantor tetap di Kuta Cane. Kemudian hampir 23 tahun selanjutnya, tepatnya pada tahun 2007 Balai TNGL berubah menjadi Balai Besar TNGL melalui peraturan Menteri Kehutanan dengan kantornya dipindah ke Medan Sumatera Utara.
“Mudah-mudahan pemindahan kantor Balai Besar TNGL ke Banda Aceh ini dapat mengembangkan pengelolaan dan kerja sama kemitraan berbasis mutual trust, mutual respect, mutual benefit dengan pemerintah provinsi, kabupaten, perguruan tinggi, LSM, tokoh masyarakat dan agama,” kata Wiratno.
Penandatanganan prasasti tersebut ikut disaksikan oleh sejumlah anggota Komisi IV DPR RI, termasuk diantaranya legislator asal Aceh, yaitu TA Khalid dan Muslim.